Chapter 9 - PERJANJIAN

"Baiklah Luck, aku mau menikah dengan wanita itu. Besok jam berapa aku harus menikah?" tanya Ducan penasaran dengan wanita yang bernama Alisha.

"Besok pagi jam sepuluh kamu sudah harus siap di sini. Kalian berdua menikah secara agama saja dan rahasia. Pernikahan kalian tidak boleh di ketahui umum. Karena akan berbahaya untuk karir Alisha." ucap Lucken menuruti keinginan Alisha agar Alisha tetap bekerja.

"Kenapa harus seperti itu? memang Alisha kerja apa?" tanya Ducan dengan kedua alisnya terangkat.

"Alisha seorang artis, dia hidup hanya dengan saudara perempuannya yang sudah punya putri. Kemungkinan besar jika Alisha tinggal di sini keluarganya juga akan tinggal di sini." ucap Lucken sudah mempersiapkan semuanya.

"Apa Alisha mencintaimu Luck?" tanya Ducan dengan tiba-tiba menatap Lucken dengan serius.

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya ya. Jika Alisha tidak mencintaiku bagaimana Alisha mau menikah denganku." ucap Lucken dengan sebuah senyuman.

"Kamu juga mencintainya?" tanya Ducan lagi dengan tatapan rumit.

"Jangan tanyakan itu lagi, hal itu sudah tidak penting bagiku. Yang terpenting kamu besok harus menikah dengan Alisha dan semoga saja Alisha bisa cepat memberikan keturunan pada orang tua kita." ucap Lucken dengan wajah serius.

"Luck, kenapa kamu tidak berobat saja? siapa tahu kamu bisa sehat." ucap Ducan merasa tidak nyaman dengan pernikahannya yang tanpa cinta. Sedangkan dia sendiri sudah mencintai wanita lain dalam hidupnya. Wanita yang dia temui di Bali yang telah menyerahkan kesuciannya begitu saja.

"Apa maksudmu dengan mengatakan hal itu Duc?" Tanya Lucken dengan kening berkerut.

"Kamu harus tahu Luck, aku menikahnya karena hanya ingin menolongmu dan keluarga kita agar mendapat keturunan. Tapi sebenarnya aku sudah mencintai wanita lain dan aku masih terus mencarinya karena itu aku membuat perjanjian padamu." ucap Ducan sambil dengan wajah serius.

"Perjanjian apa?" Tanya Lucken mengangkat wajahnya merasa penasaran.

"Setelah nanti Alisha hamil baik kamu nanti sembuh atau tidak aku akan menceraikannya. Kalau kamu sembuh kamu bisa langsung menggantikan posisiku untuk menjadi suami Alisha, tapi jika kamu tidak sembuh aku akan tetap menceraikannya." ucap Ducan mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Tapi Duc, kamu tidak bisa begitu saja menceraikan Alisha. Dia wanita yang sangat baik. Kalau aku memang sembuh aku akan menggantikan posisimu sebagai suaminya, tapi jika tidak...aku harap kamu jangan menceraikan Alisha. Alisha wanita yang sangat baik dan sempurna, Momy pasti tidak akan membiarkan hal itu." ucap Lucken berusaha memberi pengertian pada Ducan.

"Tapi aku tidak mencintainya, dan aku berniat mencari wanita yang aku cintai itu sampai kapanpun. Aku mau kamu menyetujui hal ini, kalau kamu tidak mau aku tidak akan menikahinya." ucap Ducan dengan serius.

"Baiklah kalau itu yang kamu inginkan." ucap Lucken tidak bisa berbuat apa-apa selain menyetujui apa yang diinginkan Ducan.

"Baguslah, sekarang apa saja yang harus aku lakukan?" Ucap Ducan menghadap Lucken.

"Di saat pernikahanmu besok, aku akan pergi ke Singapura. Kamu harus menggantikan posisiku dalam semua hal, baik itu mengelola perusahaan dan juga pergi ke kampus untuk melanjutkan kuliahku. Dan tentu saja kamu harus bersikap manis pada semua teman-temanku terutama pada Alisha." ucap Lucken dengan serius.

"Aku tidak tahu apa aku bisa melakukan hal itu, aku tidak bisa berjanji bersikap manis pada siapapun." ucap Ducan menatap wajah Lucken.

Lucken menahan nafas dalam.

"Aku tahu itu, tapi tetap berusahalah pada Alisha. Dia adalah istrimu, dan kamu harus menjaganya dengan baik." ucap Lucken dengan tatapan penuh.

"Aku akan melakukannya tapi aku tidak bisa berjanji." ucap Ducan tetap pada pendiriannya.

"Oke ... aku tidak bisa memaksamu. Tapi ingat saja, aku akan tetap mengawasi hubungan kalian berdua. Aku tidak mau hati Alisha akan terluka karena sikapmu. Sekarang ikut denganku ke salon untuk merubah penampilanmu seperti aku." Ucap Lucken seraya bangun dari duduknya dan berjalan keluar kamar.

Ducan terdiam sejenak, kemudian bangun dari duduknya dan mengikuti Lucken.

Bersama Lucken, Ducan pergi ke salon untuk merubah penampilannya secara total agar terlihat seperti Lucken.

Hampir tiga jam Ducan dan Lucken berada di salon, dan selama itu Ducan merasa tersiksa dengan gaya penampilannya yang baru. Apalagi dia harus memakai softlens bola mata hitam untuk mencapai penyamaran yang sempurna dari seorang Lucken.

Memang Ducan dan Lucken dilahirkan dengan wajah kembar tapi kepribadian dan penampilan mereka sangat jauh berbeda.

Untuk orang yang belum mengenal mereka berdua pasti sangat sulit membedakannya kecuali bola mata mereka. Ducan mempunyai bola mata coklat sedangkan Lucken bola mata hitam pekat.

Khususnya dalam penampilan, Ducan tidak terlalu memperhatikan penampilan. Bahkan gaya rambutnya dibiarkan memanjang. Ducan lebih suka menghabiskan waktunya dengan melukis dan jauh dari keramaian. Ducan lebih senang bertualang dan tinggal di hutan.

Berbeda sekali dengan Lucken yang selalu berpenampilan rapi dan bergaya maskulin. Lucken lebih suka dengan hidup bersosialisasi dan menghabiskan waktunya di kantor untuk bekerja.

"Aku sama sekali tidak menyukai penampilanku sekarang." ucap Ducan berdiri di depan kaca dengan wajah suram.

"Penampilanmu tidak terlalu jelek. Kamu terlihat tampan dengan penampilan seperti ini dibanding beberapa jam yang lalu sangat berantakan." ucap Lucken dengan tersenyum.

"Kamu mengatakan aku berantakan? apa kamu tidak sadar kalau wajahmu itu seperti dengan wajahku?" ucap Ducan dengan kedua alisnya terangkat.

"Aku tahu itu Duc, tapi penampilan itu sangat penting. Bagaimana orang bisa melihatmu dengan pakaian berantakan dan rambut panjang seperti penampilan kamu tadi." ucap Lucken masih menatap penampilan Ducan dengan tatapan kagum. Penampilan Ducan tidak jauh berbeda dengan dirinya.

"Aku tidak peduli dengan pandangan orang. Apa itu penting? bagiku sama sekali tidak penting." ucap Ducan sambil mengusap wajahnya yang terlihat bersih.

"Naiklah terserah padamu saja. Sekarang ikut denganku ke kantor. Aku akan memberitahumu apa saja yang harus kamu lakukan setelah kamu bekerja di sana." ucap Lucken seraya berjalan dari salon setelah membayar semuanya.

"Aku lebih tidak menyukai hal ini. Aku tidak suka kalau duduk di kursi meja dengan memakai jas, hal itu sangat menyebalkan bagiku." ucap Ducan dengan wajah semakin suram.

"Kamu tenang saja, kamu bisa menghubungiku di saat kamu tidak mengerti apa yang harus kamu lakukan. Kita akan bekerja langsung hari ini." ucap Lucken sambil menepuk bahu Ducan kemudian masuk ke dalam mobil.

Tidak membutuhkan waktu lama, Ducan dan Lucken sudah berada di kantor. Semua para karyawan sangat terpesona dengan saudara kembar yang terlihat sangat tampan.

"Sudah berapa tahun kamu tidak masuk ke kantor ini Duc?" tanya Lucken sambil duduk setelah mengambil beberapa berkas untuk dia jelaskan pada Ducan.

Ducan duduk santai sambil mendengarkan penjelasan Lucken.

Ducan sama sekali tidak tertarik dengan pekerjaan kantor yang membuatnya pusing saja.

"Nah...Duc, aku sudah menjelaskan beberapa garis besar tentang apa yang kamu harus lakukan. Sekarang kamu harus siap untuk menjalankan apa apa yang harus kamu jalankan." ucap Lucken sedikit merasa lega. Ducan hanya diam dan mendengarkan apa yang dia katakan.

"Aku lega, akhirnya aku bisa pergi ke Singapura dengan tenang. Dan besok pagi kamu akan menikah." ucap Lucken dengan tersenyum.