Chereads / The God of Fortune / Chapter 1 - Sang Dewa Tanpa Nama

The God of Fortune

Hatsuko_Calosa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Sang Dewa Tanpa Nama

"Ia terlalu naif! Sampai - sampai, ia merelakan dirinya, menghilang dari mata para dewa. Kasihan sekali dirinya. Pengikut sangat sedikit, pelayanpun tak punya. Kekuatannya sangat besar, disertai oleh kebijaksanaan dirinya. Tapi, ia membantai habis orang berdosa, tanpa ampun. Namun, walaupun begitu, tersirat belas kasihan yang sangat besar, serta betapa agungnya dirinya lewat mata indahnya. Tampangnya sedingin salju, namun hatinya sehangat Gurun." Seorang nenek tua menceritakan sebuah kisah dihadapan pembeli mudanya. Pembelinya itu, menepuk bahu nenek tua itu, dan memilih barang. "Siapa dia? Cerita yang sangat menarik!" Nenek tua itu menatap pembelinya dengan serius. Tersirat kekhawatiran di matanya. "Dia adalah sang dewa nasib! Ia tak segan mencabut kembali nasib baik, bagi orang yang tak berhak mendapatkannya. Ia akan tak segan memberikan nasib buruk, pada kalian! Entah itu berhubungan dengan nyawamu, atau tidak. Dengarkanlah ini nak! Ketika kau menemuinya, disaat akhir hidupmu, memohonlah! Ingat kesempatan ini, maka kau akan selamat!" Suara tawa yang keras keluar dari mulut gadis muda itu. Ia membeli barang yang dipilihnya, dan memeluk nenek tua itu. "Terima kasih ceritanya nenek! Aku akan kesini tiap hari!" Gadis itu pergi dengan riang. Ia adalah gadis baik. "Ingatlah itu! Dewa nasib tak akan segan!" Nenek tua itu memperingatkan lagi gadis muda itu. Gadis itu hanya menunjukkan jempolnya sambil tersenyum. Angin berhembus berlawanan. Cuaca menjadi bersalju. Nenek tua itu, pergi meninggalkan dagangannya. Dibalik dinginnya salju, ia berubah wujud menjadi seorang wanita cantik. Siapa yang sangka, kalau dia adalah seorang dewi. Secerah matahari, matanya bersinar.

Salju terus turun, gadis muda itu naik kedalam mobilnya. Sopirnya, masuk dan mulai berkendara. Salju terus menutuoi pandangan. Namun, gadis itu tetap merasa hangat. Ia bersenandung, sambil melihat keluar jendela. Namun, yang ia lihat, adalah sebuah kereta datang kearahnya. Dengan kecepatan yang sangat kencang, dan tanpa penghalang. Tak ada satu menit, kereta itu membuat pandangan gadis muda itu menjadi hitam. Dalam suatu kesemlatan, ia berusaha membuka matanya. Ia melihat seorang pria tinggi, tampan, dan berambut putih datang kearahnya. Malaikat maut. Itulah yang ada dipikirannya. "Jangan salah sangka. Aku bukanlah malaikat maut. Aku lebih dari itu. Kelihatannya, kau tak akan mati." Pria itu memasukkan tangannya di kantung mantelnya. Gadis itu tertawa kecil. Ia melihat sekitarnya. Gerombolan orang menghampirinya, mencari bantuan ambulans. "Lucu sekali. Aku tertabrak kereta, bagaimana mungkin bisa bertahan hidup?" Gadis itu menatap pria itu dalam - dalam. "Lalu mengapa kau bumisa berbicara? Jika kau penasaran, aku adalah dewa nasib." Gadis itu teringat perkataan nenek itu. Ia menggerakkan tangannya perlahan. Darah ada di mana - mana. Air mata mulai mengalir di wajahnya. "Aku mohon, selamatkan aku... Aku tak bisa mati dalam keadaan seperti ini..." Suara isak tangis gadis itu, membuat gerombolan orang tersebut terkejut. Bagaimana bisa dia selamat? Dewa itu menghembuskan napasnya. Ia merasa kasihan. "Kau tak akan mati. Dari awak memang begitu. Aku cuma mengambil harya dan kekayaan orang tuamu. Kaj akan segera lulus, dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Itu bayaran atas kebaikanmu selama ini. Namun untuk orang tuamu tidak." Dewa itu bersiap - siap untuk pergi. "Tunggu, aku tak akan mati?" Langkah dewa itu terhenti olehnya. "Ya, jika kau tak percaya, berpikirlah. Bagaimana kau bisa berbicara dalam keadaan sepertu ini? Karena kau berbicara, mereka memesankan ambulans untukmu, dan kau segera dibawa ke rumah sakit." Gadis itu merasa lega. Namun, pria itu menghilang. Ia tak tahu nama dewa itu, dan bermaksud menjadi pengikutnya.

Saat matahari mulai tenggelam, langkah kaki dewa itu, perlahan melambat. Angin berhembus, cuaca yang tak menentu ini, merupakan tanda ketidakseimbangan dunia. Kenapa? Disaat seperti itu, seorang pria berjas hitam mendatangi dewa itu, sambil berlutut. "Selamat sore, Tuan..."