FIKA
Gadis dengan gaun berleher rendah memperlihatkan belahan dada berisi dan makeup natural dengan polesan bibir berwarna coral, dia meneliti sekali lagi kamar hotel yang akan segera dia tinggalkan
Fika memeriksa jika tak ada yang tertinggal di sini, tapi sepertinya semua sudah rapi hanya saja matanya masih terpaku lama menatap ranjang dimana Mario dibaringkan tadi malam, gadis itu menatap kosong
" ck, apa yang ku pikirkan saat ini ? " tanya Fika pada diri sendiri
Wajah lelap Mario yang tenang sempat dia tatap tadi malam, bukan, bukan karena terpesona karena ketampanan pemuda itu, melainkan Fika meyakinkan diri sekali lagi jika Mario itulah yang dulu pernah dia lihat, ah.. sebenarnya dia tak mengenal nama Mario, tapi raut wajah itu sangat familiar untuk mata Fika, pemuda itu terlihat tenang dan baik hati mengingatkan dia pada anak majikan ayahnya dulu
Pak Ahmad, begitulah tuan muda itu memanggil ayahnya dengan wajah sopan penuh senyuman ramah, Fika bukan hanya sekali melihatnya, tapi beberapa kali
Fika menyenderkan punggungnya ke tembok sisi pintu sebelum benar benar meninggalkan kamar hotel, kedua tangannya bersidekap di dada, gadis itu meyakinkan diri sendiri sekali lagi, memori indahnya yang masih tersisa di otak perlahan mulai membuka lembaran, membuat wajah gadis itu meraut heran
Hari itu Fika masih duduk di sekolah dasar, dia baru saja menyelesaikan les tambahan di sekolahnya, bagaimana pun Fika salah satu murid teladan kala itu, ah bahkan dia masih terus mempertahankam akademisnya dengan baik hingga di bangku sekolah pertama, sayang sekali kehidupan kampus dan pekerjaannya membuat pendidikannya tidak kunjung tuntas dan gagal mengambil gelar sarjana
Sebuah mobil dengan warna hitam mengkilap yang cukup dikenal Fika terparkir di halaman sekolahnya, dengan berlari cepat Fika menghampiri parkiran mobil. Dia segera tau jika itu adalah ayahnya
" Ayaaah.. " Fika menghambur ke dalam pelukan pak Ahmad, gadis itu masih saja sangat manja pada ayahnya padahal ini masih jam kerja ayahnya. Fika hanya tidak berani pulang sendiri karena hari sudah terlalu sore jika harus naik angkutan umum
" ayah terimakasih sudah menjemput, apa tidak apa apa ayah menjemputku jam segini ? " Fika sedikit khawatir karena dia memaksa ayahnya untuk menjemput di sekolah
Ayah tersenyum hangat seperti biasa, dia segera mengangkat tubuh anaknya untuk menaiki mobil mewah majikan nya itu
Fika merasa canggung dan tak enak hati mendapati ada anak majikan ayahnya, gadis itu berusaha membuat senyuman walau jelas terlihat kaku
" maaf ya tuan, anak saya minta di jemput tiba tiba seperti ini " ujar pak Ahmad merasa tak enak hati melihat Daniel Rusady yang masih sibuk memilah gambar kamera mana yang akan segera diterimanya dari orangtua, sebagai kado ulang tahunnya nanti
" maaf.. " Fika ikut bergumam tak enak hati
Daniel anak semata wayang keluarga Rusady, walau dia lahir sebagai keturunan salah satu chaebol Korea tapi attitude nya tak bisa membohongi status sosialnya
" tidak apa pak Ahmad, kita akan mengantar anak mu terlebih dahulu sebelum ke studio " ujar Daniel sembali menoleh ke arah Fika yang duduk di depan sana, Daniel tak bisa melihat jelas wajah Fika, tapi gadis kecil itu bisa menangkap jelas pantulan wajah Daniel yang ramah dan tenang, bahkan bocah laki laki itu tak ragu memamerkan senyuman ramahnya
" terimakasih tuan.. " balas Fika dengan wajah menunduk segan
" sama sama, semoga ujian mu berjalan baik " ucap Daniel sebelum kembali fokus pada katalog di tangannya
Pak Ahmad menoleh ke arah Fika seraya melempar senyum, mendengar jawaban boss ayahnya tadi membuat Fika sedikit lega, ternyata benar kata ayah, keluarga Rusady sangatlah baik hati, Fika menoleh sebentar ke kursi belakang dimana Daniel sibuk sendiri, gadis kecil itu tersenyum sekali lagi
" wajahnya tampam, senyumnya menawan dan dia terlihat baik sekali " gumam Fika kecil
" nona.. " Fika tersadar dari lamunannya tatkala room service menyapanya, dua orang room boy menyapa sopan hendak mendorong trolly mereka dan keberadaan Fika menghalangi laju benda besar itu
" ah sorry, sudah waktunya ya " ujar Fika terkejut, gadis itu melirik jam tangannya
Room boy itu memberikan menu sarapan pada Fika tapi gadis itu hanya akan segera meninggalkan kamarnya
" terima kasih " ujar Fika sembari melempar senyuman, gadis itu berusaha ramah kali ini, dia sudah lelah dengan image kuat yang di branding dalam dirinya untuk peran di sebuah majalah dewasa ternama
" terimaksih nona "
Fika meninggalkan ruang hotel dimana dia bisa mengenang sedikit momen indah dalam memori otaknya, dia sangat mencintai ayahnya dan Mario membangunkan ingatan itu, entah mengapa wajah tenang yang terlelap semalam membuat Fika mengingat wajah anak majikan ayahnya tempo dulu
Tumit stiletto Fika mengetuk lantai marmer ubin hotel, dia melenggak dengan gaya anggunnya yang angkuh, dia berusaha membuang ingatan masa lalu yang tiba tiba muncul begitu saja
Fika pun meninggalkan memori baru dikamar hotel ini, dimana dia dan Reo akan memulai jalinan hubungan baru, seperti mimpi yang jadi nyata atau hanya sebuah kesalahan yang kian bertambah, Fika sebenarnya tak ingin lagi bermain hati hanya saja perasaan cinta yang selama ini dipendam kembali terapung ke permukaan
Bibir penuhnya tersenyum penuh arti, dia menahan tawanya mengingat wajah Reo yang tersenyum puas dan tak henti mengecup bibirnya tadi malam
" Reo.. aku sudah pantas untuk mu ! " gumamnya dengan wajah bangga
Fika sebenarnya enggan mengingat kisah lain di masa lalunya selain mommen dimana dia mengenang ayahnya. Bagi Fika tak ada yang penting dari masa lalunya selain sosok ayahnya yang menghilang dari kehidupannya dengan penuh misteri
Ketika dia memutuskan untuk menjauhi Reo dan memulai pergaulan baru, Fika menemukan jati dirinya sebagai gadis ibu kota. Bertemu dengan teman teman baru, mengikuti acara festival musik, sekedar nongkrong atau membuat konten kreatif di media sosial
Ternyata kesibukan barunya bukanlah hal yang sia sia, ya walaupun ada harga yang harus dia bayar. Fika memulai jalur instannya ketika bertemu seorang promotor handal
" kau lihat body gadis itu, luar biasa.. " seorang pria berbisik pada rekannya di lobby hotel, matanya tak henti menatap Fika yang memainkan rambut panjangnya dan segera berlalu meninggalkan hotel menuju taksi yang sudah menunggunya
Fika melemparkan senyum kecil pada pria yang masih menatapnya dari balik kaca hotel, gadis itu tau betul bagaimana harus bersikap dan meluluhkan pria, pengalamannya bukanlah sekedar ecek ecek kini
" aku melihatmu mengecup gadis lain di hadapanku, kau memeluk pinggangnya, meraba kulit pahanya, dan menikmati aroma tubuhnya " batin Fika berujar sambil membayangkan wajah pasrah Reo malam tadi
" kau bahkan melakukannya saat kita masih remaja, bagaimana ? apakah gadis itu lebih baik dari ku ? " batin Fika sedikit menyombong, dia mengingat bagaimana Reo mencium pacarnya di kelas kosong saat jam olahraga dan dia yang tak sengaja mengintip dari balik jendela. Fika juga melihat jelas bagaimana tangan Reo menelusup ke cela kemeja ketat seragam sekolah yang dikenakan gadis remaja yang merasa paling cantik masa itu
Fika menghela nafas panjang, kepalanya mencoba santai di sandaran kursi taksi yang melaju dengan kecepatan sedang
" kau bahkan meminta Reo melakukannya di hadapan ku.. " gumam Fika dengan mata terpejam, dia mengingat Reo yang membuka telapak tangan yang menggenggam alat kontrasepsi, walau secepat mungkin Fika mengalihkan pandangan dia jelas sudah menangkap langkah apa yang akan Reo ambil
" aku mungkin bukan yang pertama tapi aku pastikan kau tak bisa melupakan saat kita pertama kali melakukannya malam tadi.. "
***
Sebelum meninggalkan studio ruko nya Mario menyempatkan diri memeriksa inbox emailnya, dia sudah menjabarkan panjang lebar pada Sofia, dan wanita itu masih belum memberikan jawaban padahal dia harus mengambil langkah selanjutnya siang ini
Mario meraih kaos dan celana jeans hitamnya, dia melengkapi penampilan dengan jas hitam beraksen zipper di ujung lengannya, gaya khas Mario, santai dan elegan. Dia melirik jam tangan ternamanya, bagaimana pun juga tak bisa dipungkiri jika Mario tetap mendapatkan fasilitas baik dari keluarga Morris, yaa.. sekarang Sofia sudah mengganti namanya dengan nama keluarga Australia, Sofia Morris
Akhirnya apa yang ditunggu datang juga, Mario mengabaikan pesan masuk lainnya, dia hanya menanti jawaban Sofia saja
Terserah kau saja, aku percaya padamu..
Mario menahan senyum sinisnya
" apa apaan ini ? " Mario menggelengkan kepala tak percaya dengan balasan super singkat dari Sofia. Dia menjelaskan panjang lebar perihal kedatangan Alfa ke kediamannya, bagaimana keadaan pria tua itu saat ini, bagaimana nada bicara dan tingkahnya yang berubah drastis, bagaimana Alfa yang sangat berbeda dari sosok yang mereka kenal selama ini
Tapi balasannya hanya begitu saja !
" terserah kau saja katamu ? " Mario sungguh tak habis pikir dengan jawaban Sofia, dia merasa sia sia menunggu balasan email yang ternyata isinya hanya seperti itu saja
" baiklah jika itu jawabanmu " ujar Mario berdiri dari kursinya dan segera menelepon taksi, dia hendak meninggalkan studio nya