Chapter 5 - Kejutan

Rachel membuka mata ketika secercah cahaya yang masuk melalui tirai jendela kamar mengganggu tidur nyenyaknya. Udara dingin yang berasal dari pendingin ruangan terasa sangat menusuk kulit, membuatnya menyamankan diri dalam dekapan hangat seseorang yang kini memeluknya dengan erat.

Tunggu!!

Matanya terbuka sempurna, memperhatikan ruangan yang di dominasi warna abu-abu dan hitam ini membuat rachel yakin jika ia tidak sedang berada di kamar tidur miliknya. Kesadarannya pulih seketika saat ia merasakan ada hembusan nafas teratur di belakang lehernya. Rachel terkesiap, jantungnya berdetak sangat kencang. Dengan gerakan yang amat sangat perlahan, gadis itu menolehkan kepalanya ke belakang untuk memastikan sesuatu.

Gadis itu membungkam mulut dengan kedua tangannya berusaha untuk tidak berteriak ketika melihat seorang pria bertelanjang dada sedang tertidur tepat di samping nya.

Dengan cepat Rachel menyingkap selimutnya dan bernafas lega ketika busana yang ia kenakan kemarin masih melekat utuh di tubuhnya.

'Kenapa aku sama dia bisa ada di sini?' batin Rachel menjerit.

Rachel berusaha mengingat kejadian semalam. Seingatnya, ia pergi bersama Cassie ke sebuah bar, bertemu dan sedikit berdebat dengan pria ini, menolongnya dan mengantar pulang, dan...

Ah, sepertinya Rachel sedikit mengerti kenapa ia bisa berakhir disini bersama dengan pria itu. Jika tidak salah ingat, setelah mengantar pulang dan sedikit berdebat, orang asing ini meminta tolong untuk diobati lukanya sebelum Rachel kembali pulang. Rachel saat itu menolak dengan keras karena yang benar saja?! Masuk ke dalam rumah seorang pria asing yang baru saja ia temui sangat berbahaya bagi keselamatannya. Bagaimana jika pria itu adalah pria jahat yang akan melakukan hal yang macam-macam terhadap dirinya? Bagaimana pun Rachel adalah seorang gadis, yang tenaganya masih lebih kecil daripada seorang pria meskipun pria itu sedang dalam kondisi yang memprihatinkan.

Rachel terpaksa menyetujui permintaan pria itu untuk mengobati lukanya karena ia mendapat ancaman dari si pria aneh yang mengatakan akan melaporkan dirinya ke polisi dengan tuduhan penganiayaan.

Tetapi seingat Rachel, ia tertidur di bawah tempat tidur sang pria karena kelelahan dan mata yang sudah sangat mengantuk. Kenapa sekarang ia terbangun di atas ranjang bersama si aneh ini?!

Persetan dengan semua ini, ia harus pergi dari sini secepat mungkin. Lagipula ini bukan sinetron-sinetron yang biasa teman kantor nya biasa tonton, di mana sang gadis berteriak histeris dan meminta pertanggung jawaban kepada pria yang ditemukan nya ketika ia bangun dari tidur dengan keadaan telanjang.

Rachel turun dari tempat tidur dengan sangat hati-hati agar pria yang berada di sebelahnya tidak terusik dan terbangun. Secepat mungkin Rachel mengambil blazer yang tergeletak di sofa ujung ruangan, tetapi tidak menemukan sepatu yang ia pakai kemarin. Dimana ia taruh sepatu itu? Kalau tidak salah kemarin ia simpan di dekat sofa ini tetapi kenapa sekarang menghilang?

Ah masa bodoh! Tidak usah pedulikan sepatu itu. Toh masih banyak sepatu yang bisa ia pakai dirumahnya. Rachel kemudian beranjak dan pergi begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu.

Kenapa juga harus pamit? Rachel tidak berniat untuk berurusan dengan pria itu, ia hanya akan menganggap ini sebagai kejadian yang harus dilupakan.

BLAM!

Suara pintu yang dibanting dengan cukup keras membangunkan Arka dari tidur nya. Pria itu mengerjap, membiasakan cahaya yang masuk secara tiba-tiba ke dalam retina nya. Arka bangkit dari tempat tidur. Pria itu tersenyum miring ketika mendapati sang gadis sudah tidak ada disamping nya.

Serius? Gadis itu meninggalkan nya begitu saja?

Dengan santai, Arka turun dari tempat tidur dan bergerak menuju sofa panjang yang berada di ujung kamar, mengambil kemeja nya yang ia simpan disana.

Langkah nya terhenti ketika ia menemukan sesuatu yang menarik perhatian nya. Sebuah ID Card yang sudah tidak asing lagi baginya.

Bukan, itu bukan ID Card miliknya. Terpampang foto seorang wanita berwajah oriental memakai kemeja berwarna putih yang dilapisi oleh blazer hitam sedang tersenyum manis. Di bagian bawahnya tertulis nama si pemilik senyuman manis itu.

"Rachel Ameele." Arka membaca nama si pemilik ID Card. Seringai sexy dari pria itu kembali terukir di bibirnya, "Gotcha!"

.

.

Waktu sudah menunjukan pukul tujuh lebih lima belas menit. Sepuluh menit yang lalu Rachel baru saja selesai membersihkan badan dan kini tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Gadis itu sedikit kesal ketika wangi parfum beraroma sandalwood masih menguar dari tubuhnya. Padahal ia sudah menghabiskan hampir setengah botol sabun mandi, tapi bau parfum yang ia yakini berasal dari pria itu tidak juga hilang. Ia curiga si pria aneh itu mandi menggunakan parfum bukan menggunakan air.

Oh, ayolah. Jangan mengada-ada, Rachel. Tidak kah kau sadar jika pria semalam itu terlihat tampan, mapan, dan mempesona? Sudah jelas pria itu bermandikan ketenaran, bukan bermandikan parfum.

Rachel mengerang ketika kembali merasakan sakit di belakang kepala nya. Inilah alasan mengapa ia sungguh sangat benci jika waktu tidurnya berkurang. Hanya tertidur beberapa jam saja benar-benar membuat kepalanya sakit.

Ia berlari ke luar kamar, menuju ruang tengah apartemen nya mencari kotak P3K. Rachel mengumpat ketika ia tidak menemukan aspirin di dalam kotak P3K nya. Kesialan macam apa lagi ini?

Ia menghela nafas panjang, "Be my day, please."

Ia memperhatikan penampilan nya sekali lagi. Rachel menggunakan rok span selutut yang dipadukan dengan turtle neck blouse serta blazer yang sebelumnya ia ambil dari tempat laundry saat pulang tadi. Tidak lupa sepatu hitam dengan heels tiga sentimeter yang baru ia ambil dari rak sepatu menyempurnakan penampilan nya hari ini.

"Ga ada hari sial, Rachel. Semangat!" Rachel menyemangati dirinya sendiri.

Semangat Rachel. Persiapkan dirimu karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi sepanjang hari ini.

.

.

"My Baby Rachel!" Tidak perlu berbalik untuk tahu siapa pemilik suara cempreng itu.

Rachel mempercepat langkahnya, tidak menghiraukan Cassie yang terus berteriak memanggil namanya.

"Oh my God, Rachel!" Gadis itu memeluk leher Rachel, "Kamu pura-pura tuli ya?"

Rachel menutup telinga kiri nya yang berdengung karena teriakan Cassie.

Rachel bersumpah, seharusnya Cassie menjadi sales obat kuat yang berjualan di pinggir jalan saja dibanding menjadi staff finance. Suara nya yang menggelegar melebihi toa benar-benar bisa memancing perhatian semua orang, atau memancing keributan lebih tepatnya.

Rachel menghela nafas pasrah ketika tatapan para pegawai di sekitar lobby mengarah tajam kearah mereka berdua. Tidak bisakah sehari saja ia mendapatkan pagi yang tenang?!

"Why did you leave me alone last night? Kamu gak tahu apa aku khawatir banget sama kamu?" Cassie masih tidak melepaskan pelukan nya dari leher rachel.

Rachel mendelik, "Kamu yang ninggalin aku, nona Cassie."

"Aku ga ninggalin kamu, Chel. Aku kan udah bilang kalau aku ada urusan sebentar."

Rachel memutar matanya, "Urusan apa? Make out with random guy maksud kamu?"

"Aku serius, Rachel. Aku cuma ketemu temen aja. Begitu aku balik lagi, kamu udah ga ada. Berarti kamu yang ninggalin aku."

"Jangan cari-cari alasan, Cassie."

"Oke-oke, lain kali aku ga akan ninggalin kamu lagi."

"Ga ada lain kali." Rachel tidak mau lagi pergi ke bar dan berakhir dengan hal yang mengejutkan seperti pagi ini, "Kemarin yang terakhir." Sambung nya.

"Ah, dasar ga asyik!"

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor dengan Cassie yang masih menempel pada Rachel. Gadis itu tidak melepaskan rangkulan tangan nya dari bahu Rachel.

Sesaat Cassie terdiam, ia menajamkan indra penciuman nya ketika ada wangi parfum yang tidak asing menusuk hidung nya.

Ia mendekatkan hidung nya pada Rachel dan baru menyadari sesuatu, "Kamu ganti parfum ya?"

Pertanyaan dari Cassie membuat Rachel terkejut dan menghentikan langkahnya tiba-tiba.

Apa Cassie menyadarinya? Apa bau pria itu masih belum juga hilang dari tubuhnya?

.

.

To be continued