Kace mencium aroma itu, aroma memabukkan yang membuat monster di dalam dirinya menggila. Dia bahkan tidak menyadari ketika dia mulai menggeram dan membuat takut Arabella di hadapannya.
"Kace, kau baik- baik saja?" Ariana menyentuh lengan Kace saat dia menatapnya dengan cemas. "Apa yang terjadi?"
Ariana bisa melihat mata biru Kace menjadi gelap, menandakan bahwa monster di dalam dirinya mencoba untuk muncul ke permukaan dan mengambil alih.
"Entahlah." Kace menggelengkan kepalanya, mencoba mendorong keinginan liarnya, meski matanya masih sewarna malam. "Aku merasa aneh."
Ariana menyipitkan matanya, tetapi sebelum dia bisa bertanya lebih jauh, dia melihat Kace tiba- tiba berdiri dan berjalan keluar ruangan.
Sambil memeluk Arabella kecil, Ariana mengikuti Kace dan Alec, yang lebih dulu pergi, keluar dari ruang makan.
Di sisi lain, Kace tidak yakin mengapa dia merasakan kegelisahan ini. Tidak. Itu adalah jiwa lycannya. Monster buas di dalam dirinya yang merasa gelisah karena aroma ini.
Baunya seperti aroma pagi yang segar, murni dan bersih. Kace merasakan gelombang kebahagiaan hanya dengan menciumnya dan dia menginginkan lebih.
Perasaan ini sangat sulit dijelaskan terutama ketika Kace belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya.
Apa yang dia alami kini begitu asing dan Kace tidak terbiasa. Namun, di lain sisi, dia juga tidak merasa keberatan.
Pada saat ini, kakinya bekerja lebih cepat daripada otaknya. Sementara pikirannya masih berkecamuk dengan aroma itu dan mengembara mengenai dari mana asal sumber aroma yang memabukkan ini, kakinya telah membawanya ke sana.
Kace seolah dituntun untuk segera mengetahui aroma yang mengganggunya tersebut.
Hanya butuh waktu kurang dari tiga detik sebelum Kace melihat kepala Serefina, yang tertutupi oleh bahu Alec. dia menghentikan langkahnya dan mendengar bagaimana penyihir itu menyapanya dengan santai.
"Hai, Kace." Serefina menyapanya.
'Hai'? Kace tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
Serefina baru saja meninggalkannya untuk entah berapa lama dan dia berdiri tepat di depan pintu itu dengan senyuman yang menyebalkan tersungging di bibir merahnya?
Penyihir ini hampir membuatnya gila karena telah lama ditunggu, tanpa kabar, tanpa apa pun dan sekarang yang bisa dia katakan hanyalah sebuah kata 'hai' sederhana? Seolah- olah mereka baru saja berpisah kemarin.
"Jangan menyapaku dengan mengatakan 'hai'!" Kace menggeram, tapi matanya melihat sesuatu yang sedang dipeluk Serefina di dalam dekapannya.
Kace yakin bahwa sumber aroma yang membuatnya gila ini berasal dari 'benda' itu. Bahkan ketika dia tidak bisa melihatnya, dia tahu. Binatang buasnya mengenali sensasi ini.
"Baik." Serefina mengangkat bahu, dia menyadari perubahan pada ekspresi Kace dan cara matanya tidak bisa menghindari 'benda' di pelukannya. Dia benar kali ini. "Kalau begitu, beritahu aku. Apakah ini dia? "
Rasanya seperti gerakan lambat dalam sebuah film, ketika Serefina menunjukkan kepadanya sesosok bayi yang sedang tidur dalam pelukannya.
Kace merasa kakinya terpaku di tanah saat dia merasa seluruh alam semesta berpusat pada satu hal, dan kehidupannya menjadi tidak lagi penting. Bahkan hidupnya sendiri tidak lagi signifikan dibandingkan dengan apa yang dia lihat. Satu- satunya hal yang penting baginya adalah dia…
"Apa itu? Apa maksudmu dengan 'apakah itu dia'? " Suara Alec seperti sebuah bisikan dari tempat yang jauh, yang sampai ke telinga Kace dan membawanya kembali ke kenyataan bahwa dia telah menatap bayi yang tengah tertidur itu untuk waktu yang lama dan tidak berkedip sama sekali.
Lalu ada suara gemerincing dari belakang punggung Kace, itu adalah Ariana dengan bayi perempuannya yang berusia tiga tahun.
Ekspresi Ariana seketika itu juga berubah menjadi pemahaman tentang situasinya.
"Apakah itu adalah pasanganmu? Bayi itu adalah pasanganmu?!" Ariana menyuarakannya dalam penjelasan singkat. Sang Luna tahu betul bagaimana cara Kace memandang bayi dalam pelukan Serefina, dan ada sesuatu yang luar biasa yang tengah berkecamuk di dalam benaknya.
"Tidak mungkin…" di sisi lain, Alec menghela nafas tak percaya. "… Dia masih bayi…"
Ya, itulah yang sebenarnya ada di benak Kace juga. Dia masih bayi! Berapa usianya? Sebulan? Dua bulan? Apa ini adalah lelucon lain dari sang dewi bulan?
Tunggu, tapi itu tidak masalah, bukan?
Kace mengabaikan keterkejutan Alec dan Ariana saat dia berjalan, sangat lambat, menuju Serefina. Menatap penuh rasa penasaran pada bayi dalam pelukannya.
Setelah Kace melihat bayi itu lebih dekat, dia tidak meragukannya lagi, perasaan ini seperti sesuatu yang tidak nyata dan penantian panjang yang telah dia alami selama ini tidak sia- sia.
Penantiannya selama puluhan dekade sepadan saat Kace menyaksikan ketenangan wajah tertidurnya yang mungil.
==============
"Apa kau tidak ingin menggendongnya?" Serefina menggerutu sambil mendorong bayi itu ke dada Kace yang kokoh. Seolah tersengat listrik, Kace segera mundur.
"Jangan lakukan itu! Kau akan menyakitinya!" Kace menggeram, berusaha menjaga suaranya tetap pelan dan tidak membangunkan bayi tersebut.
"Lenganku sakit! Aku telah menggendongnya selama dua jam sekarang!" Serefina memprotes. "Kau tidak ingin menggendongnya dan sekarang Kau tidak mengizinkan aku menurunkannya! Apa menurutmu lenganku terbuat dari baja!? " sang penyihir sangat kesal dengan cara Kace bersikap.
"SSTTT! SSSTT! " Kace meletakkan telunjuk di depan bibirnya untuk menutup mulut penyihir itu. "Kau akan membangunkannya!" Lycan itu mendesis karena frustrasi. Matanya mengawasi wajah mungil bayi tersebut dengan was- was.
Bagaimana dia bisa menggendong sesuatu yang begitu rapuh seperti bayi itu? Pikiran kalau ada kemungkinan besar dirinya akan menyakitinya, hampir membuat Kace gila.
Kepanikan melintas di wajah Kace ketika dia melihat bagaimana alis lembut bayi itu berkerut sedikit seolah- olah dia akan bangun.
"Paman Kace!" Arabella memanggilnya, tapi Kace meletakkan jarinya di bibir lagi.
"Sst! Bayinya sedang tidur." Kace berkata dengan suara yang hampir seperti bisikan.
"Kace, kau sangat tegang…" Ariana merasa pusing saat melihat reaksi Kace atas hal kecil ini. Dia akan berakhir dengan depresi kalau hal ini terus berlanjut dan dia tidak belajar untuk mengendalikan diri.
Dengan cepat, Ariana memberikan putrinya kepada Alec dan menggendong bayi dalam pelukan Serefina itu dan memeluknya.
Serefina menarik nafas lega karena tangannya mulai kebas.
"Perlahan… pelan- pelan…" Kace panik.
"Kau. Duduk!" Ariana memerintahkan Kace, seolah- olah dia hanyalah anak kecil.
Dengan pasangannya berada dalam pelukan Ariana, Kace melakukan apa yang diperintahkan, namun matanya masih tertuju pada bayi tersebut.
"Rentangkan tanganmu." Ariana berkata lagi.
"Tidak! Aku tidak akan melakukannya!" Kace tahu apa yang akan dilakukan Ariana, tetapi wanita itu mendorong bayi tersebut ke arah Kace dan secara refleks tentu saja Kace akan menggendongnya. "Sialan Ariana! Jangan lakukan ini!" Kace mengutuk saat butiran keringat mulai terbentuk di dahinya.