"Nyaman banget dipapah Pak tampan. Padahal udah sore, tapi aroma tubuhnya masih harum. Pak Tampan sering-sering giniin Selvi, ya. Kalau bisa gendong sekalian. Selvi mau kok. Pak Tampan jangan marah karena kemarin Selvi keluar sama Pak Erman. Selvi enggak suka Pak Erman kok. Selvi suka sama Pak Tampan."
"Lo bisa diem, nggak?!" ketus Kenzie. Suara nyaring yang terus bertubi-tubi itu membuat migrain di kepalanya semakin menjadi. Dan ini adalah reaksi alami yang selalu dialami oleh Kenzie setiap kali berurusan dengan gadis itu.
"Iiiih ... Pak Tampan kasar banget sih, sama Selvi."
Kenzie memilih diam. Dalam hatinya ingin sekali mengumpat. Kenapa hal kekanakan seperti ini terjadi padanya. Terlebih saat melewati koridor gedung kantor paling bawah. Banyak sorot mata memandanginya. Ada beberapa staf yang berani bertanya secara terang-terangan perihal hubungan mereka berdua. Ada pula yang memilih untuk menahan tawanya melihat kedua atasannya bermesraan di kantor.
Bermesraan bagaimana? Bagi Kenzie, ini seperti lobi neraka!
"Mana mobil lo?" Kenzie mengedarkan pandangan di parkiran belakang gedung kantor.
Gadis itu tersenyum penuh arti. "Selvi tadi enggak bawa mobil."
"Ya udah kalau gitu. Alamat rumah lo mana?" Kenzie membuka ponsel dan menilik sesekali jarum pendek pada arlojinya.
"Pak Tampan mau anterin Selvi pulang? Asiiik ...."
"Gue mau pesan ojek online, buat anterin lo." Senyum mengembang Selvi berganti manyun ke depan. Harapannya pupus begitu saja.
"Saya antar ya, Sel. Sambil cari makan malam dulu," sahut seseorang di balik punggung mereka berdua.
"Pak Erman ...?" ujar Selvi sedikit gugup. Sekali lagi, manajernya ini begitu liar. Ia sepertinya sudah lupa dengan status di KTP-nya—menikah dan telah memiliki 1 buah hati. Melihat gadis secantik Selvi, mana mungkin disia-siakan begitu saja. Coba saja tilik tubuhnya yang memiliki paras gemulai itu, rambut panjang nan lurus yang dibiarkan tergerai, membuat siapa pun tak tahan untuk membawanya pulang.
"Pasti kamu ingin makan di hotel kemarin lagi, 'kan? Ayo pulang." Erman menarik lengan sang gadis.
Selvi pun hanya mengamini ajakannya dengan pasrah.
Kenzie hanya memicingkan bibir sebelahnya melihat kepergian mereka. Dalam hatinya sangat senang karena dijauhkan dari wanita yang akan merusak pertemuannya dengan beberapa koleganya malam ini.
-oOo-
Pukul 7 tepat mereka berkumpul di tempat. Kenzie datang bersama Ufo—kolega terdekatnya yang paling di percaya. Kemudian mereka mulai membicarakan tentang program yang diadakan oleh Kenzie. Walaupun terbilang nekat, bagi Kenzie ini sama halnya dengan 'gambling'. Memberi taruhan. Kalah menang ia sudah siap risikonya. Menurut para kolegannya ini sangat berbahaya. Mereka mengkhawatirkan karir Kenzie ke depannya jika gagal. Tapi Kenzie yakin bahwa keempat orang hebatnya ini bisa melakukan itu.
Rencana Kenzie adalah, keempat koleganya itu diajak untuk bekerja sama mencari nasabah baru yang bisa di percaya. Mereka diminta untuk menawarkan pinjaman dengan bunga paling kecil. Tidak mengacu pada bunga yang tertera dari perusahaan. Bagaimana bisa? Bisa saja. Dia mengorbankan gaji insentif dan reward hasil pencapaian setiap bulannya. Jadi, Kenzie akan membantu membayar angsuran setiap nasabah barunya dengan memberikan cash back setelah acc pengajuan. Namun, uang cash back ini tidak bisa diambil. Uang ini secara langsung terbayarkan pada akhir bulan pelunasan pinjaman nanti.
Secara garis besarnya, Kenzie tidak menerima gaji insentif yang telah dihasilkan dari target setiap bulannya itu. Ia akan menyumbangkan secara penuh kepada setiap nasabahnya. Dengan catatan; nasabah harus bersih namanya dan tidak memiliki record buruk pada perusahaan pembiayaan lainnya. Pun pengajuan hanya maksimal 12 bulan, tidak bisa di atasnya. Jika keempat koleganya berhasil melakukan, maka bonus khusus dari Kenzie juga akan diberikan. Semuanya sudah dipersiapkan dengan baik oleh Kenzie.
Perbincangan mereka berlangsung sampai pukul 10 malam. Semuanya setuju, tak ada kata boikot. Bagi Kenzie tidak perlu memakan waktu yang lama. Yang terpenting adalah eksekusi dan gerak cepat di lapangan. Tidak hanya itu, sebelumnya Kenzie juga sudah menggerakkan seluruh staf bawahannya untuk lebih maksimal lagi. "Jika ada kendala, kita selesaikan bersama. Jangan malu bercerita kalau ada masalah." Itulah perkataan saat briefing tempo hari kepada anak buahnya.
Pertemuan singkat itu akhirnya sampai juga pada puncaknya. Mereka semua berdiri permisi, begitu pun Kenzie yang harus mengantarkan Ufo pulang kembali. Saat perjalanan, Kenzie mampir di mini market dekat kantornya. Ia kehabisan stok mie instan. Baginya, indomie sudah menjadi santapan sehari-hari ketika pertengahan bulan seperti ini. Hemat? Tentu saja. Ada planning di tahun depan yang harus terealisasi. Dan wajib terwujud!
Toko ritel yang masih buka di sekitar sana hanya toko Alphamaria saja. Mobil Kenzie menepi di halaman parkir toko itu.
"Selamat Da—" Sapaan dari pegawai toko tersebut tertahan ketika mengatahui siapa pelanggan yang datang ke tokonya.
"Lo lagi. Tumben enggak sama si Beo?" imbuh pegawai itu bertanya kepada Kenzie dan Ufo yang baru saja masuk toko. Siapa lagi kalau bukan Kayla Sidharta, si Kasir Judes.
"Woy, di tanya malah nyelonong," imbuh Kayla.
"Ken, siapa dia? Kamu kenal?" Ufo mempercepat langkahnya mendekati Kenzie yang tengah memasuki lorong rak.
Kenzie hanya menggeleng tidak peduli. Ia fokus pada barisan rak display barang yang akan dibeli.
"Cantik banget, Ken. Bahenol," lanjut Ufo sembari mencuri pandang kasir itu dari sela-sela lorong.
"Ken, kenalin saya dong."
Kenzie menoleh dengan wajah berkerut. "Pak Ufo, kan, sudah punya istri."
"Nambah satu lagi boleh, lah."
Kenzie hanya menggeleng dan tersenyum simpul.
"Kayaknya dia bagus jadi istri kedua saya," celetuk Ufo.
"Istri saya mah, jauh sama dia. Body-nya, Ken. Mirip artis korea. Kayak pemain 'bikini bottom'. Mulus banget kulitnya. Bibirnya kayak silet. Mau dong disayat sama bibir tipis itu." Ufo masih menggumam dengan halusinasinya. Sepertinya, lelaki hidung belang itu tidak menyadari apa yang sedang Kenzie lakukan di sebelahnya.
"Gimana, Ken. Pasti kamu setuju dia jadi istri kedua saya." Ufo menoleh ke arah Kenzie.
Senyap mengambil alih. Pada detik berikutnya, Ufo tersentak kaget. "Kamu ngapain?" Matanya membeliak melihat rekaman suara sedang berjalan dari ponsel Kenzie.
Kenzie tersenyum jahat. "Makanya, punya mata dan mulut dijaga. Sekali lagi Pak Ufo berani selingkuh, awas! Saya setorkan ini ke istri Pak Ufo, loh." Meski ia tidak akan pernah melakukan hal seperti itu. Kenzie hanya menakuti Ufo agar tidak mengulangi kebiasaan buruknya.
Ufo menggaruk kepala bagian belakang yang tidak gatal. Ia menyadari dan sudah kepalang malu sering kedapatan Kenzie bermain wanita. Tapi akhir-akhir ini ia sudah mulai sadar dengan ucapan Kenzie—yang hampir setiap kali bertemu ia menasihatinya. Sedikit demi sedikit, Ufo mulai meninggalkan kebiasaan buruknya itu.
Memang benar. Harta, tahta, wanita itu selalu menggoda.
-oOo-
"Tumben lo cuma sedikit belanjanya?" tanya Kayla kepada kedua pelanggan yang baru sampai di area kasir.
Kenzie hanya bergeming. Pun Ufo, meskipun matanya tak berkedip melihat kasir di depannya yang menurutnya sempurna untuk seorang gadis perawan. Sebaliknya, Kayla memandang Ufo dengan gamang.
"Teman-teman lo banyak yang aneh, ya," ujar Kayla sembari memasukkan barang belanjaannya yang sudah ter-scan ke dalam kantong plastik.
Kenzie tetap tidak menanggapinya.
"Total belanjanya 97 ribu. Mau dibayar cash, debit, kartu kredit, atau pakai hati?"
Kenzie mengeluarkan uang 100 ribu. "Udah, kembaliannya ambil aja."
"Songong banget. Kembalian 3 ribu enggak lo ambil."
"Itu buat tutup mulut lo biar enggak banyak bacot." Kenzie dan Ufo keluar dari toko itu.
Kayla mengumpat dan menyumpahi Kenzie, "Demi resep krabby patty Tuan Krab, lo pasti bakal jatuh cinta sama gue, Babe."
"Udah di bilang, lo sama gue aja, Kay." Seseorang menepuk bahunya. Kebetulan hari ini Kayla satu shift lagi dengan Wahyudi. Wahyudi lagi, Wahyudi lagi.
"Ogah. Lo mupeng."
"Apaan itu mupeng?"
"Muka pengen!"
Wahyudi dibuat diam terbungkam dan kalah telak karena ucapan dari ucapan Kayla barusan.
Sementara itu, Ufo masih membicarakan kasir toko tadi. Ia menanyakan alamat rumah dan sebagainya kepada Kenzie. Sayangnya, Kenzie mana tahu tentang asal muasal makhluk astral itu? Kenal saja tidak, apalagi alamat rumahnya.
"Kasir tadi seksi lho, Ken. Kayaknya suka tuh sama kamu," ujar Ufo sembari melihat detik hitung mundur lampu merah dari kaca mobil. Kenzie hanya diam tidak menghiraukan ucapan pria 35 tahunan itu. Tidak bisakah sekali saja saat mereka bertemu tidak membahas wanita?
"Jangan sok cuek gitu jadi cowok. Nanti jodoh kamu mati dalam kandungan gimana, hayo."
"Naudzubillah. Jangan sampai dong, Pak."
"Nah, gitu dong, akhirnya buka mulut." Ufo terkekeh melihat sahabatnya menanggapi serius ucapannya.
"Jangan-jangan kamu ...." Ufo menggantungkan kalimatnya.
Kepala Kenzie berputar 90 derajat ke kiri—dengan cepat memandang pria di sebelahnya.
"Homo."
Tiiinn ... tiiinn ....
Suara klakson mobil di belakangnya terdengar membabi buta ketika melihat APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas) baru berpindah ke warna hijau. Sebagian pengendara lainnya mengumpat setelah menyalip mobil Kenzie.
Tidak bisakah mereka sabar sedikit? batin Kenzie kesal.
"Hm?" tanya Ufo mengulang, menampangkan senyum aneh.
"Apa?"
"Jangan-jangan kamu homo."
Tiiiiiinnnnn ....
"GOBLOK!" Mulut Kenzie lepas begitu saja ketika melihat anak muda mengendarai motor dengan memotong jalan seenak udelnya. Ufo tertawa puas mendengar sumpah serapah yang diucapkan sahabatnya itu.
"Saya enggak homo, Pak. Saya masih normal. Hanya saja belum ada yang cocok buat saya," jelas Kenzie.
Ufo manggut-manggut sembari cekikikan. "Baiklah. Kalau begitu, buktikan kejantananmu, Kawan." Lantas menepuk bahu kiri Kenzie.