...
Di sebuah dimensi ruang gelap nan hampa, aku hanya mengapung tanpa bisa melihat apa-apa.
Eh? Di mana aku? Apa yang terjadi ... ?
(Ah ... iya, aku sudah mati. Aku tidak menyangka akan mati dengan cara seperti itu. Sungguh cara mati yang sangat klasik.)
...
Beberapa saat sebelumnya.
Aku sedang berjalan pulang dari sekolah dan seperti biasa aku selalu berjalan melewati jalan ini. Tapi, disaat aku berjalan aku melihat ada seekor kucing kecil yang sedang terkapar berada tepat di tengah jalan.
(Kucing kecil itu kenapa ya? Kenapa dia berdiam di tengah jalan raya seperti itu?)
Aku mendekati kucing itu, lalu melihat keadaannya, "Ya ampun, dia berdarah!" Sepertinya dia ditabrak oleh seseorang lalu ditinggal begitu saja.
(Dasar orang tidak bertanggung jawab, bila ketemu akan kubunuh kau!)
"Kucing ... apa kamu baik-baik saja?" Tanyaku kepada Kucing yang sedang terkapar lemas di tengah jalan itu. Tepat setelah aku bertanya tangan kucing itu sedikit bergetar, "Nyaa~" Kucing itu mengeluarkan suara!
"Woaaaaahh! Syukurlah kamu masih hidup, ayo kita segera pergi ke dokter!" Aku menundukkan tubuhku lalu mengangkat kucing itu untuk kubawa menuju ke dokter hewan. Niatnya sih begitu, tapi ... semua itu tidak berjalan dengan lancar.
Saat aku menggendong kucing kecil itu dan berusaha untuk berdiri.
*Suara tabrakan mobil*
Tepat setelah aku berdiri, aku ditabrak dari belakang oleh mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi. Aku dan kucing kecil yang sedang kugendong ini terpental cukup jauh. Aku berusaha memeluk kucing kecil itu sekuat tenaga agar dia tidak terluka.
Mobil itu terus menginjak gasnya dan pergi begitu saja.
Tubuhku terkapar lemas ... pendarahan hebat terjadi, darah sudah membasahi seluruh tubuhku dan terus mengalir ... bahkan, darahku sampai menyelimuti tubuh kucing kecil itu.
(Ahh ... Dingin sekali.)
Aku melihat kucing kecil itu ... kucing itu sudah diambang batas, sudah tidak bisa diselamatkan lagi, pendarahan kucing itu pun semakin memburuk. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa aku mengelus kepala kucing kecil itu.
"Ma-Maaf ya, aku tidak bisa menolongmu ... aku berharap, semoga kamu bisa mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik setelah ini." Dengan suaraku yang sudah sangat serak dan darah yang mulai mengalir dari mulutku, aku berusaha mengatakan semua hal yang ingin kukatakan.
*Suara batuk*
(Ahh ... aku sudah sampai batasnya ya? Aku ini benar-benar manusia yang tidak berguna, menyelamatkan seekor kucing saja tidak bisa. Sungguh membuatku ingin tertawa.)
Aku terus menerus mengelus kepala kucing kecil itu. "Kasihan sekali ... kucing kecil yang lucu sepertimu harus mati bersamaku di tempat seperti ini. Semoga suatu saat nanti, aku bisa bertemu denganmu di kehidupan selanjutnya ... dan melihatmu hidup dengan bahagia."
"Nya-" *Suara batuk* Sebelum kucing itu selesai mengeong ia terbatuk dan setelah itu, dia tidak bergerak lagi.
Aku terus mengelus-elus kepala kucing itu hingga tanganku sudah tidak bisa digerakkan lagi.
(Dingin sekali ... )
Aku mulai mengantuk, sebaiknya aku tidur dan berharap akan ada hal baik yang menantiku di kehidupanku selanjutnya.
"Sampai jumpa lagi ku-cing ... ke-cil ..."
...
Saat ini.
Dan begitulah kenapa sekarang aku bisa berada di tempat gelap nan hampa ini sendirian.
(Sebenarnya ini di mana ya?)
Sedikit demi sedikit cahaya putih muncul di hadapanku. Mataku pun menjadi sakit, akhirnya aku memutuskan untuk menutup mataku ... dan saat aku membuka mataku.
...
"Hey! Aku adalah Tuhan dari duniamu, salam kenal ya!"
Tiba-tiba aku berada di sebuah ruangan dengan gaya tradisional jepang yang dipenuhi dengan tatami dan yang lebih mengejutkannya lagi di hadapanku ada seorang wanita berambut putih panjang yang sedang memakai yukata, bahkan ia juga mengaku bahwa dirinya adalah ... Tuhaaaan?!!!
"Eh? Apa? Tu- apa?!" Tanyaku yang kebingungan.
Wanita di hadapanku itu tersenyum dengan lembut. "Ya, aku adalah Tuhan dari duniamu, namaku Ginko salam kenal ya."
"O-Oh ... namaku Jun, Sakamaki Jun. Salam kenal ya Ginko." Ucapku sembari menundukkan kepala untuk menunjukkan rasa hormat.
Ginko tersenyum sambil melihat ke arahku. "Wah, kamu sopan sekali ya, aku suka itu."
(Kalau dilihat-lihat Ginko ini cantik sekali ya, kepincut aku.)
"Ehem ... Jun, semua hal yang kamu pikirkan dan yang kamu ucapkan dalam hatimu barusan, kedengeran lho."
"A- ... maaf." Kataku dengan nada yang sedih.
"Eh? Tidak, tidak apa-apa kok, malah aku senang kalau kamu berpikir seperti itu. Terimakasih ya ... Jun." Balas Ginko dengan senyumannya yang sangat mempesona.
Aku yang melihat senyuman indah itu sudah tidak tahan lagi. "Cantik banget ya ampun ... " Dan tanpa kusadari kata-kata itu keluar dari mulutku.
"Ahahaha! Kamu menarik sekali Sakamaki Jun. Baiklah, aku akan langsung membahas topik utamanya, Sakamaki Jun ... apakah kamu mau menjadi Tuhan di dunia paralel?"
"Eh?! Aku? Jadi Tuhan?" Tanyaku dengan wajah kebingungan.
"Iya kamu, Tuhan di dunia itu sudah mau pensiun dan pas sekali hari ini adalah hari di mana dia melepas jabatannya."
(Melepas jabatannya? Memangnya Tuhan itu jabatan ya?)
"Iya, jadi begini ... di alam semesta ini dunia itu tidak hanya ada satu tapi, ada banyak sekali! Dunia dengan ukuran besar yang setara dengan bumi ada sekitar 30 dunia. Kalau dunia dengan ukuran kecil tidak terhitung jumlahnya, mencoba menghitung dunia kecil itu sama saja seperti kamu sedang mencoba untuk menghitung 1 per 1 jumlah garam yang ada di seluruh lautan. Juga, setiap dunia memiliki Tuhan-nya masing-masing." Ujar Ginko meresponi perkataan hati Jun.
"Ah, aku lupa kalau berbicara dalam hati itu tetap terdengar. Oh iya, sebelum aku memutuskan ingin menjadi Tuhan atau tidak, apa boleh aku bertanya 1 hal?" Tanyaku.
"Tentu, silahkan." Balas Ginko.
"Apa yang harus aku lakukan bila aku menjadi Tuhan? Dan apa yang akan terjadi padaku bila aku tidak menerima tawaran menjadi Tuhan ini?" Tanyaku kepada Ginko dengan wajah yang cukup serius.
"Jujur saja tidak ada, tidak ada hal yang harus kamu lakukan. Tapi tentu saja sudah suatu hal yang mutlak bahwa setiap dunia harus memiliki Tuhan, karena bila tidak keseimbangan dunia itu sendiri akan rusak dan dunia itu akan hancur. Intinya kamu bebas melakukan apapun! Kamu boleh berada di singgasanamu seperti yang aku lakukan saat ini, atau kalau mau, kamu juga boleh turun dan tinggal di dunia yang kamu Tuhani lho!" Ujar Ginko dengan semangat yang membara.
"Wooh ... "
"Tentunya, bila kamu menjadi Tuhan, kuasa, kekuatan, pengetahuan, serta seluruh otoritas yang hanya dimiliki oleh Tuhan bisa kamu dapatkan! Salah satu contoh kecilnya seperti ini."
*Suara jentikkan jari*
Ginko menjentikkan jarinya dan dalam sekejap muncul seorang wanita cantik memakai yukata membawakan sebuah toples penuh berisi cemilan kesukaan Ginko.
"Woah!? Hebat sekali, bagaimana caranya bisa seperti itu?" Tanyaku yang penasaran dibuatnya.
"Kamu hanya perlu menggambarkan apa yang ingin kamu ciptakan di pikiranmu saja dan jika gambaran itu selesai, kamu hanya perlu berkata/berpikir bahwa apa yang kamu gambarkan itu tercipta dan ... voila! Jadi deh."
"Terus, jentikkan jari tadi untuk apa?" Tanyaku dengan wajah keheranan.
Ginko memalingkan wajahnya sambil bersiul-siul. "Fufufu-fufu ... fufu."
"Lah?! Cuma gaya toh?!" Teriakku dengan wajah ngajak ribut.
Dengan wajahnya yang serius Ginko melihat ke arahku. "Dan jika kamu menolak tawaran ini, maka kamu akan disucikan, yang artinya kamu akan musnah dari alam semesta ini."
Mendengar itu, tanpa pikir panjang aku langsung menjawab. "Baiklah aku terima! Jadi ... dunia seperti apa yang akan aku Tuhani nanti?" Tanyaku.
"Pertanyaan bagus. Kamu akan menjadi Tuhan di 1 dunia besar dari 30 dunia besar yang ada dan dunia yang akan kamu Tuhani adalah dunia yang disebut dengan Minase, garis besarnya Minase sendiri adalah satu-satunya dunia di mana semua ras ada di dalam 1 dunia, tidak seperti bumi yang hanya diisi oleh ras manusia dan hewan." Jawab Ginko.
"Semua ras? Apa saja?" Tanyaku.
"Garis besarnya sih ada manusia, hewan, elf, peri, setengah manusia, goblin dan masih banyak lagi. Dan 1 lagi, di dunia ini ada yang namanya sihir, jadi jangan kaget ya." Ujar Ginko.
(Jangan kaget gimana? Emangnya kemunculan wanita dengan yukata yang bawa toples tadi enggak kaya sihir hah?! Udah dari tadi kagetnya!)
"Ahahaha!!!" Mendengar perkataan hatiku, Ginko langsung tertawa sangat keras.
"Ah ... lupa." Kataku sambil melihat Ginko yang sedang tertawa terbahak-bahak.
"Huft ... ya pokoknya nanti kalau kamu sudah menjadi Tuhan, kamu akan tahu semuanya kok, sekarang kamu pergilah ke tempat kakek-kakek itu berada dan bilang begini 'Kata Ginko: Udah cepet pensiun sana, bau tanah!!!' Gitu, oke?"
"Eh? Serius?" Tanyaku.
"Iya, percayalah padaku." Ucap Ginko dengan nada yang lembut.
Aku menganggukkan kepalaku, "O-Oke ... " Balasku.
Ginko mengarahkan tangannya kepadaku. "Nah, kalau begitu ... sampai jumpa dan semoga hidupmu menyenang-"
"Tunggu!" Tepat sebelum Ginko menyelesaikan perkataannya, aku berteriak.
"Ada apa, Jun?" Dengan wajahnya yang bingung ia bertanya.
"Apa aku ... bisa bertemu denganmu lagi?" Tanyaku dengan suara cemas.
Ginko tersenyum bahagia dan wajahnya memerah merona. "Kamu ini memang berbeda ya, Jun ... tentu, kamu bisa bertemu denganku kapan saja. Mainlah kesini bila ada waktu ya, aku menunggumu." Ucap Ginko dengan senyuman di wajahnya.
"Ah ... aku pasti akan datang untuk menemuimu, tunggulah aku, Ginko." Kataku sembari menatap mata Ginko.
Ginko menjentikkan jarinya dan sedikit demi sedikit tubuhku memudar seperti akan menghilang, tepat sebelum seluruh tubuhku menghilang aku mendengar sesuatu.
"Aku akan selalu menunggumu ... Jun. Semoga perjalananmu menyenangkan."