PROLOG
🍩🍬
Jember, 2017
####
Bagi Kiya, Ari nggak lebih dari cowok menyebalkan dengan tampang tidak berdosanya. Tidak seperti yang teman-temannya bahkan orang luar katakan. Jika bagu mereka Ari masuk dalam tipikal cowok yang mendekati sempurna, bagi Kiya justru sebaliknya. Ari adalah sesosok yang menjengkelkan dengan segala tingkahnya.
Seperti contohnya saat ini, gerimis sudah bermetamorfosa menjadi hujan dan lagi-lagi ia harus menahan emosinya karna cowok itu membuatnya menunggu dan terlambat untuk pulang.
Sebenarnya, bisa saja dia naik angkot atau kendaraan umum lainnya bahkan meminta jemput ke Bang Gio, tapi sialnya Ari melarangnya dan menyuruhnya menunggu dengan iming-iming traktiran di Grand Opening Transmart.
Sudah lebih dua puluh empat menit berlalu dan ia masih setia menunggu Ari di tribun teratas. Menunggu cowok menyebalkan itu selesai latihan basket. Tahu yang jadi kebiasaan orang Indonesia?
Katanya sebentar. Nggak tahunya malah hampir setengah jam ia menunggu.
Kiya ingin sekali menjambak rambut Ari ketika cowok itu berlari ke arahnya dengan wajah polos kemudian nyengir tanpa dosa.
"Sorry, telat."
"Ya."
"Marah ya?"
"Enggak."
Ari menghela nafas, "Yaudah, ayo pulang."
Kiya mebelalakkan matanya, "Nggak! Katanya mau ke grand opening Trasmart!!"
Melihat wajah Kiya yang sekarang sudah tertekuk, Ari mendengus, "Masih inget aja sih."
"Iyalah. Tadi kan udah janji!! Pokoknya gue mau naik roaller coaster. Titik. Abis gitu main skyscraper. Terus makan, terus nonton. Terus main paris swing, abis gitu makan lagi. Terus apa ya lagi?" Kiya mengerutkan alisnya, nampak berfikir.
Sedetik kemudian, raut wajahnya nampak antusias. "Ah ya, abis gitu beliin gue sepatu. Lo belum kasi gue kado pas ulang tahun kemarin."
Ari tersenyum kecil melihat tingkah menggemaskan Kiya. Ia menarik tangan Kiya menuju parkiran dimana mobilnya terparkir dan membiarkan gadis itu terus mengoceh.
Setelah itu, ia memutari mobilnya dan membuka pintu sebelah lalu masuk dan duduk di depan kemudi.
"Jadi, seriusan nih ke Transmart?" tanya Ari setelah melajukan mobilnya.
"Iyalah. Lo udah janji tadi."
"Tapi lo kudu bayar buat ini."
Kiya mendengus, "Mana ada?! Sama aja lo nggak traktir gue!"
"Dih. Kenapa sih giliran ke gue lo selalu nyolot?"
"Ke Derys aja sok-sok baik. Sok kalem. Najis banget." lanjut Ari.
"Derys kan baik. Mana ganteng lagi orangnya. Nggak kayak lo." Kiya melirik Ari disebelahnya
"Udah jelek, sok cuek, irit banget ngomongnya. Sok cool banget. Padahal manja." balas Kiya nggak mau kalah.
Ari yang mendengarnya berdecih, "Makasih Kiya."
"Iya, sama-sama." jawab Kiya tanpa merasa berdosa.
"Ngeselin banget lo, untung sayang." gumam Ari.
Mendengar hal itu, Kiya langsung mengalihkan pandangannya ke luar mobil. Selain menyebalkan, Ari adalah tipikal orang yang blak-blakan soal perasaan.
Sudah berulang kali cowok itu menyatakan perasaannya, namun selalu ia tolak. Selain karna tidak ingin merusak pertemanan, ia juga nggak mau menyakiti Ari dengan berpura-pura menerimanya.