IM.05 AKU HANYA INGIN IA MENDERITA
VIOLETTA WINSTON
Aku tersenyum kepada Albert Ma yang menatapku dengan wajah penuh rasa penasaran. Setelah ia memutuskan untuk tidak lagi berkomunikasi denganku dan memilih Allura Gibson sebagai istrinya, akhirnya aku kembali bertemu dengannya. Bahkan aku melihat wajah tampannya itu semakin lama semakin berkharisma. Membuatku yang dari dulu sangat mencintainya, kini semakin tergila-gila padanya.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu, Albert? Sudah lama tidak bertemu, mestinya aku memperlakukanku dengan baik. Apakah kamu tidak ingin mempersilahkanku duduk terlebih dahulu sebelum aku menjelaskannya?"
Albert Ma terdiam beberapa saat dan menatapku dengan tatapan yang rumit. Dari ekspresi wajahnya saat menatapku, ia terlihat sangat enggan untuk berbicara banyak padaku. Namun aku berusaha untuk tetap tenang melihat ekspresi wajah yang tidak menyenangkan itu. Karena aku yakin, ia pasti akan mau mendengar ceritaku walau dengan perasaan tidak senang. Aku adalah orang yang telah mengantar Adrian Ma kepadanya dalam keadaan baik-baik saja. Meski kami tidak bisa bicara terlalu lama, setidaknya ia harus berterima kasih kepadaku.
Albert Ma yang masih berdiri di tengah ruangan, melepaskan tangan kecil Adrian Ma dari kakinya dengan perlahan. Kemudian ia menoleh ke arah karyawannya yang dari tadi berdiri di samping pintu ruangan dan berkata, "Cassey, tolong bawa Adrian keluar. Antarkan ia ke kamarnya untuk beristirahat."
"Baik, Tuan." Wanita yang bersama Cassey menganggukan kepalanya dan melangkah menghampirinya.
Saat Cassey hendak membawa Adrian Ma keluar ruangan, Albert Ma kembali bersuara, "Adrian, pergilah ke kamarmu bersama Aunty Cassey. Nanti Daddy akan menyusulmu."
"Baik, Dad. Tapi Dad... Apakah nanti aku boleh tidur bersama Daddy?"
"Ya, tentu saja Sayang. Nanti malam Daddy akan tidur di kamarmu. Sekarang pergilah bersama Aunty Cassey."
"Baik, Dad."
Setelah Cassey dan Adrian Ma berlalu pergi keluar ruangan, Albert Ma melangkah menuju meja kerjanya. Saat ia telah duduk di kursi kebesarannya, ia menoleh ke arahku dan berkata, "Violet, duduklah!"
Aku melangkahkan kaki menghampiri Albert Ma yang tidak pernah menatapku lama. Baru saja aku duduk di kursi yang ada di hadapanya, ia menoleh ke arahku dan kembali bertanya, "Violet, bagaimana bisa Adrian ada bersamamu?"
"Semua kemungkinan bisa terjadi, Albert."
"Maksudku... Bagaimana bisa kamu menemukan Adrian? Polisi Singapore dan pihak terkait telah mengatakan bahwa mereka menyerah karena tidak menemukannya setelah satu bulan melakukan pencarian. Tapi sekarang malah kamu yang mengantarnya kemari. Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Albert, jangan salah paham padaku. Aku bertemu dengan Adrian saat aku tengah berlibur ke Pulau Mecan yang tidak terlalu jauh dari kota Batam. Karena aku sangat mengenal wajah Adrian yang mirip denganmu, aku pun menanyakannya kepada nelayan yang telah merawatnya. Aku berusaha meyakinkan nelayan itu bahwa Adrian adalah putra dari temanku. Setelah melalui proses yang panjang, aku pun membawanya ke Singapore bersamaku. Dan sebelum aku mengantarnya kemari, aku merawatnya selama dua hari di apartemenku. Maaf, jika aku baru sempat mengantarnya kepadamu hari ini. Karena aku merasa sangat lelah setelah pulang berlibur beberapa hari yang lalu."
"Kenapa kamu tidak langsung menghubungiku saat kamu menemukannya?"
"Waktu aku menemukannya, aku sudah berulang kali mencoba untuk menghubungimu. Tapi sekalipun kamu tidak pernah menjawab panggilan telepon dariku."
"Kapan kamu menghubungiku?"
"Tiga hari yang lalu."
Albert Ma terdiam beberapa saat seolah sedang berpikir lalu berkata, "Apakah kamu yang menghubungiku puluhan kali itu?"
"Ya, itu aku. Setelah kamu memutuskan komunikasi denganku waktu itu dan tidak ingin lagi bertemu denganku, aku mengganti nomor ponselku."
"Bukankah kamu tahu sendiri bahwa aku tidak akan menjawab panggilan telepon dari nomor asing?"
"Ya, aku tahu."
"Lalu kenapa kamu tidak mengirimkan pesan padaku?"
"En... Aku juga lupa untuk mengirimkan pesan padamu. Tapi bukankah lebih baik jika aku mengantarnya langsung padamu?"
"Ya, apa yang yang kamu katakan itu benar. Tapi jika kamu memberi tahuku saat itu, aku pasti akan menjemputnya lebih awal.
Karena aku sangat mengkhawatirkannya. Selain itu aku juga tidak ingin merepotkanmu."
Aku tersenyum kepada Albert Ma yang masih duduk di hadapanku dan berkata, "Albert, kita saling kenal sudah sejak lama. Jadi kamu tidak perlu sungkan padaku. Aku juga tidak merasa direpotkan jika harus mengurus Adrian."
"Terima kasih, Violet." Albert Ma berkata dengan wajah datar.
Setelah berterima kasih kepadaku, Albert Ma tidak lagi berkata apa-apa. Begitu juga denganku yang masih duduk di kursi yang ada di hadapannya. Kami saling diam di satu ruangan cukup lama. Hingga akhirnya aku yang masih ingin berbincang lebih banyak dengannya pun kembali bersuara untuk memecahkan suasana.
"Oh iya, Albert. Dimana Allura?" Aku bertanya sambil menoleh ke sekitar ruangan seolah tidak mengetahui apa-apa.
Tanpa menatap wajahku, Albert Ma menjawab pertanyaanku dengan suara rendah, "Ia pergi."
"Kemana? Rasanya sudah cukup lama aku duduk di sini. Tapi hingga kini aku belum melihatnya."
"Aku tidak tahu kemana ia pergi, Violet."
"Tidak tahu kemana ia pergi? Apa kalian sedang bertengkar?" Aku bertanya dengan ekspresi wajah yang berpura-pura kaget.
Albert Ma terdiam beberapa saat lalu menjawab dengan wajah murung seolah sedang menahan kesedihan, "Ya, kami bertengkar sebulan yang lalu. Kami bertengkar karena salah paham saat kehilangan Adrian. Saat kejadian buruk itu terjadi, aku sangat emosi hingga lepas kendali. Mungkin ia sangat terluka oleh ucapanku yang kasar hingga pergi tanpa memberi tahuku."
Dengan wajah sedikit bersalah aku berkata, "Maaf, Albert. Aku tidak bermaksud membuatmu bersedih. Aku hanya..."
"Tidak apa-apa, Violet. Sangat wajar kamu menanyakan keberadaanya karena tidak melihatnya di sini."
"Ya, aku bertanya karena tidak melihatnya dari tadi. Lalu... Apakah kamu tidak berusaha untuk mencarinya? Jika kalian memiliki masalah atau salah paham, alangkah baiknya diselesaikan dengan kepala dingin."
"Ya, kamu benar. Tapi kehilangan Adrian saat itu membuatku sangat panik hingga melampiaskan kemarahan kepadanya. Aku sudah berusaha mencarinya, tapi aku tidak menemukannya."
"Apakah ia tidak pernah memberi kabar padamu?"
"Tidak. Ia tidak hanya pergi, tapi juga menghilang."
Aku terdiam beberapa saat lalu kembali bersuara, "Albert, bagaimana jika ia tidak kembali lagi? Maaf, aku tidak bermaksud membicarakan hal buruk tentang Allura padamu. Tapi aku hanya memikirkan hal terburuk, mengingat ia telah pergi selama satu bulan."
"Hingga kini aku emmang tidak tahu kemana ia pergi, Violet. Aku juga tidak tahu apakah keadaannya baik-baik saja atau tidak. Tapi sampai kapanpun aku akan terus mencarinya walau harus melakukan berbagai cara. Aku tidak bisa hidup tanpanya."
Seketika hatiku terasa hancur mendengar ucapan yang baru saja diucapkan oleh Albert Ma kepadaku. Selama aku mengenalnya dan menjadi kekasihnya, ia tidak pernah mengatakan hal yang membuatku begitu yakin kepadanya selain kata cinta darinya. Namun kali ini aku mendengar ucapannya yang begitu menyakitkan bahwa ia tidak bisa hidup tanpa Allura Gibson. Sebesar itukah cintanya kepada wanita yang telah merebutnya dariku itu? Apakah ia tidak akan berpaling padaku lagi meski aku telah melakukan berbagai cara agar ia kembali mencintaiku? Tidak, aku tidak akan membiarkan diriku menjadi pecundang untuk kedua kalinya. Aku akan melakukan berbagai cara agar Albert Ma kembali ke dalam pelukanku. Aku harus bisa membuatnya bertekuk lutut padaku. Bahkan aku harus bisa menemukan Allura Gibson lebih dulu dari pada Albert Ma dan memastikan bahwa ia tidak akan kembali lagi.
Aku tersenyum pahit kepada Albert Ma sembari berkata, "Sepertinya kamu sangat mencintai istrimu, Albert. Bahkan perasaanmu terhadapnya melebihi perasaanmu terhadapku dulu."
"Violet, jangan bicara seperti itu. Jangan pernah ungkit lagi masa yang telah lalu. Semua itu memiliki porsi masing-masing pada masanya." Albert Ma berkata dengan wajah datar.
"Ya, aku tahu itu."
Baru saja aku selesai berkata, tiba-tiba ponsel yang ada di dalam tasku berbunyi. Dengan segera aku membuka tas kecil yang ada di tanganku dan mengambil ponselku. Terlihat nama 'Firash' muncul pada layar ponselku sebagai kontak yang sedang menghubungiku. Sambil bangkit dari kursi yang dari tadi aku duduki, dengan perasaan gugup aku berkata, "Maaf, Albert. Aku harus keluar sebentar untuk menjawab panggilan masuk ini."
"Ya, silahkan Violet."
Tanpa berpikir panjang, aku berjalan dengan langkah tergesa-gesa keluar ruangan kerja milik Albert Ma itu. Aku melangkah menjauhi ruangan tersebut hingga akhirnya sampai di taman samping rumahnya. Saat aku telah berada jauh dari orang-orang yang tinggal di rumah ini dan merasa di sekelilingku aman, aku pun menjawab panggilang telepon dari Firash yang bekerja untukku. Dengan suara rendah aku berkata, "Firash, ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba menelepon tanpa memberi tahuku melalui pesan singkat terlebih dahulu?"
"Maaf jika aku mengganggu waktu Nona. Tapi akuĀ memiliki kabar baik untuk Nona."
"Kabar baik? Kabar baik apa, Firash?"
"Nona, aku telah menemukan wanita yang Nona cari itu. Aku telah mendapatkan informasi tentang wanita yang bernama Allura
Gibson."
Mendengar nama Allura Gibson dari seberang telepon, membuat suasana hatiku kacau. Seketika rasa khawatir muncul di hatiku mengingat kesedihan dan kekalahanku yang akan aku rasakan jika Allura Gibson kembali bersama Albert Ma. Sambil melangkah semakin jauh dari pintu yang terhubung dengan taman samping rumah, aku kembali bertanya, "Katakan padaku, informasi apa yang kamu dapatkan tentangnya?"
"Nona, wanita yang bernama Allura Gibson itu masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja. Sekarang ia tidak berada di Singapore, tapi ia berada di Bhutan. Sudah hampir satu bulan ia berada di Thimphu, ibukota Bhutan."
"Jika ia berada di luar negeri, pastinya Albert akan mengetahui keberadaan dan perjalannya. Karena ia telah menyuruh orang untuk mencari istrinya. Lagi pula pihak imigrasi pasti memiliki data orang-orang yang keluar masuk Singapore. Akan sangat mudah bagi orang Albert untuk melacaknya."
"Sebelum wanita itu keluar dari Singapore, ia telah membayar orang untuk mengganti semua identitasnya. Sehingga tidak mudah bagi orang-orang untuk mencari atau melacaknya."
Aku yang masih merasa khawatir dengan nasibku kedepannya, terdiam beberapa saat sambil memikirkan berbagai kemungkinan. Kemudian dengan nada sedikit panik aku bertanya, "Firash, apakah menurutmu ia akan kembali ke Singapore ini dalam waktu dekat?"
"Mungkin saja, Nona. Karena dari informasi yang aku dapat, wanita itu sedang hamil. Orangku mengatakan bahwa ia baru saja pergi ke dokter kandungan kemarin. Aku tidak tahu apakah ia sedang hamil anak dari Tuan Albert atau teman prianya. Jika ia tengah hamil anak dari Tuan Albert, kemungkinan ia kembali ke Singapore sangat besar. Tapi jika ia sedang hamil anak dari teman prianya, pastinya ia tidak akan kembali."
"Teman pria? Siapa teman prianya, Firash?"
"Kalau tidak salah nama teman prianya itu Joshua. Wanita bernama Allura itu pergi ke Bhutan bersama teman prianya itu."
Aku terdiam beberapa saat setelah mendengar penjelasan dari Firash yang ada di seberang telepon. Meski aku mengetahui bagaimana perasaan Joshua terhadapnya, namun aku tidak menyangka Allura Gibson akan bersama Joshua di Bhutan sana. Mungkinkah telah terjalin hubungan yang lebih serius diantara mereka? Tidak, itu tidak mungkin.
Aku sangat tahu bagaimana Joshua. Ia bukanlah pria yang tidak bermoral yang akan memaksakan sesuatu pada orang lain. Dan aku juga sangat tahu bagaimana keras dan setianya Allura Gibson. Hal itu bisa aku lihat dari kesabarannya dalam merawat dan menghadapi sifat keras Albert Ma selama ini. Selain itu ia bukanlah wanita murahan yang dengan mudahnya menjalin hubungan dengan pria lain. Jadi tidak mungkin anak yang sedang dikandung oleh Allura Gibson itu adalah anak dari Joshua. Dan aku merasa yakin bahwa bayi itu adalah milik Albert Ma.
Dengan suasana hati yang semakin kacau aku berkata, "Firash, ia tidak boleh kembali ke Singapore ini. Ia tidak boleh kembali kepada Albert."
"Lalu apa yang harus aku lakukan, Nona?"
"Kamu harus melakukan berbagai cara agar ia tidak kembali ke Singapore ini, Firash. Apapun itu, lakukanlah!"
"Bagaimana dengan bayi yang ada di kandungannya, Nona? Apa aku harus melenyapkannya?"
"Tidak, Firash. Kamu tidak perlu melenyapkan bayinya. Aku tidak ingin membunuh siapapun. Aku hanya ingin ia menderita melebihi apa yang aku rasakan. Aku ingin kamu membuatnya melupakan Singapore ini. Buat ia menderita hingga tidak bisa kembali ke Singapore ini. Ia tidak boleh kembali ke Singapore. Apapun caranya, kamu harus membuatnya melupakan semua yang ada di Singapore ini."
"Baik, Nona. Perintah dari Nona sangat menarik dan membuatku tertantang. Apakah aku perlu membuatnya menjadi tidak waras dan melupakan semua?"
"Terserah padamu, Firash. Lakukan semuanya sesukamu. Yang terpenting ia tidak kembali lagi ke Singapore ini. Satu lagi, jangan sampai misi ini gagal."
"Baik, Nona. Asalkan transferannya lancar, semua akan berjalan dengan lancar. Hehe..."