Daniela dan Andrew buru-buru menghampiri Lassy yang baru membuka mata. Keduanya tegang. Wajah mereka menampakkan kecemasan yang begitu besar. Salah satu dari mereka langsung memeriksa hampir sekujur tubuh Lassy. Mencoba membalik lengannya, melihat wajahnya, memeriksa kepalanya, bahkan harus mengangkat sebelah kaki Lassy yang penuh luka. Kalau bukan karena mereka berlainan jenis kelamin, Lassy pasti ditelanjangi untuk diperiksa setiap inci kulit tubuhnya.
Lassy, si pesakitan hanya bisa meringis. Menahan sakit tapi tidak sanggup menyuarakannya. Tindakan Andrew begitu spontan sampai-sampai Lassy dan Daniela tidak siap untuk mengantisipasinya.
"Kau sudah sadar, Las? Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit ... yang paling sakit?" Andrew menurunkan kaki Lassy pelan-pelan. "Kau baik-baik saja, kan?"
"Sakit, And!" pekik Lassy. Cuma suara serak yang keluar dari tenggorokannya. "Sakit!" ulangnya. Ingin marah tapi tidak cukup tenaga.
"Maaf! Maaf!" Andrew berhenti menyentuh.
"Dia jadi korban tabrak lari. Kau lihat sediri, sekarang ini seluruh tubuhnya penuh luka!"
Meski sama-sama khawatir, setidaknya Daniela cukup waras untuk tidak menambahkan rasa sakit pada tubuh Lassy seperti yang Andrew lakukan barusan.
"Jauhkan tanganmu darinya!" perintah Daniela, menampar tangan Andrew agar segera dijauhkan dari tubuh Lassy.
Semalam Lassy pulang lebih sore meski biasanya dia lembur ketika akan menghadapi hari H presentasi iklan untuk kliennya. Baru pukul sepuluh lebih dua puluh lima menit ketika dia meninggalkan meja kerjanya. Itu karena dari seminggu yang lalu Andrew dan Daniela terus mendesaknya untuk pulang lebih awal. Menyuruhnya mengambil libur dan mengistirahatkan dirinya di rumah sehari-dua hari. Kata dua temannya itu, Lassy terlalu memforsir diri akhir-akhir ini.
Memang benar kalau tubuhnya perlu diistirahatkan. Untuk itu Lassy bermaksud mengikuti saran dari dua temannya itu.
Lassy sangat santai, bahkan mobilnya dilajukan dengan kecepatan rendah. Di perjalanan pun dia sempat mampir ke mini market 24 jam untuk membeli air minum kemasan dan permen pelega tenggorokan. Saat kembali ke jalanan, dia mendapati sebuah mobil melaju kencang dari belakang, lalu melambat dan menyerempet mobilnya. Lassy terpaksa menghentikan mobilnya, dia turun untuk memeriksa. Mendapati badan mobilnya mengalami lecet parah, lampu belakangnya pecah, dan spionnya patah, dia bermaksud menghampiri mobil yang juga berhenti 50 meter di depannya untuk minta pertanggung jawaban. Ingin memarahi pengemudinya dan minta ganti rugi.
Lassy melangkah cepat ke arah mobil itu, tapi dari belakangnya datang mobil lain dengan kecepatan tinggi. Mobil itu tak memberi kesempatan Lassy untuk menyingkir, seakan kedatangannya sengaja untuk menghabisi Lassy. Dia tertabrak. Tubuhnya terpelanting, jatuh ke aspal dengan keras, terguling-guling sampai di seberang jalan. Lassy tak bergerak seperti orang mati, tapi kenyataannya dia masih bisa melihat mobil kedua itu terus melaju. Mobil pertama juga tiba-tiba berjalan pergi. Baru setelah itu dia kehilangan kesadaran.
Begitu kronologinya. Menjadikan kecelakaan itu janggal di mata Lassy.
"Kau tak sadarkan diri lebih dari tiga jam, Las. Aku khawatir sekali tadi," tutur Andrew yang baru mendapat kursi dari pojokan ruang. Dia meletakkan kursi di sebelah ranjang, segera duduk, memegangi tangan Lassy, dan merematnya lembut. "Aku takut terjadi apa-apa denganmu."
Daniela menghela nafas, jengah. Dia tahu Andrew menaruh hati pada Lassy, tapi perhatian yang diberikannya berlebihan hingga Lassy terpaksa pura-pura tak tahu perasaan Andrew padanya. Meski mereka berteman, Daniela tidak akan mencampuri urusan percintaan dua temannya itu. Kalau beruntung Lassy akan membalas cinta Andrew. Kalau tidak beruntung Andrew akan terus terjebak di zona pertemanan.
"Itu sudah terjadi padanya. Tubuhnya penuh luka. Kusarankan padamu untuk berhenti bersikap berlebihan!"
"Tapi dia hampir mati, Dan!" protes Andrew.
"Sekarang sudah tidak!"
Andrew mengalah karena Daniela selalu lebih tahu darinya. "Apa kau masih ingat kami, Las?" tanyanya, sedikit lebih sabar dari yang tadi. "Kepalamu diperban, aku khawatir kau amnesia dan melupakanku."
"Dia baru saja menyebutkan namamu, berarti dia mengingatmu!" pekik Daniela lagi.
Menghadapi lelaki yang jadi bodoh karena cinta memang sangat menyebalkan.
"Siapa tahu, Dan." Andrew masih memprotes.
"Aku tidak lupa ingatan ...," sela Lassy. "... cuma kesakitan." Dia menghela nafas panjang, tapi terbatuk beberapa kali. "Beruntung aku masih hidup."
"Iya, tapi kau luka parah," ujar Daniela. Dia mengutarakan kecemasannya lewat ekspresi. "Kalau kau pulang lebih malam lagi, tak akan ada orang lewat untuk menolongmu."
Lassy ditemukan rombongan keluarga yang baru pulang liburan. Mereka menelepon polisi dan ambulan, kemudian ikut mengantar Lassy ke rumah sakit. Lassy segera dapat pertolongan dokter. Keluarga juga dihubungi. Berhubung semua keluarga tinggal di luar negeri, Andrew dan Daniela sebagai orang terdekatlah yang datang. Rombongan keluarga itu diizinkan melanjutkan perjalanan setelah menjalani interogasi kecil. Mereka berjanji akan membantu apabila keterangan mereka sewaktu waktu dibutuhkan lagi oleh polisi.
Lassy lumayan beruntung bisa dapat pertolongan dengan cepat. Dia berhutang besar pada keluarga itu.
"Sebenarnya siapa yang menabrakmu? Terkutuk sekali perbuatannya itu!" Andrew meremat tangan Lassy. "Kalau aku menemukannya, akan kubalas dia. Kutabrak dia sampai mati!"
"... lalu kau masuk penjara?" sela Daniela.
Andrew menggeleng. "Aku menolong Lassy, Dan. Polisi pasti mengerti maksudku."
"Apa pun yang jadi alasanmu membunuh orang, kau tetap akan dipenjara. Kau tidak berhak atas nyawa orang lain."
"Aku tahu," jawab Andrew, mengalah lagi. Sedikit cemberut karena setiap apa yang akan dilakukannya untuk Lassy selalu dipersalahkan oleh Daniela. "Tapi apa kau tak ingat seperti apa orang yang menabrakmu itu, Las?"
Lassy menggeleng. "Dia tidak keluar dari mobil. Mana kutahu seperti apa wajahnya."
"Kalau mobilnya, kau ingat?"
Lassy menggeleng lagi.
"Biar polisi saja yang menginterogasi." Daniela yang sejak tadi hanya berdiri di kaki ranjang, menarik kursi dan mengambil tempat di sisi lain ranjang Lassy. "Lassy baru sadar, biar dia membiasakan diri. Kita bisa membicarakan yang ringan-ringan dulu."
Lassy mengangguk. Dia tidak mau membicarakan soal tabrakan untuk saat ini. Setidaknya tunggu sampai dia mendapatkan kesadarannya secara penuh.
Daniela beralih pada Lassy. "Ada yang kau inginkan, Las?"
Benar kata mereka, Lassy butuh istirahat, tapi bukan dengan begini baru dia lepas dari pekerjaannya. Menjadi korban tabrak lari bukanlah hal baru di dunia ini, tapi yang semalam itu rasa-rasanya bukan sekedar tabrak lari biasa. Itu semacam tabrak lari yang direncanakan. Antara mobil pertama dan kedua telah berkomplot. Satu mobil memancingnya keluar dan mobil lain mengeksekusi. Bisa dibilang dua mobil itu memang ingin membunuh Lassy. Namun, apa motifnya?
Lassy tak ingin menceritakan itu pada Andrew dan Daniela. Selain keadaannya yang masih lemah, masih mengalami keterkejutan hebat, Lassy juga yakin Andrew akan bertindak gegabah setelah mendengarnya. Lebih baik dia menunggu polisi menemui dan meminta keterangan langsung darinya. Itu lebih menjanjikan.
"Aku mau minum."
Daniela mengambil air minum dan Andrew membantunya menemukan posisi nyaman untuk minum. Setelah tenggorokannya mulai terasa longgar, dia berhenti minum. Daniela membantunya meletakkan gelas air itu di meja.
"Sudah hampir pagi, apa kalian tidak berencana istirahat sebentar sebelum pergi bekerja?"
"Aku sudah memutuskan untuk menemanimu di sini sampai kau sembuh."
Daniela mengangguk, kemudian berkata, "Aku akan kerja lebih siang. Lagipula melihat keadaanmu seperti ini, kau butuh ditemani."
Lassy tersenyum senang. Meski jauh dari keluarga, dia punya teman-teman yang sangat perhatian. Dia sangat bersyukur akan hal itu.
"Tapi kalau kau mau pulang juga tidak apa-apa. Aku bisa menemaninya," usul Andrew. Mencoba mencari kesempatan.
"Tidak, aku mau di sini!" kata Daniela sambil pasang lirikan tajam pada Andrew. Lirikan itu mengodekan kecurigaan bahwa Andrew mungkin akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. "Aku akan di sini sampai Lassy sembuh!"
Andrew yang tahu dia dicurigai hanya bisa mendengus samar. "Baiklah kalau kau tak mau pulang. Kita berjaga berdua di sini."