Chapter 10 - Chapter 10: Krisis

"Pak walikota sudah menunggu anda di dalam." kata prajurit yang menjaga pintunya mencoba terkesan garang begitu melihatku datang

"Ya, aku tahu." jawabku acuh

*Ceklek*

Kami masuk ke dalam.

"Silahkan, tuan Toon."

Di dalam ruangannya, ada beberapa prajurit bersenjata sedang bersiaga di setiap sudut ruangan. Tentu situasi ini tidak membuatku gentar, berapapun jumlahnya.

"Ehm, kerja bagus tuan Toon, anda berhasil membantu misi pertahanan kota semalam." ucapnya memulai pembicaraan

"Mmm, ya." balasku malas

"Tapi mohon maaf tuan, aku tidak bisa memberimu apa-apa atas kerja kerasmu." jelasnya tersenyum menjijikan meremas-remas tangan

"Aku juga tidak perlu itu… aku hanya ingin tahu satu hal." balasku serius

..

"Kenapa anda memberikan informasi palsu pada kami?" tanyaku langsung ke inti

"Apa maksudmu, tuan?" tanyanya balik

"Maksudku, kami semalam bukan menghadapi sekelompok monster kelas 'rendah' seperti yang kau bilang padaku kemarin tepat pukul 09.45 pagi." jelasku menekankan detail kejadian

"Tapi yang muncul malah monster kelas menengah yang jumlahnya saaangat banyak dan merepotkan, aku lebih baik melawan satu yang besar sekalian daripada lemah tapi banyak." lanjutku

"Itulah yang kumaksud dari pertanyaan awalku, Pak Walikota!!"

*Brak!!*

Aku menggebrak meja terbawa emosi.

…..

*sigh*

"E-Ehm."

"Apa pertanyaanku masih kurang jelas?" tanyaku lagi setelah menenangkan diri

*Sring!*

Saat aku kembali duduk, para prajurit yang berjaga sudah mengarahkan senjatanya dan siap menyerangku dari segala arah, tapi pak walikota hanya mengisyaratkan tangannya pada mereka untuk tetap tenang menurunkan senjata mereka.

"Baiklah tuan Toon, pertama-tama aku minta maaf karena memberikan informasi yang salah padamu, dan juga anda sangat hebat bisa menghadapi semua monst—"

"HEBAT KAU BILANG?!!" teriakku terbangun

Wajahnya yang tersenyum bodoh seakan tak berdosa benar-benar membuatku kesal.

"Karena salahmu, servant-ku sampai…." lanjutku mengepalkan tangan geram dengannya

"Baiklah, aku mengerti." ucapku datar mengakhiri

("Kurasa percuma menghadapinya yang terus berlagak bodoh, bahkan setelah semua yang dia lakukan.")

"Ayo kita pergi Zoker." ajakku pergi menarik tangannya

Zoker hanya tertunduk diam mengikutiku tanpa mengucap sepatah kata pun.

*??*

("Apa lagi ini..?")

*tap*

*Krakk!!*

Aku meremas hingga patah kedua tombak prajurit yang menghalangi pintu keluar.

"Kau tidak akan bisa melindungi apapun dengan mainan seperti ini." Ucapku menatap tajam keduanya

*Krieett*

Sebelum pintunya tertutup, aku berbalik sebentar.

"Kau akan dapatkan balasan atas perbuatanmu suatu saat nanti." kataku memperingatkan

*Darr!*

~~~

"Ghaaa!!!"

*Pluk*

Moodku hancur setelah kembali dari sana dan langsung tiduran lemas di kasur.

"Memang kubilang akan membalasnya nanti, tapi bagaimana? Aku tidak punya kekuatan!!" teriakku marah-marah sendiri

"Tenang saja tuan, suatu saat nanti kita pasti akan membalasnya." sahut Zoker tiba-tiba

"Bagaimana kau bisa yakin tentang itu? Kau dari masa depan?" balasku pesimis

"A-Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa yakin kalau itu kau, tuan."

"Kau pasti bisa melakukannya." lanjutnya mencoba menyemangati

Setelah mendengarnya aku bangun dan..

*Plakk..*

Aku menampar kedua pipiku agar tersadar, sedangkan Zoker terkejut dengan apa yang kulakukan.

"Baiklah, daripada memikirkan itu."

"Lebih baik kita tentukan langkah kita selanjutnya." ucapku kembali semangat

"Hmm.. hmm.." respon Zoker menanggapiku dengan semangat juga

��Tapi sebelum itu." Lanjutku merogoh-rogoh kantong

Aku keluarkan semua uang yang tersisa di kasur dan mulai menghitungnya..

….

..dan setelah dihitung.

*glek*

"Zoker."

"Ya, tuan?"

"Sepertinya kita harus kembali menemui walikota lagi."

"Hmm?" balasnya bertanya-tanya

~~~

Di perjalanan kembali ke kantor.

"Sial, sebenarnya berapa banyak yang kuberikan padanya waktu itu?!" gumamku mengacak-acak rambut

Aku mengingat-ingat waktu aku memberi bantuan untuk perbaikan rumah warga lewat walikota, dan sepertinya aku masih belum sadar sepenuhnya saat memberikan uangnya, karena malamnya aku habis mabuk-mabukan.

"Aaaaaaaaaaaa!!" teriakku menggila kesal sendiri di jalan

"T-Tenanglah, tuan."

Kegilaanku mulai menarik perhatian orang-orang sekitar, meski aku tidak peduli.

"Oh ya Zoker, mulai sekarang kau harus mengurangi porsi makanmu itu, ya." kataku menentukan tentangnya

���Heh? K-Kenapa tuan?" tanyanya masih tidak mengerti juga

"Karena.. kita… kehabisan… UANG!!" jawabku teriak tak mempedulikan sekitar

"Kenapa dia itu..?"

"Apa dia sudah gila..?"

"Jangan dilihat."

"Bukankah dia orang yang terkenal dari sayembara di ibuko—"

Orang-orang yang lewat melihatku pun sampai berbisik-bisik membicarakan tingkahku, meski sebenarnya masih terdengar jelas.

"Kita bahkan tidak bisa beli makanan untuk porsimu dengan uang yan—"

"Tuan Toon." terdengar suara familiar memanggil namaku

Selagi aku mengoceh, tanpa sadar ternyata kami sudah dekat tempatnya Joseph.

"Ah, Joseph." Balasku menoleh

"Ada apa tuan? Kalau kau sedang butuh uang, lebih baik uang darimu kukembalikan."

"Tidak, tidak perlu." tolakku mencoba terlihat keren

("Mana mungkin aku mengambil kembali apa yang sudah kuberikan pada orang lain begitu saja.")

"Sekarang kami sedang dalam perjalanan untuk mendapatkan uang hasil kerja keras kami, itu juga kalau berhasil." lanjutku dengan volume yang terus menurun

"Kalau begitu aku doakan semoga berhasil."

"Dan kalau soal makanan, aku bisa membantumu, tuan Toon." lanjutnya menawarkan

Hati kecilku tersentuh dengan kebaikannya.

("Apa dia benar-benar manusia?")

"Asal kau tahu saja, biar badannya seperti ini, porsi makannya lebih banyak dariku lho." jelasku menunjuk-nunjuk Zoker

"T-Tidak begitu kok, tuan hanya melebih-lebihkan.. hehee.." balasnya malah malu-malu

"Itu bukan pujian." balasku cepat

"Ahahaha, tidak masalah tuan Toon."

"Selama bisa membantu, akan kulakukan semampuku." ucapnya percaya diri

"Baiklah, akan kuingat."

"Kalau begitu sampai nanti." ucapku pamit

("Tidak terasa sedikitpun niat jahat dari ucapan maupun matanya.")

("Beruntung aku menemukan orang yang benar-benar baik sepertinya.")

("Dia pantas untuk dilindungi.")

~~~

Di depan gerbang kantor walikota.

Karena hanya sebentar, kusuruh Zoker menunggu di depan gerbang. Aku masuk sendirian dan langsung menerobos masuk ke ruangannya, meski sempat ditahan-tahan oleh resepsionisnya.

*Knock.. knock..*

"Permisi."

"Tunggu, anda tidak bisa seenaknya masuk begitu saja ke dalam ruangan pak—"

*Darr!*

*Brakk!*

Aku menendang pintu tepat setelah mengetuknya pelan.

"Permisi, maaf aku kembali lagi tanpa pemberitahuan dan janji terlebih dahulu, tapi aku harus menuntut hak yang seharusnya kudapatkan." Pintaku cepat langsung ke intinya

"Maaf pak, dia tiba-tiba saja datang dan menerobos masuk ke dalam." Jelas resepsionis yang gagal mencoba menghentikanku

"Tidak, tidak apa-apa, kembali ke tempatmu."

"Baik, pak." Balasnya pergi

"Apa ini yang menghalangi pin—"

Saat itulah mata kami bertemu, dengan dua prajurit bersenjata yang sedang tersungkur terdorong pintu.

"Pfft.."

Aku hampir tertawa melihat dua prajurit yang sedang tersungkur di lantai.

"Kalian terlalu lemah! Bagaimana kalian bisa melindungi kota kalau seperti ini!" bentakku pada anjing-anjing pemerintah yang mencoba bangun

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, kami tidak bisa memberimu apapun meski kau memaksa." Ucap walikota

"Kalau yang kau maksud 'kami' adalah pemerintahan, aku tidak peduli dengan itu."

"Aku meminta langsung darimu, setidaknya kembalikan uang yang pernah kuberikan untuk perbaikan rumah warga." Balasku

("Ah.. perkataanku yang ini berlawanan dengan yang sebelumnya.")

"Aaa... emm.. uang itu sudah habis dibagikan ke warga sesuai permintaanmu, tuan Toon." jawabnya sedikit ragu tetap keras kepala

Aku sudah hampir menyerah berbicara dengannya, rasanya ingin kuhancurkan tempat ini sekarang juga.

Tapi saat memikirkan dampak ke depannya, aku akan dapat masalah baru yang lebih merepotkan nantinya. Selagi aku berpikir bagaimana membuatnya berbicara, dia malah memberiku jalan keluar lain.

"Kalau kau mau, aku menyarankan kau menjadi petualang di guild di ibukota." ucapnya mengusulkan

"Dengan kemampuanmu, kau pasti bisa menyelesaikan quest yang sulit sekalipun dengan mudah dan mendapat bayaran yang setimpal." Lanjutnya menjelaskan

[Note: Quest = misi, tugas, pekerjaan]

"Petualang?" tanyaku

"Ya, petualang."

"Mereka mengerjakan quest yang disediakan oleh guild, dengan bayaran sesuai tingkat kesulitannya."

("Bayaran?")

"Ada banyak petualang diluar sana dengan kemampuan hebat sepertimu."

("Banyak?!")

"Sepertinya kau tahu banyak tentang petualang." balasku mulai tertarik

Tiba-tiba saja terlintas di kepalaku pengalaman saat bermain game dulu, dan mengingat hal-hal yang hanya bisa dilakukan pemain veteran.

("Tidak ada salahnya mencobanya..")

"Saat ini aku sedang butuh uang banyak, tapi tidak mau membuang-buang waktu."

"Kau pasti tahu sesuatu seperti misi terlarang atau sejenisnya yang memiliki harga bayaran sangat tinggi, kan?" tanyaku mencoba menyamakan sistem game dan dunia ini.

"B-Bagaimana kau bisa tahu tentang itu?!" tanyanya balik

"Bingo."

"Jadi, apa questnya?" balasku

Walikota mendadak berdiri dan memberi isyarat ke para penjaga untuk pergi.

"Tinggalkan kami berdua." lanjutnya berseru pada prajurit yang berjaga

"Baik." jawab mereka serempak

*Drap.. Drap.. Drap..*

Dan mereka semua keluar meninggalkan ruangan.

"Sebenarnya ini adalah rahasia tingkat tinggi, tidak ada yang bisa menyelesaikannya sejak 5 tahun yang lalu." ucapnya menjelaskan hal-hal tidak penting

"Aku pun ragu kalau anda bisa menye—"

"Langsung ke intinya saja." ucapku memotong penjelasan tidak pentingnya

"Misi masuk ke laboratorium kastil dan memastikan keberadaan harta kerajaan."

"Disana terdapat pusaka kerajaan yang dibawa pergi oleh ilmuwan iblis, yang mana sangat berharga bagi Kerajaan Celestial." Jelasnya

"Tapi misinya hanya untuk masuk ke dalam kastil dan memastikan keadaan pusakanya saja." tambahnya

"Bukan mengambil dan mengembalikannya ke kerajaan?" tanyaku heran

"Ya, sejauh yang kuingat."

"Hmm, jadi intinya, aku hanya harus masuk dan melaporkan keadaan saja?" tanyaku menyimpulkan

("Misi yang aneh.")

"Bagian tersulitnya adalah…"

*glek..*

Ekspresi dan nada bicaranya menegangkan suasana.

"Kastilnya berada jauh di dalam Hutan Terlarang.. "

("Hutan Terlarang?!")

"Dan kastilnya dijaga oleh sesuatu yang sangat kuat buatan sang ilmuwan yang menjaga tempat itu selama bertahun-tahun." Lanjutnya

"Hmm, menarik..—"

*!!*

("Sial, hampir saja aku lengah.")

Tiba-tiba saja aku teringat dengan info palsu yang pernah dia berikan, dan jadi curiga dengan semua perkataannya.

��Bagaimana aku bisa percaya dengan semua perkataanmu, setelah semua info palsu yang kau berikan kemarin?" ucapku

Setelah kubilang begitu, dia langsung menulis sesuatu di kertas yang dimasukkan ke amplop disegel dengan segel khusus pemerintah lalu diberikan padaku.

"Berikan amplop ini pada pengurus guild, dengan begitu aku bisa buktikan kalau semua yang kukatakan itu benar." ucapnya serius

"Tolong jangan katakan info tadi pada siapapun, tuan Toon." pintanya memohon

*Sratt!*

Kuambil amplopnya dan pergi.

"Heh, aku tidak akan menurutimu dan akan melakukan apapun yang kuinginkan." kataku berjalan keluar

Begitu keluar, semua prajurit di luar menatapku tajam.

*grin*

*Prak! Prak!*

"Lihat apa kau? Hah?!" bentakku menampar mereka satu persatu dengan amplopnya

("Setidaknya aku lampiaskan kekesalan pada bawahannya, karena tidak bisa memukul bosnya.")

Tanpa bisa membalas, mereka semua membiarkanku pergi dengan tatapan penuh amarah terlihat jelas di mata mereka.

~~~

Di depan gerbang kantor walikota.

Melihat kesana-kemari, mencari Zoker yang tidak ada di tempatnya.

("Aku yakin sudah menyuruhnya menunggu disini.")

Kutanya pos penjaga, mungkin mereka melihatnya.

"Hei, apa kalian lihat gadis membawa sabit besar yang tadi berdiri di sekitar sini?" tanyaku

"Gadis dengan sabit?" mereka saling melihat bertanya satu sama lain

("Mereka kembar.")

"Oh, tadi dia pergi ke arah jam… 1, 2, 3, umm." Ucap salah satunya menghitung arah jarum jam

"Ini angka berapa?" tanyanya ke penjaga satunya

"Angka 9." jawab temannya

"Ah, ke arah jam 9." lanjutnya padaku

("Arah jam 9 berarti arah penginapan, jangan-jangan…")

"Baiklah, terima kasih." ucapku langsung pergi

"Sama-sam—"

*dap dap dap dap*

"Oh ya, setidaknya ajari dia angka demi kebaikannya juga." kataku kembali lagi sambil berlari di tempat

"Percuma, dia tidak bisa berurusan dengan angka, tapi dia hebat dalam menghafal yang lain." Balasnya

"O-Ohh..." responku mengiyakan saja dan pergi

("Tingkah mereka seperti seorang duo pelawak yang ada di acara TV, tapi aku tidak tahu namanya siapa.")

Sekarang aku fokus mencari Zoker dulu, karena tanpa Crown, dia hanyalah gadis biasa yang kemana-mana membawa sabit besar. Aku tidak mau kejadian berandalan itu sampai terulang lagi.