.
.
.
.
.
Seorang remaja tanggung berusia 16 tahun lengkap dengan seragam sekolah dan tas di punggungnya berjalan sendiri melewati gang sempit dengan mengemut permen lolipop di mulutnya.
Dia bernama Eren Jeager. Sore ini ia terpaksa pulang sendiri karena dua sahabatnya, Armin dan Jean harus menghadiri rapat klub usai jam sekolah.
Eren menghela nafas ketika melihat gang di hadapannya. Ia terpaksa masuk ke salah satu gang gelap yang tidak pernah ia lewati.
Meski melalui gang ini jalan ke arah rumahnya jadi lebih dekat. Eren lebih suka melewati jalanan umum yang lebih ramai dan sedikit jauh dari arah rumahnya. Karena itu lebih baik dari pada gang sempit dan gelap ini.
Namun apa boleh buat karena tadi ibunya menelfon dan menyuruhnya pulang cepat sebelum jam enam maka satu-satunya jalan terdekat dan tercepat yaitu melalui gang ini.
Angin musim dingin berhembus kearahnya membuat ia menggigil kedinginan dan merapatkan jaket di tubuhnya.
Karena gang yang ia lalui lumayan gelap di tambah matahari sudah mulai terbenam ia mengeluarkan handphone bututnya untuk di jadikan senter.
Eren teringat rumor horor yang sering di bicarakan oleh kedua sahabatnya mengenai cerita seram tentang gang ini.
Dari mulai hantu penunggu gang sampai si psikopat berdarah dingin yang suka bersembunyi di gang ini untuk menculik seseorang lalu di mutilasi menjadi potongan-potongan kecil.
"Hiii seram."
Saat ia sedang menikmati ketakutannya. Tiba-tiba ia mendengar suara erangan kesakitan. Jantung eren hampir berhenti karena kaget, kakinya mulai gemetar. Di otaknya mulai banyak pertanyaan seperti-
"Apakah itu suara hantu atau suara korban yang sedang di mutilasi."
Eren terlalu panik sampai ia sendiri reflek mengarahkan sinar handphonenya ke segala arah di gang itu.
Dan tepat saat sinar itu mengarah ke sebuah sosok, eren melihat sebuah kepala dengan wajah pucat berlumuran darah bersender lemah di dekat tiang listrik.
Suara eren tercekat ia tidak bisa berteriak bahkan nafasnya tertahan begitu saja, suara gedebuk di dadanya berderu kencang.
Eettss jangan salah. Ini bukan pertanda eren sedang jatuh cinta. Meski saat ini jantungnya berdebar tak menentu ketika eren melihat wajah seseorang pria.
Tunggu dulu, itu sosok seorang pria lagipula dia bukanlah gay. Ingat eren bukan gay. Dia remaja lurus nan polos yang tergila-gila dengan berger keju, meski saat ini ia masih jomblo dan belum perna berpacaran karena mama carla melarangnya dan mikasa(saudara angkatnya) selalu membuat para gadis menciut saat mendekatinya tapi intinya dia masih lurus belum di bengkokan oleh siapapun. Σ(⊙▽⊙")
Jadi jelas Ini bukan pertanda adanya benih cinta di antara hatinya saat ini. Dan juga karena momennya bukanlah momen romantis 'iyaiya' seperti sinetron abal-abal yang sering di tonton ibunya.
Kaki gemetarnya melangkah mundur ketakutan. Wajah pria itu menyengrit karna tertimpa sinar terang dari handphone eren tapi kelopak matanya enggan untuk membuka.
"ernnghh.." tangan pucatnya ia angkat untuk menutupi sinar tersebut.
"k-k-au h-an-t-tu a-ta-u m-manu-ssi-a ?"
tanya eren sambil menyenteri seluruh tubuh pria di hadapannya.
Kakinya ternyata ada dan menapak di tanah posisi lelaki itu duduk bersender lemah dengan kedua kaki yang satunya ia lipat. Deru nafas si pria terdengar lirih. Tidak ada jawaban dari pria itu. Tapi saat ini eren yakin kalau dia bukan hantu atau si psikopat.
Mungkin pria ini adalah korban si psikopat dan mungkin si psikopat meninggalkan lelaki ini begitu saja atau mungkin si psikopat sedang pulang untuk mengambil gergaji untuk memotong lelaki ini.
Tidak bisa di biarkan. Jiwa penolong eren melonglong bagaikan serigala di musim kawin. Ia harus menyelamatkan orang ini. Detik itu pula ia mendekati lelaki itu. Lalu eren menepuk pipi lelaki itu.
"hei, kau dengar aku ?"
masih tidak ada jawaban. Eren membalik posisi tas punggungnya ke depan lalu mengendong lelaki itu di punggungnya.
"kamisama, dia berat sekali."
Eren hampir jatuh saat mengangkatnya tapi ia harus cepat, jangan sampai ia berpapasan dengan si psikopat yang mungkin saja sedang berjalan kembali ke tempat ini dengan membawa gergaji atau alat tajam lainnya.
Ia tidak ingin mati konyol di tangan psikopat gila hanya karena menyelamatkan sang korban.
Dengan tekat penuh ia berlari kencang keluar gang. Meski eren sendiri bingung entah dari mana tenaganya mendadak muncul.
.
.
.
Akhirnya eren sampai di sebuah taman yang jaraknya masih sangat dekat dengan gang tadi. Tubuhnya sudah tidak kuat mengangkat badan lelaki di punggungnya. Dengan kasar dia menjatuhkan badan lelaki itu di bangku taman. Ringisan terdengar dari mulut lelaki tersebut sedangkan eren memijat pungungnya yang seolah menderita encok dadakan.
"Erghhhgrg.."
Erangan itu kembali terdengar dari bibir tipis si pemuda yang terlentang tak berdaya di atas bangku taman. Lampu taman yang berada di dekatnya membuat pemandangan eren lebih jelas akan tampilan sosok pemuda yang ia gendong tadi.
Ternyata selain wajahnya berlumuran darah, pemuda itu juga memiliki beberapa memar di wajahnya. Dan ia hanya mengenakan pakaian tipis dua lapis.
Lelaki itu mengigil kedinginan, Eren segera duduk di sampingnya dan menidurkan kepala pemuda itu ke atas pahanya.
Lalu eren membuka jaket lusuhnya untuk menyelimuti tubuh lelaki itu. Setidaknya eren memakai tiga lapis baju hangat jadi ia tidak akan kedinginan hanya karena melepaskan jaket untuk menyelimuti pemuda itu.
"hey apa kau bisa mendengarku ?"
"jangan pergi.." suara si pemuda terdengar pelan seperti bisikan
"eh..?!"
Eren menepuk pelan dada pemuda itu.
"aku disini jangan takut, kau tidak sendiri."
Tangan dingin si pemuda mengenggam jemari eren yang sedari tadi menepuk pelan dadanya. Rasa hangat dan perasaan nyaman merayap ke hati keduanya.
Eren tanpa sadar tersenyum dan membalas genggaman tangan pemuda itu. tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk merangkup tangan si pemuda agar menjadi hangat.
Suara handphone berdering nyaring dari saku celana pemuda itu, eren merogoh dan mengambilnya. Tertera nama si penelfon 'kacamata busuk'.
"hallo-"
"CEBOL. KAU. DI. MANA. ?! SEENAKNYA SAJA MENGHILANG TANPA JEJAK. KAU DI MANA BERENGSEK !!?"
Eren menjauhkan telfon seluler dari telinganya.
"JAWAB AKU, KUNTET SIALAN !!"
"etto..ano..maaf, Aku bukan pemilik ponsel ini."
"EH ?! Ehem. Lalu di mana si pemilik ponsel ?"
"Teman anda saat ini terluka parah. Aku menemukannya di gang sempit komplek maria bolong."
"NANIIII ?! APA DIA MASIH BERNAFAS ?!"
Eren kembali menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Suara pekikan wanita ini bisa membuat eren tuli dadakan.
"ma-masih, tapi bisakah kau segera datang, aku hanya anak SMA yang tidak memiliki uang saku yang cukup untuk membawanya ke rumah sakit. Aku takut ia tidak tertolong."
"katakan di mana lokasimu, nak ?!"
"di taman dinding maria, kau tahu gang sempit komplek maria bolong tidak ? Di Jalan A.R-Zhuxue 1238."
"ya aku tau daerah itu."
"kau masuk gang yang paling gelap di antara gang lainnya lalu jalan lurus terus, setelah itu belok kiri di situ ada taman dan aku duduk di bangku taman terdekat dan hanya ada aku dan temanmu saat ini. Tidak ada orang lain."
"oke, tunggu disana nak."
Sambungan telfon itu mati secara sepihak. Eren kembali menaruh ponsel itu ke tempatnya semula lalu mulai meraba kening si pemuda yang ternyata sangat panas.
"kamisama. Tolong lelaki ini..jangan biarkan ia mati seperti ini.." eren merasa sedih tanpa alasan melihat pemuda di pangkuannya.
"ano..permis. itu levi kan ?"
Eren menengok ke arah suara seorang gadis cantik yang entah dari mana munculnya namun kini sudah ada di hadapannya. Rambutnya berwarna coklat kelam sebahu dengan senyuman manis.
"kau mengenalnya ?"
tanya eren. Perempuan itu mendekat dan langsung merabah wajah pemuda di pangkuan eren.
"dia kekasihku." jawabnya dengan mata berbinar.
"biar aku saja yang menemaninya."
ucap gadis itu sambil menyingkirkan tangan eren yang tadi mengenggam tangan levi. Eren pun segera menyingkir dan membiarkan gadis itu mengambil alih pemuda bernama levi ke pangkuannya.
Gadis itu tersenyum kepada eren.
"terima kasih, kau boleh pergi." ucapnya dengan senyum manis.
Untuk pertama kalinya eren merasa benci pada senyuman seorang gadis. Dan untuk pertama kalinya ia merasa tidak rela membiarkan pemuda yang tidak ia kenal bersama perempuan lain.
Tapi gadis itu bilang ia adalah kekasihnya. Seolah di tampar kenyataan pahit eren segera pergi dari tempat itu tanpa menenggok ke belakang lagi.
Tapi entah mengapa hatinya terasa perih dan tidak rela. Ada rasa sesak yang menusuk di hatinya setiap ia melangkah meninggalkan pemuda itu.
.
.
.
.
Bersambung...