Asia terus mempercepat langkah, berusaha agar tak terkejar Alexi yang kini berada di belakang. Tak jauh Adya mengikuti.
"Asia, dengarkan dulu penjelasanku," kata Alexi. Lelaki itu mencoba meraih tangan milik Asia akan tetapi gerak kaki sang ingin lebih cepat dari sebelumnya.
Alexi segera menggapai lengan Asia dan dengan kasar istrinya menepis. "Aku tak mau bicara denganmu lagi!" Asia menghardik keras.
"Tapi aku mau menjelaskan sesuatu!" Suara Alexi tak kalah nyaring.
"Itu tak perlu, aku bukan wanita bodoh yang selalu salah paham dengan keadaan, ok?" Asia memotong kalimat cepat.
"Lalu kenapa kau kesal? Kau marah padaku?" tanya Alexi, matanya memandang nanar ke arah Asia.
"Tentu saja aku kecewa. Bukannya aku sudah bilang kalau kamu harus jaga jarak dengan Nandini tapi kenapa kau malah bersama dia! Meski aku sekarang terlihat marah tapi hatiku hancur jadi biarkan aku sendiri dulu!" Asia kemudian melihat pada Adya.
"Kenapa jalanmu lambat sekali? Ayo cepat!" Adya mendecih dan menggerakkan kakinya cepat menyusul istri dari sang sahabat. Sebagai bentuk penghiburan, Adya menepuk pundak Alexi begitu melewati pria berusia 27 tahun tersebut.
Alexi menundukkan kepala setelah menghembuskan napas berat. Kalau seperti ini seharusnya dia tak menerima ajakan dari salah satu kolega untuk minum. Tapi penyesalan selalu datang belakangan.
Sekarang dia cuma bisa menunggu kemarahan Asia mereda.
Di dalam mobil milik Adya, Asia terisak keras. Pipinya basah akibat air mata yang terus mengalir. Adya hanya menatap simpati tanpa bisa mengatakan apa pun, ada sedikit kekaguman mengingat jika dari tadi Asia memukul Nandini sampai babak belur.
Menahan kesedihan pastilah tak enak. "Sudahlah jangan menangis, bukankah masalah sudah selesai?"
"Aku masih kesal dengan Alexi! Dia berbohong padaku!" Asia bersuara masih terisak.
"Lalu kenapa kau tak pukul dia?"
"Aku lelah, tenagaku sudah habis," ungkap Asia jujur. Adya sekali lagi diam, tangannya secara perlahan terulur ke arah wanita itu.
Pasti pria yang berprofesi sebagai sekretaris tersebut menepuk pelan pundak Asia sebagai tanda penghiburan.
❤❤❤❤
Seminggu kemudian
Alexi membuka matanya yang terpejam. Dia kemudian memandang ke arah samping di mana Asia tidur tapi hari itu istri tercintanya tidak berada di sisi.
Bahkan seminggu sudah Asia pergi dari rumah. Entah di mana ia sekarang? Kalau bertanya pada Adya, sekretarisnya tak mau memberitahu.
"Alexi, kau lihat, kan keadaan Nandini bagaimana?" tanya Adya kepada Alexi.
"Tentu saja, dia babak belur dan sampai sekarang masih rawat inap di rumah sakit," Alexi menyahut tenang.
"Nah, wanita saja bisa dipukul seburuk itu apa lagi aku yang seorang pria untung kalau cuma badan tapi bagaimana jika masa depanku terancam?!" Baik Alexi serta Adya sama-sama melihat ke bawah. Keduanya sontak bergidik ngeri ketika membayangkan Asia memukul ke alat vital.
"Lagi pula aku sudah janji sama Asia untuk tidak mengatakannya padamu. Dia ingin bertemu saat sudah siap saja." Sorot mata Alexi berubah sendu dan hal ini disadari oleh Adya.
"Dia baik-baik saja, aku selalu mengawasinya." Pria itu tersenyum kecut lalu mengangguk. Jujur Alexi sangat rindu pada istrinya.
Ingin sekali mengobrol seperti masa lalu. Memeluk tubuhnya yang mungil, mencium aroma manis dari Asia juga.
"Adya bisa aku titip salam. Katakan padanya kalau aku merindukannya dan sangat ingin bertemu. Seminggu lagi, Ayah dan Ibu datang mereka ingin tahu keputusan yang diambil oleh Asia," tutur Alexi.
"Tentu saja, aku akan mengatakannya."
Alexi kembali ke dunia nyata. Sekarang dia makan sarapan sendirian, Tisa yang ada di dekatnya cuma memandang prihatin.
"Tuan, bagaimana keadaan Nyonya?" tanya Tisa.
"Dia baik-baik saja," Alexi menjawab singkat. Tisa membuang napas.
"Semoga saja Nyonya cepat pulang dan kita bisa berkumpul seperti biasa." Tidak ada tanggapan dari Alexi. Pikirannya lebih sibuk memikirkan Asia. Sedang apa dia? Apa sibuk memasak sarapan?
Di tempat lain Asia mengetuk pintu kamar Adya. "Ayo sarapan!" ujarnya dengan nada setengah berteriak. Wanita itu menjauh menuju ke dapur. Tak lama muncullah Adya dari balik kamar.
Dia sudah rapi dengan setelan jas. "Kau masak apa? Baunya enak sekali," ucap Adya sembari mendekat ke meja makan.
"Aku masak omelet ditambah udang sesuai kesukaanmu," balasnya. Adya lantas menyantap omelet buatan Asia. Sembari mengunyah pria itu mengancungkan jempol.
Asia tersenyum cerah. Tak sia-sia dia belajar memasak. Wanita itu lalu duduk juga memakan masakannya sendiri. "Sekarang bagaimana?"
Gerakan tangan Asia terhenti. Alisnya mengerut tanda tak mengerti. "Kau sudah tidak ngambek lagi sama Alexi? Kasihan suamimu itu selalu menanyakan kabarmu."
Muka Asia langsung cemberut. Dia pun memalingkan wajah ke arah lain. Melihat itu Adya mendengus. "Ayolah Asia, kau jangan egois. Ini sudah seminggu kau tinggal di apartemenku sampai kapan kau terus menghukum Alexi? Dia menyesal sekali atas tindakannya waktu itu."
Ceramah Adya kemudian berlanjut. "Apa jangan-jangan kau lupa dengan komitmenmu sebagai seorang istri?" Kali ini Asia menoleh, memperlihatkan tatapan bingung.
"Komitmen?"
"Iya, masa kau tak tahu soal komitmen?" Asia menggeleng.
"Janji pernikahan yang kau katakan? Masa tidak ingat?" Ada nada kesal dari suara Adya namun kali ini dia mengangguk.
"Itulah namanya komitmen. Meski pernikahan kalian itu hanya uji coba saja tetap kau sudah menikah dengan Alexi. Yang namanya pernikahan dijalani bersama-sama, saling memaafkan, terbuka dan banyak lagi. Satu hal yang perlu harus kamu tahu juga, buang sifatmu seperti ini karena itu tak baik buat kamu dan Alexi. Kalau kamu mau pernikahanmu bertahan lama."
Sekali lagi Adya memberikannya ceramah tapi Asia menerima dan bahkan merenung dalam kurun waktu yang lama.
"Oh iya dia titip salam padamu. Katanya beberapa hari lagi Ayah dan Ibu mertuamu akan datang, mereka ingin mendengarkan keputusanmu," lanjut pria itu lagi. Setelahnya Adya pamit untuk bekerja.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
Episode berikutnya Episode terakhir. Thank you!