Asia terus melangkahkan kedua kakinya tapi dengan pikiran yang melayang sehingga tak memperhatikan jalan. Alhasil, dia menabrak punggung seorang gadis yang tak lain adalah Emi. "Emi!"
"Asia, aku pikir siapa. Eh soal kemarin maaf ya sepupuku tak bisa datang karena tiba-tiba saja dia sakit kepala."
"Tak apa-apa, lukisanku sudah selesai juga."
"Lukisanmu sudah selesai? Kau punya model lain?"
"Justru itu aku tertimpa masalah. Awalnya aku pikir, pria itu adalah sepupumu jadi aku membuat dia jadi model ternyata dia adalah memiliki saham di universitas ini." Alis Emi mengerut.
"Siapa?"
"Alexi Denzel." Mata Emi melebar.
"Hah? Alexi? Serius? Kau menjadikannya model?" Asia mengangguk-angguk dengan raut wajah cemberut.
"Bahkan sekarang pria itu dengan gilanya mau melamarku! Dia benar-benar menjengkelkan! Tak mau menyerah. Hari ini juga dia datang ke gerbang sekolah hanya untuk menyapaku." Emi termenung sesaat kemudian tertawa.
"Eh kenapa kau tertawa? Emi aku sedang serius!" Emi tak menjawab untuk sementara karena mengelap air matanya yang keluar saking gelinya mendengar pengakuan Asia.
"Baru kali ini aku melihat kau sepanik ini menyangkut seorang pria. Pasti pria itu sangat gila sampai-sampai kau sekesal itu." Asia mendengus.
"Tentu saja." Keduanya pun bergerak masuk ke dalam bangunan kampus disertai Asia yang terus mengomel akan ketidaksukaannya pada Alexi.
****
Denzel Company cabang Jepang, Alexi tetap saja tersenyum dan giat mengerjakan pekerjaan yang dia dapat sebagai seorang CEO dari perusahaan tersebut. "Hmm, ternyata ada manfaatnya juga kalau kau bertemu dengan gadis buruk itu, kerjamu tambah giat."
"Makanya jangan sering mengomel aku terus, ada sisi positifnya, kan? Jadi sore ini kau bawa aku lagi ke sana ya?" Adya mendengus kemudian mengangguk.
"Apa kau sudah menerima email dari Nandini? Kemarin dia selalu menghubungiku dan bertanya tentangmu katanya kau mengabaikan semua panggilan, chat dan masih banyak lagi." Raut wajah Alexi berubah.
"Untuk apa aku peduli dengannya dia itu hanya mantan pacar yang sudah aku lupakan."
"Tapi Alexi serius dia menyebalkan sekali! Pokoknya aku tak ingin dia menghubungiku lagi!"
"Mudah, sisa blok saja nomornya." Adya mengerjapkan mata kemudian menganggukan kepalanya.
"Kenapa kau tak memikirkan hal itu dari dulu ya?" Alexi tertawa begitu menyelesaikan terkaannya sedang Adya lagi-lagi menampakkan wajah masam.
Jam menunjukkan pukul 16.00 waktu setempat ketika Asia bergerak pulang. Seperti biasa, dia sendiri pulangnya dan ketika melihat tak ada tanda-tanda dari Alexi Asia bernapas lega.
Gadis itu lantas berjalan lenggang keluar dari kampus. Entah mengapa dia merasa sangat bebas saat Alexi tak berada di tempat itu.
Ketika Asia berjalan, dirinya tak sengaja menabrak punggung beberapa lelaki yang tampak mabuk. "Maafkan aku." ucap Asia dan hendak melangkah jauh dari mereka.
Namun sayangnya lengan Asia dikecal tiba-tiba. Tentu saja Asia menggerak reflek dengan menepis kasar lalu melayangkan tatapan tajam pada beberapa pria itu.
"Jangan tak sopan ya," peringat Asia. Nadanya pun mengancam tapi mereka malah tertawa.
"Cuma sendiri saja, apa mau kami menemanimu pulang?"
"Hah?"
"Tak baik gadis manis seperti dirimu jalan sendirian." Tangan si pria yang hampir menyentuh wajahnya dipukul dengan kasar oleh Asia yang memang terbilang cukup berani.
Si pria meringis kesakitan. Tatapannya berubah jadi tajam karena marah. Sebelum sempat membalas perlakuan Asia kepadanya, sosok pria asing datang dan langsung merangkul pundak milik Asia.
"Sayang, aku sudah mencarimu ke mana-mana kau rupanya ada di sini." Gadis itu menoleh pada pria yang seenaknya memanggil dengan sebutan sayang.
Begitu keduanya saling menatap Asia tertegun melihat Alexi melempar senyuman dan rangkulannya makin erat saja. "Wah terima kasih ya sudah menemani calon istriku. Kami sedang berkencan sekarang tapi dia ngambek padaku. Benar, kan sayang?"
Bukannya menjawab Asia malah menghentakkan kakinya menginjak tepat di sepatu kulit milik Alexi. Dia menginginkan Alexi merasa kesakitan dan sayangnya itu tak terjadi.
"Sayang, mereka menunggu jawabanmu." Tatapan Asia beralih pada beberapa pria yang mabuk itu. Mereka menatap keduanya dengan penuh kecurigaan. Mau tak mau Asia menyunggingkan senyuman, berakting di depan mereka.
"Iya, iya. Aku minta maaf ya sayang karena sudah memarahimu." Darah Alexi berdesir hebat mendengar panggilan dari Asia sehingga lupa bahwa dia tak memiliki hubungan.
Alexi menunduk hendak mencium pipi Asia tapi saat itu juga Asia menoleh ke arahnya sehingga kedua bibir mereka yang bertemu. Singkat dan terjadi secara alami membuat keduanya sama-sama tersipu malu.
Melihat Asia dan Alexi berciuman, sekelompok pria yang mabuk tersebut langsung meninggalkan mereka dan setelahnya Asia melayangkan tamparan yang kuat di wajah Alexi.
"Sialan kau! Berani-beraninya kau mencuri ciuman pertamaku?!" Mata Alexi membulat.
"Ciuman pertamamu?" Dengan wajah memerah Asia memalingkan matanya ke tempat lain. Di mata Alexi ekspresi Asia terlihat sangat menggemaskan. Ingin rasanya dia kembali mencium--
"Aku membencimu dasar pria gila!" Asia pun memutar tubuhnya kemudian berjalan cepat menjauhi Alexi yang termangu sekejap sebelum akhirnya dia tersadar lalu mengejar Asia.
"Hei tunggu dulu, biar aku yang mengantarmu pulang!"
"Tidak usah!" balas Asia dengan nada setengah menghardik tanpa melihat sedikit pun ke belakang.
"Hei! Bukan kau juga yang telah kehilangan ciuman pertama!" Gerakan kaki Asia berhenti lalu memutar tubuhnya di mana Alexi telah berhasil mendekatinya.
"Aku juga telah kehilangan ciuman pertamaku dan aku rasa ... kita berjodoh." balas Alexi.