Pagi ini tepatnya jam 08:00 dimana semua orang memenuhi ruang keluarga yang di sulap menjadi tempat untuk mengikrarkan sebuah janji suci.
Mayra dengan wajah yang telah terhias makeup dan juga gaun pengantin cantik yang melekat indah di tubuhnya, turun dari lantai dua menuju lantai dasar tempat berlangsungnya ijab kobul.
Semua mata tertuju padanya, namu dirinya hanya menatap satu sisi lurus ke depan, Mayra merasa sangat membenci hari ini, hari dimana dia harus mengorbankan semua mimpi yang akan segera ia wujudkan.
Mayra duduk tanpa ekspresi dan semua orang tau mata Mayra menunjukkan air mata, saat seorang pria menjabat tangan sang ayah dan mengucapkan janji sucinya.
Mayra mendengar jelas suara yang pria itu lontarkan, dia mengenalnya, suara yang selama ini tidak pernah ia dengar lagi, suara itu yang terakhir mengancamnya.
Setelah kata Sah di kumandangkan Mayra menatap lekat pria disampingnya.
Amarah di wajah Mayra meluap dan dengan cepat ia mengobarkan bendera perang.
"Pak Zofran! Permainan macam apa ini? apa yang salah dengan ku, sampai Setega ini, mengikat ku dengan pernikahan!" Mayra menahan air mata namun air mata itu malah jatuh dengan derasnya.
Mayra berlari menuju kamarnya dia menguncinya dia meluapkan semua emosinya. "Apa yang telah ku lakukan pada mu, hingga setega ini kau melakukan semuanya, kau ingin menyiksa ku, maka tidak dengan hubungan sesakral ini."
Mayra terus berteriak, sampai seluruh tamu di alihkan untuk menikmati santapan saja.
Zofran dengan senang hati berdiri menyapa para tamu yang datang, ibu Zofran pun yang datang terlambat karena keberadaannya di luar negri.
"Selamat ya sayang, mami berharap ini menjadi awal yang baik untuk mu dan keluarga kecil mu nanti, pernikahannya sangat mendadak, oh ya dimana menantu mami?"
"Menantu mami sebentar lagi turun, dia sedang mengganti gaun pengantinnya."
Sudah hampir sore namun Mayra masih setia mengunci pintu kamarnya, sampai suara apapun tak mengelakkanya.
Zofran dan ayah Mayra yang sedang menduga apa yang akan dilakukan Mayra, segera mendobrak pintu kamar itu.
Betapa kaget mereka menatap Mayra yang tergeletak lemas dengan simbahan darah yang terus mengalir dari lengan kanannya.
Zofran segera menarik Mayra kedalam gendongannya dan membawanya ke dalam mobil.
Zofran tanpa panik melajukan mobil dengan kecepatan maksimal menuju rumah sakit.
Mayra sedang di tangani dokter di ruang operasi, entah rancauan apa yang Zofran katakan dalam hati, wajahnya sudah semakin kesal dan lelah.
Sampai akhirnya Mayra sadarkan diri, dia menangis menyesal, kenapa ia tak juga mati, padahal sayatan sudah ia yakinkan begitu dalam.
Zofran menatap Mayra dengan senyum membunuh.
"Selamat malam nyonya Aryaka, percobaan mu gagal, nampaknya kau memang harus mati di tangan ku."
Mayra membuang muka agar tak bertatap dengan pria ini.
"Apa salah ku, sampai kau setega ini? apa aku pernah menyakiti mu sedalam ini?!" Tegas namun lemah itu nada bicara Mayra.
Zofran hanya diam lalu mengecup singkat kening Mayra.
"Jadilah istri yang baik, maka aku akan menjadi suami yang sedikit berlemah hati."
Zofran berkata lalu pergi dari ruangan itu.