Chapter 2 - Chapter 2

Remaja jangkung itu menatap rumah besar itu dengan senyum pahit. Dia melihat Yen yang sedang memainkan bunga yang dia beli dari jendela kamar. Meskipun jarak antara pagar dan rumah itu agak jauh, tapi Senra bisa merasa dan melihat dengan samar bahwa Yen sedang tersenyum kecil dan sepertinya Yen juga sedang berbicara sendiri. Senra tergelak sedikit memikirkan apa yang sedang dibicarakan sendiri oleh Yen.

Hari ini adalah hari keberangkatan Senra. Ia meminta ijin orangtuanya untuk berhenti di depan pagar rumah yang telah dihuni Yen dari kecil. Dia memutuskan untuk tidak masuk ke rumah itu dan dia merasa keputusannya tepat, karena dia merasa berat untuk meninggalkan anak remaja perempuan itu sendirian. Selain itu, salju juga turun tepat sehari setelah pertemuan terakhir dia dan Yen kemarin.

"Senra-kun, sudah waktunya. Nanti kita bisa ketinggalan pesawat." Ucapan Ibu Senra membuyarkan lamunannya.

'Aku pasti kembali'

Yen melirik jam dinding di kamarnya dan kembali memfokuskan pandangannya pada rangkaian berbagai bunga di depannya.

"Senra seharusnya sudah di Bandara sekarang…" ucapnya sambil tersenyum."…Dia akan kembali lagi ke Jepang tiga tahun lagi… atau empat, ya…" dia tergelak sedikit."…dengan kemampuan otaknya itu, aku yakin dia pasti bisa lebih ce…pat…"

Tepat Yen mengucapkan 'cepat', dengan cepat juga dia mulai terbatuk-batuk. Dia segera memegang tenggorokannya yang terasa sakit dan tangan kanannya berusaha memegang sesuatu untuk menahan dirinya agar tidak jatuh. Dia mulai merasa tidak bisa menahan beban dirinya karena batuknya yang hebat. Dia berusaha untuk meraih tombol di dekat ranjangnya.

Matanya mulai kabur dan kepalanya mulai sakit. Kegaduhan di luar kamar mulai terdengar samar-samar dan pintu kamarnya terbuka, dimasuki beberapa orang berseragam putih yang terlihat panik. Dia merasa lega tapi kepalanya sangat sakit sekali, sehingga dia tidak bisa berpikir jernih. Akhirnya dia menuruti kata badannya yang berteriak untuk pingsan. Tanpa sengaja, tubuhnya yang terjatuh menabrak meja kecil dekat kamarnya yang menyebabkan vas bunganya pecah.

Beberapa orang berseragam putih itu mengangkat tubuh Yen keatas ranjang. Dengan tatapan yang lemah dan memaksa untuk tertutup, dia melihat pecahan vas dan bunga-bunga yang jatuh berserakan di lantai. Kemudian gelap.

Di saat yang sama…

"Senra-kun, itu pemberian Yen-Chan?" Tanya ibunya yang mengintip ke belakang.

"Un." Jawabnya singkat sambil tersenyum.

Dia senang sekali melihat benda yang ditangannya itu. Benda itu adalah kesayangan Yen yang diberikan oleh Ayah Yen sebelum bercerai dengan Ibu Yen.

"Kau berat meninggalkan Yen-Chan?"

Senra mengangguk."Tapi aku tahu aku akan kembali untuknya. Dan kembalinya aku nanti adalah hari dia dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya."

Ibu Senra tersenyum melihat anak semata wayangnya yang tampak sangat menyayangi anak perempuan yang dilihatnya tadi. Dia tidak akan melarang mereka untuk bersama apabila takdir memang mempertemukan mereka berdua lagi.

Mobil terus melaju dan akhirnya berhenti di bandara.

"Ayo kita harus check-in dulu, Senra-kun." Ucap Ibunya."Ayah, kau sebaiknya langsung pulang saja. Perusahaan sedang sibuk, kan?"

Ayah Senra yang menurunkan koper, tersenyum."Aku akan menyusul kalian setelah urusan perusahaan telah selesai semua. Kalian tahu sendiri kan, bagaimana karyawan perusahaan kalau aku tiba-tiba meninggalkan perusahaan?"

"Ayah, tidak perlu buru-buru. Aku bisa menjaga Ibu agar tidak tergoda dengan bule disana." Ucap Senra yang langsung disambut gelak tawa orangtuanya.

Ayah Senra mengusap kepala Senra lembut."Semangat sekolah disana ya, Senra-kun. Maafkan keegoisan Ayah yang memisahkanmu dengan Yen-Chan."

Senra menggeleng dan memeluk Ayahnya."Aku tidak akan mengecewakanmu, Ayah."

"Baiklah. Waktu telah tiba. Sampai ketemu di Amerika, Ayah." Ucap Ibu Senra lalu mencium kedua pipi Ayah Senra.

Mereka berdua mengambil koper masing-masing dan melambaikan tangan untuk terakhir kalinya ke Sang Ayah. Senra dan Ibunya akhirnya berdiri di konter check-in dan tampak sedang bercakap-cakap. Bandara terlihat ramai sekali hari ini.

Senra melihat sekeliling.

"Lihat apa, Senra-kun?"

"Tidak…" Senra menjawab sambil menggeleng."…Tidak mungkin Yen-Chan bisa datang ke Bandara. Dia kemarin bercanda bilang akan datang mengantarku ketika aku bilang kedatangannya ke Bandara bisa menyebabkan aku tidak jadi berangkat ke Amerika."

Ibunya tersenyum sambil bercanda memukul pelan bahu Senra."Ah, dasar kalian anak muda. Ibu rasa kau mungkin bisa saja membatalkan niatmu ke Amerika apabila melihat Yen-Chan beneran datang."

Akhirnya, giliran Senra dan Ibunya untuk memasukkan koper ke dalam bagasi pesawat. Mereka sudah melakukan check-in online. Setelah mereka selesai memberikan koper kepada pegawai pada konter tersebut, mereka berjalan menuju ruang tunggu.

"Senra, tunggu sebentar. Ibu ingin ke toilet."

Senra menghela napas."Baiklah. Cepat ya, Ibu. Pesawat sudah tiba."

"Hush."

Senra berdiri bersandar ke dinding dan merogoh saku celananya, mengeluarkan benda pemberian Yen. Dia tersenyum dan mengelusnya.

"Aitai…"

"Ayo, Senra! Kita akan ketinggalan pesawat!"

Senra segera memasukkan kembali benda berharga itu di kantong celananya dan berjalan bersama Ibunya.

"Kenapa kita harus buru-buru? Santai saja, Ibu."

"Apa kau tidak mendengar pengumuman tadi? Pesawat sudah menunggu penumpang!" Ibu berjalan semakin cepat.

Senra juga mulai berjalan dengan cepat, tetapi menabrak seseorang yang tiba-tiba muncul dari lorong sebelah.

"Maaf!" Ucap mereka berdua bersamaan.

"Maaf! Ayo, Senra-Kun!"

Senra segera menyusul Ibunya tanpa melihat anak yang menabraknya tadi dan tidak menyadari bahwa benda berharganya telah jatuh.

Anak lelaki yang menabraknya masih memegang pundaknya dan menyadari benda yang bersinar di lantai. Dia segera mengambilnya dan melihat ke arah Senra yang sudah mulai berjalan menjauh.

"Mungkin bukan benda yang sangat berharga…" gumamnya dan pergi ke arah kedatangan.

***

"Syukurlah tidak terlambat…" ucap Ibu Senra sambil mengetik di hp-nya.

"Kita memang tidak terlambat, Ibu." Sahut Senra yang mencari posisi nyaman sambil mengambil hp dari dalam tasnya.

"Itu katamu, kan?"

Senra hanya tergelak dan mengirimkan pesan singkat dengan senyum tipis.

"Mengabari Yen-Chan?" Tanya Ibunya yang mendekatkan wajahnya, ingin melihat apa yang diketik anak semata wayangnya.

Senra segera menghindar dan menarik hpnya ke dadanya."Ini termasuk salah satu privasiku, Ibu."

Ibu Senra segera menjitak pelan kepala anaknya itu. Senra hanya tertawa dan mematikan jaringan hp. Tak lama, suara pramugari dan pintu masuk pesawat telah tertutup. Pesawat akan lepas landas tidak lama lagi. Senra dan Ibunya berdoa dalam hati, semoga perjalanan mereka kali ini akan baik-baik saja dan tiba dengan selamat.

Tampak seorang pria sedang berdiri di balik pagar, melihat pesawat yang akan lepas landas. Dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan benda yang diambil ketika ia menabrak orang di lorong.

"Hm?" Dia mengeluarkan secarik kertas dari benda yang dipegangnya.

"Tidak peduli seberapa lama pun,

Tidak peduli dimana pun,

Tidak peduli bersama siapa pun,

Aku akan tetap selalu mencintaimu, Senra-Kun"

- Yen

Ujung bibirnya membentuk seringai mengejek."LDR, ternyata…"

Dhug!

Senra segera menegakkan badannya.

"Ada apa, Senra-Kun?"

Senra menoleh sekeliling."Aku seperti mendengar sesuatu."

"Tidakkah itu hanya perasaanmu saja, Senra-Kun?"

Tepat Ibu Senra mengakhiri kalimatnya, pesawat yang ditumpangi terasa menurun dengan kuat yang disambut dengan suara kaget tertahan dari para penumpang.

"Harap para penumpang tetap tenang." Terdengar suara pramugari dari pengeras suara."Pilot kami sedang menstabilkan pesawat, sehingga situasi seperti tadi adalah normal. Diharapkan seluruh penumpang segera kembali ke tempat duduk masing-ma…"

Kalimat yang diucapkan sang pramugari tidak sempat selesai karena dipotong oleh suara ledakan dari belakang pesawat. Seluruh penumpang segera menjerit dan melihat ke arah belakang, termasuk Senra yang segera memegang tangan Ibunya. Segalanya terasa cepat. Ledakan dari belakang pesawat. Pesawat yang bergetar kuat, meluncur turun dengan cepat, membuat tekanan dalam pesawat terasa menyesakkan. Senra samar-samar mendengar Ibunya seperti terisak.

Senra menarik Ibunya kedalam dadanya dan menutup kedua matanya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi.

'Yen-Chan!?'

***

Di sisi lain, Yen yang terbaring lemah di ranjang putihnya, perlahan-lahan membuka kedua matanya dan menatap ke arah langit.

"Apakah Yen-Chan masih merasa sakit?"

Yen mengabaikan pertanyaan wanita yang berdiri di sebelah ranjangnya. Kedua matanya tampak redup dan pikirannya hanya terpaku pada teman dekatnya.

"Apakah…" Bisik Yen."…pesawat bisa terlihat dari sini?"

"Hm…" Wanita itu melihat kearah jendela."…bisa jadi. Aku tidak pernah memperhatikan."

Hening kembali memenuhi ruangan.

^^^