* Growl *
Gemuruh petir bergema di udara, awan hitam menyelimuti Kompleks Mansion Pribadi dari salah satu keluarga ternama di Shelter 3, keluarga Hohenheim.
" Kenapa kalian membiarkan mereka berdua pergi ke gunung!? Ini sudah malam namun mereka belum juga pulang? Apa ada hal yang ingin kalian katakan sebagai pembelaan diri!? "
Seorang pria parubaya terlihat marah kepada beberapa orang yang berlutut didepannya, ia membanting gelas ditangannya ke tanah hingga gelas keramik itu pecah berkeping-keping. Pria parubaya ini adalah kepala keluarga Hohenheim, Drussel Hohenheim.
Ia memiliki rambut merah menyala yang berapi-api, ciri khas dari keluarga Hohenheim.
Oang-orang yang berlutut hanya diam dan tidak ada yang berbicara untuk menyangkal perkataan dari tuan besar mereka. Sementara itu, wanita cantik yang ada disamping Drussel juga terlihat khawatir, tetapi ia berusaha menenangkan amarah Drussel.
" Sayang, kau harus tenang dan berpikir dengan kepala dingin, amarah tidak akan menghasilkan apa-apa di saat seperti ini. "
Wanita cantik itu adalah istri Drussel dan ibu dari Neissa, Siera Hohenheim. Dibekahi dengan tubuh yang indah, kecantikan luar biasa dan rambut berwarna azurenya, ia merupakan definisi sejati dari perempuan yang matang.
Mendengar ucapan istrinya, Drussel sedikit meredakan amarahnya, tetapi dia masih kelihatan kesal dan khawatir.
" Bagaimana aku tidak khawatir, walaupun tidak ada Beast di dalam Shelter, tetap saja, keluarga besar seperti kita selalu diintai oleh pembunuh dan pencuri. Bagaimana jika mereka menculik Neissa dan Weiss dan dijadikan sebagai budak, atau bagaimana jika... "
Mendengar Drussel yang terus mengoceh kekhawatirannya, Siera hanya menghela nafas dengan wajah lelah.
" *Sigh* Elira, Weiss dan Neissa, kemana kira-kira mereka pergi? "
Seorang maid dengan rambut hitam legam dikuncir kuda lalu berdiri dan menjawab pertanyaan dari Siera sambil menunduk.
" Baik Nyonya, menurutku jika mereka berdua tidak pergi ke Danau, mereka pergi ke Gunung kecil di selatan. "
Mendengar itu, Siera memegang dagunya sambil berpikir.
' Hmm... Area Danau dan Gunung ya, area Danau masih termasuk di dalam wilayah Hohenheim jadi aku tidak terlalu khawatir jika mereka kesana... tapi gunung kecil di selatan bukanlah milik keluarga manapun, itu wilayah yang ditinggalkan karena daerahnya yang tidak menghasilkan apa-apa dan sangat rawan akan longsor, itu adalah wilayah bebas dan para kriminal dapat berbuat sesuatu tanpa diketahui disana. '
Setelah memutuskan tindakan selanjutnya, Siera berkata kepada para pelayannya.
" Kalau begitu segera buat tim pencarian yang terdiri dari para pengawal dengan Level 20 atau lebih dan beberapa orang yang memiliki kemampuan pelacakan, bagi menjadi dua tim, satu menuju danau dan tim yang lain menuju Gunung, masing-masing tim akan dipimpin langsung olehku dan suamiku. Siapkan dalam waktu 10 menit, semuanya berkumpul di gerbang depan, itu saja " Ucap Siera.
Seluruh pelayan yang mendengar itu langsung menunduk, dan berkata.
" Laksanakan. "
" Kalau begitu, bubar! "
Para pelayan dan pengawal langsung berdiri dan pergi untuk menyiapkan pencarian, sementara itu, Drussel yang masih bergumam disadakan oleh kerumunan orang yang telah pergi. Siera terlihat memanggil seorang pelayan wanita dan saling mengobrol.
" Dimana Arina? " Tanya Siera kepada pelayannya.
" Maaf Nyonya, hamba tidak tahu dimana keberadaan kepala pelayan, sejak sore tadi ia tidak telihat dimanapun. " Ucap pelayan itu sambil menunduk.
Mendengar itu, Siera berpikir.
' Apa dia sudah mencari mereka terlebih dahulu? '
Setelah berpikir sebentar, Siera lalu kembali berkata kepada pelayannya.
" Hmm... kau boleh pergi. " Ucap Siera.
" Baik, Nyonya. " Pelayan itu lalu pergi dari tempatnya.
Drussel yang baru sadar dari gumamannya mendekati Siera dan berkata.
" Aku sudah tahu ke- "
Namun, ucapannya dipotong oleh Siera yang langsung pergi dan berkata kepada suaminya sambil berjalan.
" Kau jangan diam saja disitu, kita juga harus bersiap secepatnya. "
Mendengar itu, Drussel hanya memasang ajah lesu dan berkata dengan patuh.
" Baik... "
...
*Drip*
Suara tetesan air menggema di gua yang gelap gulita. Seorang anak sekitar umur 9 tahun dengan rambut putih yang kotor oleh tanah terlihat sedang berbaring di pinggir mata air di dalam gua.
" Eck... "
Anak itu yang hanya diam awalnya, tiba-tiba mengerang, ia sepertinya belum mati, walaupun tubuhnya penuh dengan luka. Darah mengalir di dahinya, dia adalah Weiss.
' ... sakit, tulangku seolah-olah akan copot. '
Weiss akhirnya bangun dari posisi tidurnya dan duduk sambil memegangi daerah yang sakit. Setelah sedikit sadar dengan kondisinya saat ini, Weiss mengelus elus wajahnya, dengan ekspresi sedikit terkejut.
" Aku... belum mati? Aku benar-benar belum mati? "
Weiss kemudian mencoba berdiri.
' Ah, ini sangat menyakitkan, tapi aku harus segera pergi dari sini dan menyelamatkan nona, karena gua tempat aku jatuh ini tertutup tanah, mungkin ada longsor susulan yang terjadi, aku harus keluar sesegera mungkin. '
Walaupun begitu, seperti yang Weiss katakan, tidak ada jalan keluar dari gua ini. Satu-satunya jalan keluar, tertutup oleh tanah. Dan dia belum bisa menggunakan sihir yang dapat menghancurkannya.
Weiss kemudian mencoba menggali dengan harapan tanah akan jatuh dan bagian atas terbuka, tapi itu sia-sia.
' Gua ini benar-benar telah diselimuti oleh Tanah. '
Weiss kemudian menggunakan [ Innate Ability ] nya, dan hasilnya, tidak ada jalan keluar lain untuk saat ini, ia lalu menghela nafas lelah dan bergumam.
" *Sigh* Sepertinya satu-satunya hal yang dapat kulakukan saat ini adalah menunggu ya. "
Weiss kemudian menatap jalan keluar yang ditutupi oleh tanah, dan berpikir.
' Tahan sebentar lagi Nyonya, ibu dan Nyonya besar pasti akan datang, aku yakin. '
Weiss terdiam sejenak dan tidak bergerak dari tempatnya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke dalam gua untuk membasuh tubuhnya.
Terjatuh dari tempat yang cukup tinggi, dampak dari jatuh itu terlihat dari luka luka goresan di sekujur tubuhnya.
Selain itu, tanah-tanah lengket yang bercampur dengan air hujan membuat tubuhnya kotor dan rentan akan infeksi kuman. Jadi, Weiss berencana untuk membasuh tubuh sekaligus pakaiannya.
Ia kemudian mendekat ke mata air yang ada didalam gua, dengan Isha Araq Kasta, Weiss dapat melihat dengan jelas walaupun berada di tengah kegelapan gua.
Walaupun begitu, ia tetap akan membuat api unggun, karena selain sebagai penghangat di dalam gua yang dingin dan lembab, menggunakan [ Innate Ability ] miliknya secara konstan sedikit membuat Weiss tidak nyaman.
" Tapi tunggu dulu... dimana aku bisa mendapatkan kayu bakar? "
Tidak tahu harus bagaimana, Weiss memutuskan untuk kembali menggunakan [ Innate Ability ] miliknya.
" Isha Araq Kasta. "
Matanya yang hitam legam menatap kosong ke semesta, dan Weiss secara misterius mendapatkan apa yang ingin ia ketahui.
Setelah itu, Weiss merasakan sakit di kedua matanya, matanya berkedut-kedut seakan ingin meledak.
" Tck... "
Weiss memegangi kedua matanya dan berpikir.
' Sepertinya aku terlalu lama menggunakan mataku. '
Weiss kemudian secara terpaksa menon aktifkan satu-satunya asa kehidupannya untuk sementara ini, tidak ada kekuatan yang besar tanpa kelemahan, begitu juga dengan matanya. Innate Abilitynya tidaklah sempurna, rentang waktu aktivasinya hanya sedikit.
Dan membutuhkan waktu untuk memulihkannya. Weiss tahu itu, namun ia juga tahu bahwa hanya Innate Abilitynya lah yang dapat membantunya saat ini.
Setelah merasakan rasa sakitnya mereda, Weiss kemudian menatap tumpukan tanah yang menutupi gua dan mulai mencari kayu-kayu kering yang dapat terbakar, dan digunakan sebagai kayu bakar.
Karena terkena tanah yang lembab, Weiss tahu bahwa ia harus membuat kayunya kering terlebih dahulu. Dan ia terus menerus menggali dan menggali.
Namun, saat Weiss tengah menggali timbunan tanah, ia merasakan tangannya menabrak benda yang sangat keras.
" Uh, apa itu!? "
Weiss memasang ekspresi kesakitan sekaligus penasaran, ia lalu mulai menggali tanah disekitar tempat tangannya menabarak benda keras itu. Perlahan lahan, sebuah cahaya redup kemerahan muncul dari balik timbunan tanah.
Weiss yang melihat itu mempercepat tangannya dalam menggali tanah, dan wujud benda itu semakin terlihat.
Cahaya redup bersinar semakin jelas, dan membuat cahaya yang cukup untuk membuat Weiss dapat melihat sekelilingnya yang tadinya benar-benar gelap.
Setelah selesai menggali cahaya itu sepenuhnya, Weiss menyadari bahwa benda itu adalah sebuah kristal berwarna Merah gelap yang berbentuk prisma segi enam.
" Ini... "
Weiss takjub dengan megah dan indahnya aura yang dibawakan oleh kristal tersebut, saat Weiss melihatnya, ia merasa seperti sedang dihadapan seorang penguasa.
' Perasaan yang sama saat aku berada dihadapan Tuan Besar, namun jauh lebih hebat. '
Kristal merah itu tidak besar, itu hanya seukuran genggaman tangan seorang anak seperti Weiss. Weiss kemudian mengamati kristal itu lebih teliti.
Ia mendekatkan Kristal itu di matanya, ia ingin mengetahui rahasia dibalik Kristal itu, tapi Innate Ability miliknya saat ini sedang tidak dapat digunakan. Jadi ia terpaksa harus mengamatinya secara manual.
Weiss memicingkan matanya, dan menyadari bahwa didalam kristal itu, ada sebuah benda berwarna hitam dengan corak-corak merah, dan tertancap dengan kokoh.
"... Sebuah Kunci. " Gumam Weiss.
Benda yang Weiss lihat adalah sebuah kunci, bentuknya cukup aneh untuk sebuah kunci, dengan kepala heksagon dan batang kuncinya sedikit melengkung.
Weiss terus mengamati kunci yang ada didalam kristal itu dengan pandangan kosong. Ia tidak dapat lepas dari pesona yang dibawa kunci itu.
Dan tiba-tiba...
" Uwa... "
kristal hitam tergelincir dan lepas dari tangannya, Weiss sedikit panik dan mencoba menangkap kristal tersebut. Tapi usahanya sia-sia, Kristal itu jatuh dengan cukup keras dan membentur permukaan gua yang berbatu.
* Crack *
Kristal itu seketika hancur saat terbentur tanah, itu seperti kristal tersebut terbuat dark benda yang benar-benar rapuh, bahkan lebih rapuh dari sebuah kaca.
Kunci hitam didalamnya juga otomatis keluar dan tergeletak di tanah.
" *Sigh* aku memecahkannya. ".
Weiss menghela nafas, ia menyesal karena cahaya yang mungkin saja adalah sumber penerangannya satu-satunya harus hancur dan pecah berkeping-keping.
Weiss mencoba mengambil pecahan kristal daripada kuncinya terlebih dahulu, ia mengamati bahwa warna dari pecahan kristalnya bukanlah warna merah seperti yang seharusnya dan tebal seperti yang Weiss pikirkna, tapi setelah ia lihat, itu hanyalah lapisan yang sangat tipis, dan transparan.
" Apa mungkin cahaya merah itu berasal dari kunci tadi? " Gumam Weiss.
Ia lalu membuang pecahan kristal karena merasa bahwa itu tidak memiliki nilainya lagi, dan mengambil kunci yang tergeletak tidka jauh dari tempatnya.
* Tap *
Weiss berjongkok dan kemudian mencoba mengambil kunci hitam itu, namun...
* Fwuosssh. *
Angin dingin memecat kearah Weiss dan membuat seluruh bulu kuduknya merinding, matanya tiba-tiba menegang dan tubuhnya tidak dapat bergerak sedikitpun.
' Ini.... apa yang terjadi!? '
Weiss berteriak dalam pikirannya, tapi tidak sedikitpun suara keluar dari mulutnya.
Kunci itu tiba-tiba bergetar hebat dan secara ajaib melayang diiringi dengan cahaya merah yang bersinar semakin terang dan terang disekelilingnya.
' Oi, Oi, Oi apa-apaan ini!? ' Weiss ketakutan data melihat kunci itu melayang secara misterius didepannya, sambil terus bergetar seakan-akan dapat meledak kapan saja.
Dan Cahayanya semakin terang dan terang.
' Aku punya firasat buruk tentang ini, *sigh* '
Dan bersamaan dengan Weiss yang menghela nafas dalam pikirannya, Cahaya menyilaukan membuat Weiss tidak dapat melihat apapun selain warna putih dan tenggelam dalam cahaya.
....