Chereads / Nine Keys of Truth / Chapter 2 - Mata yang melihat segalanya

Chapter 2 - Mata yang melihat segalanya

" *Pant* Nona muda, sebaiknya kita tidak pergi lebih jauh atau Tuan dan Nyonya besar akan marah * Pant* "

Seorang bocah berumur sekitar 9 tahun berkata kepada seorang gadis yang seumuran dengannya. Mereka berdua saat ini tengah berada di sebuah Hutan yang ada di gunung.

" Jangan khawatir Weiss, selama kita tidak ketahuan oleh Ayah dan Ibu, kita tidak akan dimarahi. DAN JUGA, sudah berapa kali kubilang untuk memanggilku Neissa saat kita hanya berdua. "

Ucap Gadis itu tanpa mengehentikan langkahnya, ia sama sekali tidak terlihat kelelahan saat mendaki gunung yang cukup curam, berbanding terbalik dengan Bocah berambut putih yang ia panggil Weiss dibelakangnya.

" *Sigh* Aku sudah tahu kau akan mengatakan itu. " Ucap Weiss sambil menghela nafas, Neissa yang mendengar itu berkata sambil menoleh kearah Weiss dibelakangnya.

" Hehe, tunggu sebentar lagi, saat kita sampai di puncak nanti, kau pasti akan terdiam dengan sendirinya. " Ucap Neissa.

" Heh~ jadi kau secara tidak langsung mengatakan bahwa kau pernah kesini sendirian? " Balas Weiss dengan tatapan menginterogasi.

Merasa bahwa ia telah salah berbicara, Neissa berkeringat dingin, tapi dia tidak mencoba mengelak. Melihat itu, Weiss hanya dapat menghela nafas.

" *Sigh* Tolong jangan lakukan itu lagi Nona, setidaknya jangan tanpaku. " Ucap Weiss. Neissa hanya tertawa pahit dan berkata.

" Hehe~ Maaf, Weiss. " Ucapnya tulus.

Weiss tidak melajutkan, tapi mata birunya memandangi Neissa sambil berpikir.

' Apakah ini salah satu perwujudan dari " Tekad seorang Hohenheim " yang diceritakan oleh Tuan Besar? ' Pikir Weiss.

Saat Weiss terus berpikir, tidak terasa Neissa telah berhenti dari berjalan dan mereka berdua telah sampai dipuncak gunung, karena sejak awal itu bukanlah gunung yang sangat tinggi. Weiss lalu berhenti beberapa langkah dibelakang Neissa.

" Kita sudah sampai. " Ucap Neissa dengan senyum.

Saat ia melihat kedepan, ia disuguhi oleh pemandangan indah dari hijaunya pepohonan di kaki gunung.

" Indah " Gumam Weiss.

Mendengar itu, Neissa membalas sambil tersenyum

" Benar kan? "

Melihat senyum yang layak dilindungi itu, Weiss hanya dapat mengaggumi keindahannya dalam diam.

' Aku berjanji untuk tidak akan pernah membuatmu sedih, Nona Muda. '

Keluarga Hohenheim terkenal karena rambut merah mereka, dan Neissa juga mewarisi itu dari ayahnya, ia mewarisi pupil zamrud dan kecantikannya dari sang ibu.

Mereka berdua berdiri cukup lama disana, hingga tidak terasa matahari telah hampir terbenam di ufuk barat, dan malam akan tiba. Melihat itu, Weiss terlihat khawatir karena sudah terlalu lambat untuk pulang sekarang, ini salahnya karena lupa mengingatkan Neissa untuk pulang dan malah ikut menikmati pemandangan.

" Ini gawat Nona, Tuan dan Nyonya besar akan segera kembali dari pertemuan, jika kita tidak pulang sekarang, kita benar-benar akan dimarahi. " Ucap Weiss, Neissa yang mendengar itu juga mengerti dan mengangguk.

" Um, ayo kita pulang. "

Mereka berdua lalu mulai menuruni gunung untuk kembali ke rumah, namun, Alam seakan tidak mengijinkannya, langit senja mulai gelap dengan awan hitam menutupi cahaya oranye dari matahari yang akan terbenam, hujan perlahan turun dan membasahi tanah.

*Tap*

Merasakan rintikan air dari langit, Weiss berpikir.

' Tck, kenapa sekarang? Jika hujan semakin deras, tanah akan menjadi licin dan harus lebih berhati-hati untuk melewatinya. '

Dan benar saja, Hujan turun semakin deras, Weiss dan Neissa tidak berhenti melangkahkan kaki mereka. Neissa hanya diam dan mengikuti Weiss dari belakang. Khawatir dengan Neissa yang sewaktu-waktu dapat tergelincir, Weiss lalu mengulurkan tangannya.

" Hmm? " Neissa dengan bingung memiringkan kepalanya.

" Nona muda, maaf jika aku tidak sopan, tapi tolong pegang tanganku. " Ucap Weiss dengan wajah datar, rambut putihnya basah diguyur hujan.

Mendengar itu, Neissa mengerti dan mengangguk, ia lalu mengambil tangan Weiss, dan mereka kembali berjalan menuruni bukit.

Lalu, tiba-tiba Neissa tersandung oleh ranting pohon yang ditutupi oleh lumpur sehingga terlihat disamarkan.

" Ouch "

Melihat itu, Weiss langsung berhenti dan memasang ekspresi khawatir.

" Nona Muda! "

ia berlutut didepan Neissa dan memeriksa apakah nona mudanya itu terluka. Neissa yang tidak ingin membuat Weiss khawatir langsung mencoba berdiri.

" Tidak Weiss, aku tidak apa ap- "

Namun, saat Neissa mencoba berdiri kaki kirinya secara tidak sengaja menginjak bagian tanah yang mudah ambruk, Weiss yang melihat itu merespon cepat dan langsung menggenggam pergelangan tangan Neissa.

" Nona muda. " Dengan berpegangan ada pohon didekatnya, Weiss memegang tangan Neissa yang tampak akan segera jatuh ke bawah.

Namun, dengan runtuhnya tanah, perlahan-lahan tanah disekitarnya juga mulai runtuh bahkan pohon yang menjadi pegangan Weiss akan segera rubuh karena tidak memiliki media untuk menopang tubuhnya.

Merasakan bahwa ia dan Neissa akan benar-benar jatuh, Weiss kemudian memutar otaknya dan mencari sebuah cara untuk setidaknya menyelamatkan Neissa. Setelah berpikir cepat, Weiss memutuskan untuk menggunakan [ Innate Ability ] miliknya.

[ Innate Ability ] seperti namanya adalah kemampuan bawaan yang dimiliki umat manusia sejak lahir. Sejak Evolusi Dunia terjadi, manusia memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir, walaupun itu harus melewati proses yang panjang. Orang-orang timur menyebutnya kultivasi, tapi Orang-orang Barat mengibaratkannya seperti Level di dalam Game-game RPG.

Weiss saat ini belum memulai Kultivasinya, karena usia untuk seseorang dapat memulai kultivasi mereka adalah 10 tahun. Ia masih jauh dari seseorang yang dapat menggunakan sihir, atau setidaknya sebuah senjata jiwa [ Soul Armament ]. Jadi, mau tidak mau Weiss harus menggunakan kemampuan bawaannya, walaupun ibunya telah melarang keras hal itu, karena setelah mengetahui kekuatan dari kemampuan bawaan Weiss, ibunya takut Weiss akan dijauhi oleh teman-temannya. Jadi ibunya memerintahkan Weiss untuk tidak menggunakannya kecuali keadaan mendesak.

Dan Weiss tahu saat inilah keadaan mendesak itu, ia lalu bergumam pelan.

" Isha Araq Kasta. ( Mata yang melihat segalanya ) "

Mata biru Weiss dalam sekejap berubah menjadi mata hitam penuh misteri yang seakan akan menyimpan seisi alam semesta didalamnya. Dan seperti namanya, Isha Araq Kasta adalah kemampuan bawaan Weiss yang dapat melihat segalanya, termasuk sebuah cara untuk lolos dari bencana saat ini. Weiss mencari cara untuk menyelamatkan mereka berdua tapi mata hitamnya mengatakan bahwa itu tidak mungkin, dan karena ia harus cepat sebelum mereka berdua jatuh sepenuhnya, Weiss memutuskan untuk hanya menyelamatkan Nona mudanya.

Dalam sekejap, Weiss mendapatkan sebuah cara untuk menyelamatkan nona mudanya dan tanpa berpikir lebih lama ia langsung melaksanakannya. Weiss kemudian melihat Akar dari sebuah pohon besar yang terlihat cukup untuk menopang seseorang diatasnya, akar itu dapat terlihat karena tanah disekitarnya telah amblas.

Weiss lalu melepas ikat pinggangnya menggunakan tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang Neissa yang telah pasrah akan nasibnya. Seperti telah berlatih untuk melakukannya, Weiss dengan cepat melilitkan ikat pinggangnya di akar pohon itu, dan bergelantungan sambil memegang Neissa.

Merasakan bahwa mereka berhenti terjatuh, Neissa melihat melihat keatas, dan melihat mata hitam Weiss yang seakan-akan melihat segalanya dari dirinya, ia merasa seperti sedang ditelanjangi. Dengan tangan kecilnya, Weiss menarik Neissa keatas, Neissa yang mengerti maksud Weiss naik keatas dan akhirnya duduk di akar pohon besar itu.

Neissa lalu mengulurkan tangannya kepada Weiss, ia bermaksud menarik Weiss keatas.

" Naiklah, Weiss. " Ucap Neissa.

Weiss bingung, jika begini ia dapat menyelamatkan mereka berdua, tapi matanya tidak mungkin mengatakan bahwa ia tidak dapat menyelamatkan mereka berdua sekaligus sebelumnya. Ia bingung harus mengambil tangan Neissa atau tidak, tapi ia tiba-tiba saja merasakan akar pohon tertarik kebawah dan membuatnya menjadi miring, dan sebelum ia dapat menggenggam tangan Neissa, ikat pinggang yang dililitkan nya di akar pohon merosot sebelum akhirnya terlepas.

Weiss yang melihat itu melebarkan matanya, ia sudah siap untuk ini, tapi itu tetap saja mengejutkannya. Melihat Weiss yang terjatuh, Neissa berteriak dan mencoba menangkap tangan Weiss yang telah terjatuh cukup jauh.

" WEISS! "

Namun, Weiss hanya tersenyum pahit dan bergumam.

" Hah~ Jadi kau bahkan dapat melihat masa depan ya, dasar mata yang merepotkan. "

Namun, ekspresi bersyukur terlihat di wajah Weiss, ia bersyukur dari lubuk hati terdalamnya bahwa nona mudanya selamat. Dan dengan itu, Weiss terjatuh entah kemana.