"Ali."
"Maaf Prilly, gue harus pergi sekarang... Gue janji akan kembali setelah pendidikan gue selesai."
Prilly menatap nanar punggung Ali yang berjalan semakin jauh dari pandangannya. Baru saja Prilly merasakan kebahagian karena bisa menjadi kekasih Ali, tapi kini mereka harus kembali berpisah karena Ali yang akan melanjutkan kuliahnya di universitas jakarta. Jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal Prilly saat ini.
Bukan hanya Ali yang harus pergi, karena Ariyanto pun ikut serta dengan Ali karena memang kedua orang tua Ali dan Ariyanto ada di jakarta.
"Sudahlah Prilly jangan sedih gitu, gue jadi ikutan nangis nih." ucap Amanda seraya menghapus air mataya yang ikut menetes melihat kepergian salah satu sahabatnya.
"Lo aja yang lebay, gue nangis juga nggak." ucap Prilly menatap Amanda dengan kening berkerut.
Prilly memang sedih, tapi Prilly tidak menangis seperti Amanda karena dirinya pun sebenarnya akan pindah ke jakarta bersama Ayahnya untuk tinggal bersama Ibunya, Patricia. (Maaf kalau salah sebut nama, udah lama jadi agak-agak lupa)
Dan Prilly berdoa agar nanti ia bisa satu sekolah lagi dengan Ariyanto.
"Hiks... Sebenarnya gue nangis bukan karena mereka." ucap Amanda.
"Lah kalau bukan karena mereka? Terus siapa?" tanya Prilly heran.
Prilly pun mengajak Amanda untuk masuk kedalam rumahnya dan mereka pun duduk di ruang tamu.
"Huhu..."
"Udah deh Man, jangan lebay kek gitu... Gue aja di Tinggal pacar gue pergi jauh kagak nangis." ucap Prilly.
"Ya lo sih masih mending cuma di tinggal ke jakarta, lah gue." ucap Amanda sengaja di gantung.
"Emang lo di tinggal siapa elah?" tanya Prilly penasaran.
"Isma."
"What?!"
"Hiks..."
"Tunggu! Jadi lo beneran jatuh cinta sama Isma?" tanya Prilly kaget.
Amanda mengangguk lemah. "Iya, gue jatuh cinta sama Isma tapi dia malah ninggalin gue pergi jauh."
"Hahhaaha."
Amanda melotot kearah Prilly yang malah tertawa terbahak karena ucapannya. "Kenapa malah ketawa."
"Dulu lo pernah bilang kan kalau lo nggak bakalan suka sama Isma."
Amanda cemberut mendengar ucapan Prilly yang memang benar apa adanya. Dulu ia mengatakan bahwa ia tidak akan pernah menyukai Isma tapi nyatanya sekarang ia malah mencintai Isma. Karma yo π
"Karma yo Man."
"Tailah."
Kiss You.
ββ’ββ’
Prilly Maharani.
Gue menghela nafas panjang kemudian menatap Ayah gue yang duduk di kursi kemudi.
"Kamu kenapa sayang?"
Gue menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa kok Yah.."
"Kalau kamu nggak yakin buat ke jakarta, kita bisa batalin kok." ucap Ayah gue sambil tersenyum masam.
Buru-buru gue menggelengkan kepala gue. "Ngak gitu Yah, aku cuma kasian aja sama Amanda, nanti dia nggak punya sahabat yang cantik kayak Prilly lagi hehe."
Ayah tersenyum mendengar ucapan gue. "Jadi siap buat ke jakarta dan hidup baru di sana bersama Bunda dan kakakmu lagi."
Gue menganggukkan kepala gue mantap. "Tentu, lagi pula kan dari dulu Prilly maunya juga gitu."
Ayah mengangguk lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan rumah kami, gue pasti bakalan kagen sama rumah dan juga temen temen gue yang ada di sini.
Tapi gue juga seneng karena pada akhirnya Ayah kembali rujuk sama Bunda. Ya walau gue nggak tau bagaimana nantinya, tapi untuk saat ini gue bahagia.
Semoga gue bisa ketemu Ali di jakarta dan juga bisa satu sekolah dengan Ariyanto.
Duh kok gue bisa lupa ngasih tau Amanda ya kalau hari ini gue pindah. Bego!
Gue mengambil hp gue dan terus menulis pesan buat Amanda, sahabat gue tersayang... Aduh maafin gue ya Amanda.
'Amanda maaf ya gue lupa kasih tau kalau hari ini gue berangkat ke jakarta. Maaf maaf maaf banget ya Amanda sayang, gue bener bener hilaf'
Beberapa detik kemudian gue mendapat balesan dari Amanda.
'Tai lah, kalau becanda jangan gitu gak lucu tau.π‘'
Gue menghela nafas lalu membalas pesan dari Amanda.
'Gue serius Man... Sekali lagi maaf."
Setelah mengirim pesan itu gue langsung menyimpan hp gue kembali ke dalam tas dan lebih memilih memperhatikan jalanan sekitar.
π‘Tamatπ‘