Gadis itu namanya Helena Lindsey, kulitnya putih pucat, rambutnya putih panjang, dan matanya biru terang. Ia sedikit mengingatkanku dengan jenis Albino. Hanya saja dia bukan Albino (sepertinya) mungkin hanya sebuah kebetulan ia memiliki ciri-ciri yang sama dengan Albino.
Ia, di dalam mimpiku menggunakan sebuah gaun tipis berwarna kuning yang tentunya sangat tidak cocok dengannya. Menurutku ia lebih pantas menggunakan sesuatu yang senada dengan warna matanya, biru. Namun itu semua tak menghilangkan fakta bahwa ia cantik.
Aku ingat di dalam mimpiku ia menghampiriku, menjelaskan bahwa namanya adalah Helena, seorang putri dari penyihir bernama Anna dengan ayah seorang hakim para non-wicce (manusia tanpa kekuatan sihir), dan aku juga ingat bahwa ia mengatakan dirinya adalah istriku.
Aku hendak melayangkan protes ketika tahu-tahu saja aku terbangun karena suara ibu nyari memecahkan gendang telingaku. Wanita paruh baya itu mengomeli ku tentang aku yang nyari terlambat pergi ke sekolah. Saat itu rasanya ingin saja aku kembali tidur agar dapat bermimpi lagi tentang Helena, si gadis misterius yang mengaku sebagai istriku. Tetapi kuurungkan niatku mengingat ibu akan mengamuk ketika melihatku kembali tidur.
Mungkin ini agak aneh, mengingat biasanya, mimpiku tidak pernah menjadi kenyataan. Tetapi mimpi kali ini, tentang gadis bernama Helena itu menjadi nyata.
Di sana, lebih tepatnya, di dekat gerbang sekolahku. Seorang gadis bertubuh kurus, mengenakan pakaian seragam sekolah yang sama denganku, berdiri menatap sekelilingnya dengan takjub. Mata birunya terlihat memancarkan sinar berkilau melihat gedung megah sekolahku, rambut putih panjangnya diikat ekor kuda, tinggi. Ketika kedua manik mata kami bertemu, gadis itu tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.
"Hai Edward!" teriaknya