Lova memandangi lukisan yang ada di dalam ruangannya. Lukisan yang memang sangat cocok berada di galerinya.
"Sepertinya seseorang mulai merasuki pikiranmu," Timmy ikut memandangi lukisan Aeden, "Dia pria yang luar biasa."
Lova tersenyum, "Hm, memang sangat luar biasa."
"Aih, virus cinta."
Lova menanggapi godaan Timmy dengan senyuman tenangnya.
Ring.. Ring..
"Ya, Ketua?"
"Datang ke cafe A."
"Baik."
Dealova tak pernah menanyakan tentang apa yang mau Beverly katakan. Ia hanya menjawab 'baik' atau 'siap' untuk perintah dari Beverly.
"Timmy, jaga galeri. Aku keluar sebentar."
"Baiklah, hati-hati."
"Hm." Dealova meraih kunci mobil, jaket dan dompetnya lalu segera pergi.
♥♥
Lova berhenti di sebuah parkiran yang berada di kawasan pertokoan yang tak terlalu ramai. Ia berjalan kaki menuju ke tempat yang dimaksud oleh Beverly.
Melewati lorong pertokoan hingga sampai ke penyebrangan jalan. Lova masuk ke dalam sebuah cafe,ia duduk di sebuah bangku, di belakangnya ada Beverly yang duduk berlawanan arah dengannya. Mereka saling membelakangi.
Pelayan datang, Lova memesan makanan lalu pelayan pergi.
"Aku telah menerima misi baru."
"Bukannya kita masih punya dua minggu untuk berlibur?"
"Dalam misi ini aku tidak akan melibatkanmu dan juga Bryssa. Hanya aku dan Qiandra yang akan turun."
"Lalu?" Dealova bingung, jika misi ini bukan untuknya kenapa Beverly meminta untuk bertemu.
"Dalam berkas yang aku terima, Jayden termasuk dalam orang-orang yang menerima aliran dana Aetero."
Ah, jadi ini tentang Jayden, "Jika kau mengkhawatirkan perasaanku sebagai seorang yang lahir karena darah Jayden maka aku harus mengatakan, aku tak pernah ingin kau khawatirkan sebagai anaknya. Lakukan apa yang harus kau lakukan. Dia penjahat, dia harus dihukum."
"Mungkin hukumannya akan cukup lama karena ada beberapa kasus pembunuhan yang tak terungkap."
"Bahkan jika dia harus mati karena kejahatannya aku tak akan menangisinya, Bev. Memiliki ayah seperti Jayden bukan hal yang aku inginkan, apalagi jika dia penjahat."
Lova mendengar helaan nafas Beverly, "Baiklah, jika itu tak jadi masalah untukmu maka aku bisa mulai menyusun rencanaku."
"Aku percaya kau mampu, Bev. Ungkap semua kejahatan yang tak bisa disentuh oleh pihak hukum."
"Hm."
Pembicaraan selesai. Beverly menyeruput tehnya lalu segera pergi dengan meninggalkan beberapa lembar uang. Sementara Dealova, ia masih di cafe karena pesanannya baru saja datang.
Usai minum, Dealova kembali menyusuri jalan yang sama. Ia sudah menyebrang jalan dan kini ia melangkah ke lorong belakang pertokoan yang sepi.
Ring.. Ring..
"Aku baik-baik saja, Q004. Lakukan yang terbaik untuk misi selanjutnya."
"Aih, aku bahkan belum mengatakan apapun padamu."
"Aku sudah tahu apa yang akan kau katakan. Jadi aku mempersingkatnya saja."
"Tch, dasar kau ini!" Qiandra diseberang sana berdecih.
"Q, sepertinya aku memiliki beberapa orang yang harus di urus."
"Ada yang mengikutimu?"
"Tidak perlu cemas. Aku bisa mengatasinya, mereka hanya membawa alat setrum. Kemungkinan aku hanya akan diculik. Aku putuskan sambungannya." Dealova mematikan sambungan teleponnya. Ia melihat dari sebuah kaca jendela 2 orang pria mendekatinya. Ia kemudian memasukan ponselnya.
"Astaga, barangku tertinggal." Lova membalik tubuhnya. Kini ia melihat dengan jelas 2 pria yang tadi ia lihat samar. Lova melangkah seperti ia tak tahu apa-apa.
Dua orang tadi menghalangi jalan Lova.
"Kalian menghalangi jalanku, aku mau lewat." Lova bersuara polos.
Dua orang itu mengayunkan dua tongkat hitam yang Lova tahu adalah alat setrum yang bisa membuatnya hilang kesadaran.
Ketika Lova hendak melawan, dari arah belakang seseorang telah lebih dulu menyetrumnya.
♥♥
"Aku sudah mendapatkan Lova. Aeden tak akan bisa melacak keberadaannya karena aku sudah menonaktifkan ponselnya."
Lova mendengar suara itu sepenuhnya namun matanya masih tetap terpejam seakan dirinya masih belum sadarkan diri. Lova tak selemah itu untuk dengan mudahnya ditangkap, ia menyadari keberadaan orang di belakangnya hanya saja ia bersikap tak tahu. Ia ingin tahu untuk alasan apa ia diculik. Ternyata, alasannya adalah Aeden.
"Hubungi Aeden dan katakan padanya jika wanita yang ia cintai ada di tanganku."
See, inilah kenapa Lova tak ingin bertahan di sisi Aeden, cepat atau lambat ia pasti akan jadi kelemahan Aeden.
"Ah, kau benar. Aku akan membuat seolah-olah wanita itu meninggalkannya. Jika benar Aeden mencintai wanita ini maka ia pasti akan merasakan sakit hati. Well, setelah itu baru kita katakan kenyataannya dan menukar nyawa wanita ini dengan Aeden."
Lova masih tak bergerak, ia harus bertahan lebih lama untuk mendengarkan lebih banyak lagi.
"Ah, mengenai D02, aku akan mencari tahu untukmu. Ada beberapa orang yang mungkin bisa membantu menemukan siapa D02."
Siapa orang ini? Lova bertanya dalam hatinya. Kenapa orang ini bisa tahu tentang nama agennya. Seingatnya ia tak pernah meninggalkan jejak saat menjalankan misi.
"Ah, ya, aku akan menjaganya dengan sangat baik karena wanita ini yang bisa membuat dendamku terbalaskan."
Dendam? Satu alasan lain orang ini menangkapnya adalah karena dendam. Lova tak ingin bertanya apa yang telah Aeden lakukan pada orang yang menelpon dan ditelepon, ia hanya harus tahu siapa lawan bicara pria di dalam ruangan itu.
Setelahnya senyap. Detik kemudian suara derap langkah terdengar menjauh, pintu terbuka lalu terkunci lagi.
"Jaga baik-baik kamar ini." Suara itu terdengar tidak sejelas tadi.
Lova membuka matanya. Kondisinya saat ini terbaring di atas ranjang dengan tangan di borgol. Ia melihat ke sekelilingnya, tak ada celah untuknya kabur tapi bukan Dealova namanya jika ia tidak bisa keluar dari sana. Kamar itu mungkin tak bisa dibuka tapi ia bisa menerobos keluar. Mungkin untuk meledakan tempat itu, Dealova tidak memiliki bahan yang cukup tapi untuk membuat para penjaganya tewas, itu tugas mudah bagi Lova. Lova bisa keluar semudah ia masuk ke dalam tempat itu.
Sekarang ia hanya perlu menunggu beberapa hari, ia cukup penasaran untuk mencari tahu lebih lama.
tbc