Chereads / MRS 2 - Desire / Chapter 16 - Part 15

Chapter 16 - Part 15

Sinar matahari pagi ini begitu menghangatkan namun tak menyengat, setelah menikmati terbitnya matahari bersama dengan Aeden, kini Lova tengah berdiri dengan tangannya memegang kuas, kanvas di depannya sudah tidak putih lagi, terisi oleh gabungan warna dan goresan kuas yang membentuk sebuah pemandangan indah yang tengah memandangi pemandangan indah lainnya.

Aeden tengah berdiri dengan tangan kirinya masuk ke saku celana pendeknya, sementara tangannya yang lain ia biarkan menggantung bebas. Matanya sedang menatap ke arah lautan, wajahnya terlihat tenang tanpa beban. Ia bahkan tak sadar jika dirinya tengah menjadi model lukisan Lova. Yang Aeden tahu, Lova sedang fokus melukis jadi dirinya tak ingin mengganggu sang wanita.

Setelah beberapa saat, dan setelah Aeden pikir Lova sudah bisa diganggu, ia segera melangkah menuju ke Lova.

"Ah, mencuri gambarku lagi."

"Entalah, kau menjadi objek favoritku saat ini." Lova tersenyum. Ia terus melukis bagian laut yang belum ia selesaikan.

Aeden memeluk Lova, "Lukisan ini, untukku lagi, ya."

"Enak saja. Ini akan aku jual."

"Waw, tega sekali kau padaku, Love. Kau membiarkan orang memiliki lukisan wajah dewa tampan ini."

Lova berdecih, narsisnya Aeden kumat lagi, "Aku akan dapat banyak uang karena lukisan ini dan yang membelinya pasti seorang wanita."

"Aku akan membelinya dengan harga yang lebih mahal, Love. Aku berikan setengah hartaku untuk lukisan itu."

Lova tertawa geli, "Waw, aku kaya sekarang." Ia nampak senang, "Aku tidak akan menjualnya, Aeden. Lukisan ini akan aku letakan di ruang kerjaku di galeri."

"Ah, manisnya." Aeden mengecup pipi Lova, "Kau melakukannya karena kau pasti merindukan aku tiap saatnya."

Lova tersenyum, ia menggerakan tangannya lagi, sejujurnya ia memang melakukan itu karena Aeden, ia ingin melihat wajah Aeden dengan gambaran tangannya sendiri.

Setelah selesai melukis, Lova dan Aeden kembali ke villa, mereka kini berada di dapur. Mengerjakan pekerjaan dapur berdua seperti sepasang kekasih yang sangat manis.

"Aku memotong sayurannya dan kau yang memasaknya, aku tidak bisa memasak, Love."

Lova menganggu setuju, "Baiklah." Jika Bryssa tak pandai memasak maka Lova adalah wanita yang sangat pandai mengenai masakan.

Aeden memikirkan sesuatu, ia sepertinya hari ini sedang jahil.

"Auch!" Aeden meringis.

Lova melepaskan pekerjaannya, ia segera meraih tangan Aeden, "Apa yang terjadi?" Ia bersuara cemas.

Aeden tahu, meski Lova tak pernah mengatakan sesuatu tentang apa yang dia rasakan tapi ia tahu jika Lova mengkhawatirkannya. Lihat saja wajah panik Lova saat ini.

Aeden membuka tangannya, ia tertawa kecil, "Aku bercanda, Love."

Lova menghela nafas, ia dikerjai oleh Aeden, "Kau ini, dasar!" Lova melepaskan tangannya dari tangan Aeden, ia kembali ke pekerjaannya.

"Aku suka kau mengkhawatirkan aku, Love."

"Ulangi saja lagi, aku tidak akan peduli jika kau terluka sungguhan." Ketus Lova.

Aeden tertawa kecil, seluruh ekspresi Lova benar-benar menggemaskan. Ia tak bisa menahan dirinya untuk tidak mengecup pipi Lova.

"Kau benar-benar menggemaskan, Love."

"Lanjutkan pekerjaanmu! Tidak selesai maka kau tidak bisa makan."

"Kejamnya." Aeden memeluk Lova dari samping. Hal seperti ini menjadi bagian favoritnya. Ia suka sekali memeluk Lova dari samping.

Aeden kembali memotong sayuran, "Auch!" Suara ringisan Aeden kembali terdengar.

Lova mengatakan ia tak akan peduli lagi tapi tetap saja ia melepaskan pekerjaannya dan meraih tangan Aeden, kali ini benar-benar teriris, berdarah dan terluka.

"Inilah kalau kau suka bercanda, lihat hasilnya." Oceh Lova, ia menghisap jari Aeden yang terluka.

Aeden tersenyum, sungguh ia telah jatuh hati pada sosok cantik di depannya.

"Tinggalkan dapur, biar aku yang memasak." Lova tak ingin Aeden terluka lagi. Dapur memang tak cocok untuk pria seperti Aeden.

"Tapi aku ingin melihatmu, Love."

"Kau bisa melihatku sepuasnya, Aeden. Hanya saja, saat ini jauhi dapur. Kau bahkan terluka di tempat seperti ini, adtaga."

Aeden enggan pergi tapi akhirnya ia pergi juga karena pelototan dari Lova. Wajah garang Lova membuat Aeden menurut.

♥♥

Setelah satu minggu di villa, Lova dan Aeden kembali ke mansion dan mereka segera melakukan aktivitas mereka masing-masing.

Aeden ke perusahaannya lalu selanjutnya ia akan ke markas, dan Lova, ia mengunjungi makam Collins, ia merasa rindu pada sosok hangat yang sangat dekat dengannya itu.

"Collins, aku harus pergi, kan?" Lova bertanya pada makam yang pati tak akan bisa menjawabnya. "Jika aku bersamanya, aku akan menjadi lemah, dia juga sama. Orang-orang yang mengincar aku maupun Aeden akan menggunakan salah satu dari kami untuk membuat kami sengsara. Apa yang aku pikirkan adalah pilihan yang benar, kan?"

Kecemasan Lova bukan tak beralasan. Di dunianya dan dunia Aeden, mereka tak harus memiliki orang-orang yang mereka sayangi. Lova tak percaya jika pasangan akan menguatkan pasangan lainnya, nyatanya jika ia menyayangi seseorang ia pasti akan berkorban untuk orang itu, dan bentuk pengorbanan itu pastilah yang akan membuatnya kesulitan. Apalagi untuk seorang Aeden, Lova yakin jika Aeden akan melakukan apapun untuknya, ia tak ingin membuat Aeden tak berdaya karenanya.

"Ah, Collins, maafkan aku karena sampai detik ini aku tak menemukan siapa yang telah membunuhmu. Jika kau masih hidup saat ini kau pasti akan mengejekku karena tak bisa memecahkan kasus kematian." Lova tak pernah menyerah atas kasus kematian Collins tapi semakin ia mencari tahu ia semakin menemukan jalan buntu.

"Sebaiknya aku pulang dulu, Collins. Lain kali aku akan mengunjungimu lagi." Lova pamit. Ia memasang kembali kaca matanya dan segera masuk ke dalam mobil mewah yang diberikan oleh Aeden padanya. Lova tak perlu takut jika Aeden akan menemukan keberadaan mobil itu, ia sudah membuat mobil itu tak terlacak. Lagipula Lova yakin jika Aeden tak akan mencari tahu dimana ia berada, ia sudah bicara sebelum ia pergi.

Mobil Lova meninggalkan kawasan pemakaman. Seseorang yang sejak tadi memperhatikan Lova dari dalam mobil kini tersenyum menyeringai.

"Ada apa dibalik kalian berdua Lova dan Aeden." Pria itu menemukan sesuatu yang menurutnya bisa membantunya menghancurkan Aeden. "Aeden adalah pembunuh Collins, dan sepertinya Lova cukup dekat dengan Collins. Ah, nampaknya ini akan jadi sesuatu yang menarik. Aku suka teka-teki ini." Pria itu memasang kembali kacamatanya dan segera melajukan mobilnya.

Seseorang mengintai Aeden sudah sejak lama tapi Aeden tak pernah menyadarinya.

♥♥

"FZT." Pria yang menemukan surat di kediaman Collins membaca 3 huruf yang tak berhasil dipecahkan oleh Aeden.

"Harusnya aku menemukan tentang Lova disini, tapi yang aku dapatkan tentang FZT. Ah, teka-teki lainnya. Aku harus menemukan siapa FZT ini. Kemungkinan dia yang membunuh Jordan."

Pria itu keluar dari kediaman Jordan. Ia segera kembali ke kediamannya yang mewah.

"Selamat datang, Tuan." Seorang pelayan menyapa pria itu. "Tamu Tuan sudah datang."

"Hm," Pria itu hanya berdeham. Ia terus melangkah hingga sampai di depan dua daun pintu rakasasa, ia membukanya dan melangkah masuk dengan langkah tegas dan badan tegapnya.

"Duduk saja, Weckly." Seru pria itu. Pria yang bernama Weckly itu kembali duduk.

"Apa yang kau butuhkan?"

"Hanya menemukan jawaban dari sedikit teka-teki." Pria itu duduk di sofa single berwarna hitam yang sama dengan warna setelan jasnya. "FZT, aku menemukan 3 huruf itu di beberapa surat Collins."

"Ah, seseorang yang tewas karena Aeden." Weckly tahu tentang Aeden adalah otak dibalik pembunuhan Collins karena saat itu ia bersama dengan pria yang menjadi lawan bicaranya sekarang.

"Tak ada orang yang dekat dengan Collins dengan inisial huruf itu."

Weckly meraih surat yang dituliskan oleh Collins, "Tidak terlalu sulit mencarinya. Seseorang yang pernah menjadi agen rahasia sepertiku sering berurusan dengan jaksa dan menggunakan inisial seperti ini."

"Apa itu?"

"Four Zero Two." Seru Weckly, "D02." Ia tersenyum, mudah baginya menebak kode yang sering digunakan oleh sesama agen termasuk dirinya dulu. "Ini adalah nama panggilan untuk seorang agen."

"Kau bisa memberiku nama agen ini?"

Weckly menggelengkan kepalanya, "Mengetahui tentang kode ini mudah bagiku tapi untuk mencari tahu siapa orangnya, aku tidak bisa. Badan intelijen memiliki tingkat keamanan yang tinggi untuk data-data agen, terutama agen rahasia."

"Ah, sepertinya aku masih harus bekerja keras lagi." Pria itu menghela nafasnya, "Menurutmu, apakah mungkin agen ini yang membunuh Jordan?"

"90% kemungkinannya, sesorang yang bisa menembak dari jarak jauh dan akurat seperti itu pasti orang yang sangat terlatih."

"D02, ini membuatku sangat penasaran." Pria itu adalah pria yang tidak bisa penasaran, ia akan mencari tahu apapun yang membuatnya penasaran.

"Apakah hanya bantuan ini yang kau butuhkan?" Tanya Wekcly.

"Ada lagi."

"Apa itu?"

"Culik seorang wanita yang bernama Lova. Dia kelemahan Aeden."

"Fotonya."

"Aku akan mengirimkannya dari email."

"Baiklah. Kalau begitu aku pergi sekarang."

"Ya."

Weckly pergi, tinggalah pria itu di dalam ruangan mewah dengan perabotan mahal yang mengisi ruangan itu.

"Well, Aeden. Mari kita mulai pertunjukannya." Pria itu menyeringai kejam.

tbc