Chereads / MRS 2 - Desire / Chapter 4 - Part 3

Chapter 4 - Part 3

Aeden kembali ke kediamannya setelah dari club Zavier. Hari ini ia senang karena akhirnya Oriel 'si dewa tidak pernah kalah' akhirnya kalah taruhan. Itu hal yang menyenangkan bagi Aeden. Dia bukannya ingin mengalahkan temannya, hanya saja ia merasa alangkah sempurnanya Oriel karena tak pernah kalah taruhan.

Mobilnya berhenti di parkiran rumah.

"Ah, sial!" Aeden memaki. Ia melupakan sesuatu. Ia lupa jika di rumahnya ada seorang gadis cantik yang menunggu kepulangannya - Lovita Keandirsya. "Tidak apa-apa. Aku akan menyentuhnya besok saja. Aku bisa menahan diriku." Aeden mematikan mesin mobilnya. Ia segera keluar dari mobilnya dan melangkah masuk ke mansionnya sambil bersiul riang.

Aeden melangkah menuju ke kamar –tempat yang diisi oleh partner sexnya- dengan langkah pasti.

Cklek, ia membuka kamar itu.

Alisnya bertaut, seorang wanita yang tak ia kenali duduk di sofa dengan jemari tangannya memetik senar gitar.

"Siapa kau?" Aeden menghentikan permainan gitar wanita tadi.

Wanita itu melihat ke arah Aeden, "Jadi, kau Aeden?"

"Jawab aku, siapa kau?" Aeden tak akan menjawab pertanyaan wanita di depannya sebelum wanita itu menjawabnya.

"Berdasarkan darah yang mengalir di tubuhku, aku adalah putri dari Jayden McVall, Dealova Edellyne."

"Tua bangka sialan itu!" Aeden memaki geram. Ia telah tertipu. Bukan Lovita yang menjadi mainan barunya tapi seorang wanita yang mengaku putri Jayden.

"Ada apa ini? Aku pikir raut wajahmu mengatakan kau ditipu oleh pria itu." Dealova menatap Aeden datar. "Ah, aku tahu. Kau pasti berpikir jika anaknya hanya Lovita. Aku harus mengecewakanmu, aku juga putrinya, ya meskipun aku tidak begitu menyukai fakta itu."

Aeden diam. Apa yang Lova katakan memang benar. Ia tertipu. Ia pikir yang akan diserahkan oleh Jayden adalah Lovita.

"Aku akan membuat perhitungan dengan keluargamu."

"Mereka bukan keluargaku. Jangan menyebutku sebagai anggota keluarga mereka. Siang tadi aku sudah memutuskan semua hubungan kekeluargaanku dengan mereka."

"Aku pikir bukan aku yang kau inginkan. Jadi, aku akan segera pergi dari sini." Dealova bangkit dari tempat duduknya. Ia benar-benar bebas sekarang. Pria ini menginginkan kakaknya bukan dirinya.

Aeden tersenyum miring, "Kau tidak bisa keluar dari sini. Jayden sialan itu mengirimmu kesini. Setidaknya aku akan bermain denganmu untuk beberapa waktu, lalu aku akan membuangmu setelahnya. Saat aku membuangmu kau boleh pergi karena tak ada pilihan bagimu untuk tinggal."

"Kau diberikan oleh ayahmu sebagai penebus dosanya padaku. Jadi, akulah tuanmu mulai dari sekarang." Aeden bersuara lagi.

"Aku tidak memiliki Tuan. Aku menerima permintaanya hanya karena aku ingin memutuskan hubungan tidak manusiawi dengan Jayden." Dealova tidak pernah ingin menjadi boneka. Dan dia juga tidak ingin diperbudak.

"Kau tidak punya pilihan lain, Dealova. Kau berada disini, tak ada yang bisa menolak keinginanku."

Kebebasan yang berada di depan mata, ternyata hanyalah ilusi semata.

"Kapan kau akan muak padaku?" Pertanyaan Dealova membuat Aeden sedikit terkejut. Selama ini, tak ada satupun wanita yang bertanya kapan ia kan muak. Mereka tak ingin dibuang, tapi wanita ini? Dia sepertinya tak ingin tinggal di sisi Aeden.

Atau ini hanya cara wanita ini agar bisa bertahan lebih lama? Ah, benar, dia putri Jayden. Dia pasti sama liciknya dengan Jayden. Ayahnya pengkhianat, sudah pasti putrinyajuga pengkhianat.

"Aku biasanya muak dengan wanita dalam 6 bu lan."

6 bulan? Tidak masalah, Dealova bisa menahannya sampai 6 bulan. Ia pikir 6 bulan bersama Aeden akan lebih baik daripada 23 tahun bersama dengan keluarga angkatnya.

"Baiklah. 6 bulan tidak akan lama."

Lama-lama Aeden geram juga dengan nada bicara datar Dealova yang seakaan benar-benar tak ingin bersamanya.

"Kau bertingkah seperti ini untuk menarik perhatianku, eh?" Aeden menatap Dealova merendahkan, "Aku tidak akan memakaimu lebih dari 3 bulan. Jangan bertingkah di depanku jika kau masih ingin hidup."

Ingin hidup? Sejak dulu Dealova tak ingin hidup tapi dia juga tak ingin bunuh diri. Mungkin dengan kebaikan hati Aeden, pria ini bisa mengakhiri hidupnya. Bagi Dealova, dunia yang sedang ia tinggali saat ini tak ubahnya seperti neraka. Lantas, kenapa dia tidak ke neraka sekalian saja? Dia sudah siap ke neraka karena dia sudah ditempa cukup keras di dunia yang seperti neraka.

"Aku tidak tertarik pada perhatianmu. Aku hanya tertarik dengan apa yang terjadi setelah 6 bulan." Mungkin setelah 6 bulan, Dealova akan merasa bebas. Bebas bergerak kemanapun dia mau tanpa beban apapun. Tanpa ikatan bodoh bernama kekeluargaan.

Sombong, itulah yang Aeden pikirkan tentang Dealova saat ini. Wanita ini berani angkuh di depannya. Astaga, apa dia tidak takut mati? Aeden bisa saja menembak kepalanya hanya dalam hitungan berapa detik.

Alih-alih ingin membunuh, Aeden malah menarik tangan Dealova. Mendorongnya cepat hingga Dealova terhempas ke sofa dengan kasar.

"Persetan dengan taruhan." Dan Aeden menjadi orang kedua yang kalah setelah Oriel.

Ia akan memberikan pelajaran pada Dealova. Ia akan membuat wanita ini mengingat setiap sentuhannya hingga wanita ini tak akan angkuh lagi padanya. Ia akan buat Dealova memohon tiada henti padanya.

Bibir Aeden mendarat di bibir Dealova membuat sang empunya membeku beberapa saat. Dengan paksaan dari satu pihak pada pihak lainnya. Aeden memainkan bibir bawah Dealova, lidahnya menerobos masuk sekalipun lawannya tak memberikan izin.

Dealova payah dalam ciuman. Dia memang payah karena dia tidak pernah mempraktekan ini sebelumnya.

Aeden melepaskan ciuman itu. Bibir Lova terlihat sangat merah seakan Aeden telah meninggalkan tanda di bibir itu.

"Kau benar-benar buruk dalam ciuman, Lova. Dengan caramu yang seperti ini satu bulan saja aku akan membuangmu."

Itu bagus. Lova membalas dalam hati. Bibirnya tak bisa ia buka karena masih terkejut, ia luluh lantak dalam satu lumatan singkat Aeden. Lova tidak sepolos yang kalian pikirkan tapi ia juga tidak sejalang wanita jalang. Ia pernah melihat beberapa adegan ini dalam beberapa video yang diberikan oleh teman konyolnya.

"Atau, ini caramu agar kau bisa cepat aku lepaskan?"

Lova ingin membuka mulutnya tapi Aeden kembali membungkam bibirnya. Membuatnya terengah-engah karena kehabisan nafas. Demi Tuhan, dia belum siap. Alangkah buasnya Aeden yang menerjangnya tanpa memberikan aba-aba terlebih dahulu.

Malangnya Lova, ciuman pertamanya tidak indah sama sekali. Ia yang harusnya diajari secara perlahan malah dihabisi secara beringasan.

Aeden tak mau repot-repot membawa Lova ke ranjang. Ia menggerayangi tubuh Dealova di atas sofa panjang berwarna putih itu. Kedua tangannya dengan cepat melepaskan semua yang Lova pakai.

9,5 adalah nilai yang Aeden berikan untuk tubuh Lova. Nyaris sempurna, jika saja payudaranya sedikit lebih besar maka nilai itu pasti akan 10. Baiklah, lupakan tentang penilaian itu.

Aeden menjelajahi tubuh Lova. Membuat Lova yang tak pernah merasakan hal ini merasa tubuhnya terbakar dan panas. Rasa aneh merasuk dalam jiwanya. Sengatan listrik dengan arus kecil mengalir dari kaki hingga ke kepalanya. Lova tak bisa untuk tidak mencegah bibirnya agar tidak mengerang.

Ia hanya manusia biasa yang tak bisa menahan gejolak yang membuncah dalam tubuhnya.

"Akh!" Dealova menjerit ketika junior Aeden menerobos masuk ke miliknya.

"Sialan!" Aeden memaki. "Kau perawan."

Air mata Lova jatuh. Rasanya sakit, meskipun dia terbiasa dengan rasa sakit tetap saja ia menangis. Ia tidak menyiapkan diri untuk rasa sakit ini.

"Aku benar-benar amatiran. Aku pikir satu bulan terlalu lama untukmembuat kau muak padaku." Lova masih merasa sakit tapi ia sedang ingin memanas-manasi Aeden. Akan lebih bagus jika kurang dari satu bulan Aeden melepaskannya.

Aeden menyeringai, "Aku akan mengajarimu dengan baik. Tidak perlu takut karena tidak bisa mengimbangi permainanku. Aku cukup baik padamu kali ini."

"Sial!" Harusnya Lova memaki dalam hatinya, tapi yang terjadi bibirnya mengatakan itu dengan jelas.

Aeden makin menyeringai, wanita jenis apa sebenarnya Dealova ini? Di usianya yang Aeden yakini sudah lebih dari 20 tahun ia masih perawan. Ayolah, di negara modern seperti negara yang ditinggalinya saat ini sedikit sulit mencari perawan di usia lebih dari 20 tahun. Dan jika Aeden tidak salah menebak, ciuman tadi adalah ciuman pertama Lova.

Pengganti yang cukup menarik. Ia tidak mendapatkan Lovita tapi ia mendapatkan seorang perawan cantik.

Aeden masih marah karena penipuan yang sejujurnya bukan penipuan karena Jayden tidak menyebutkan nama putrinya yang akan ia berikan pada Aeden. Namun, Dealova tidak buruk juga untuk mainannya selama 6 bulan. Setelah selesai dengan Dealova, ia pastikan ia akan membuat Lovita merangkak di bawah kakinya.

"Bergeraklah! Aku tidak nyaman." Dealova merasa benar-benar tidak nyaman. Sesuatu membuat bagian dalamnya sesak.

Aeden terlalu asik dengan pemikirannya tentang manusia jenis apa Dealova hingga dia lupa tentang penyatuan mereka. Kesadaran kembali. Aeden bergerak memompa Dealova.

Sakit itu lenyap berganti kenikmatan. Jadi ini kenikmatan yang pernah ia lihat di layar ponselnya?

Rasanya memang memabukan. Membawanya melayang ke puncak kenikmatan.

"Keluarkan di luar! Kau tidak menggunakan pengaman!" Lova menyadari ini di tengah kesadarannya yang melayang setengahnya.

Aeden juga melupakan ini. Biasanya ia akan membawa partner sex-nya ke dokter sebelum ia tiduri. Ini semua karena keangkuhan seorang Dealova.

"Kau tenang saja. Aku tidak akan memiliki anak dari orang yang memiliki darah pengkhianat Jayden." Jangan pikir kata-kata Aeden menyakiti Dealova, karena bagi Dealova sendiri kata-kseperti itu tidak ada apa-apanya.

Kebal. Dia sudah kebal akan hal itu. Dia ditempa dari kecil dengan kata-kata kasar hingga akhirnya dia besar dengan hatinya yang memiliki lapisan baja. Kata-kata menyakitkan hanya akan masuk ke telinga kanannya lalu keluar dari telinga kirinya. Atau mungkin tak masuk sama sekali ke pendengarannya.

tbc