Aku pun diminta bersalaman dengan Harry. Jantungku berdebar kencang. Aku sangat grogi. Harry tersenyum manis padaku. Rasanya aku mau pingsan hanya dengan melihat senyumannya. Kalau kata orang Jakarta "norak deh" hahaha tapi memang itulah faktanya. Cinta pada pandangan pertama.
Aku pun menyambut jabat tangannya dengan senyum merekah. Aku begitu bahagia bisa dekat dengannya. Asisten Wisnu pun mengajak aku dan Harry untuk duduk bersama agar bisa saling mengenal lebih dekat. Aku yang bisanya dengan mudah bergaul dengan semua orang, hari itu hanya diam mematung dengan keringat dingin bercucuran.
"Inikah yang namanya cinta?" Batinku kala itu.
Ternyata Harry menatapku dalam diamnya. Ia pun membuka obrolan dengan bahasa Inggris yang kira-kira beginilah isinya.
"Kau Citra ya? Ku dengar kau sangat pintar." Puji Harry tiba-tiba.
Sontak jantungku berdegup kencang bagaikan genderang perang. Ibarat pelangi tiba-tiba muncul di atas kepalaku yang membuat kupu-kupu beterbangan mengitariku. Aku tersenyum bahagia tanpa kusadari. Harry menatapku seksama.
"Ku dengar kau juga sangat pintar, Harry." Jawabku memuji.
"Benarkah? Tahu dari mana?" Tanyanya.
Aku menelan ludah. Padahal tadi aku hanya asal bicara.
"Matilah aku, aku bukan tipe orang yang bisa berdalih." Batinku dengan wajah pucat pasi.
"Hahaha pasti dari kakekmu ya? Yaa aku cukup pintar. Selalu rangking 2 dari bawah." Ucapnya riang.
"He??? 2 dari bawah? Bodoh dong?" Batinku langsung menilai.
Aku pun hanya bisa nyengir kuda mendengarnya.
"Tapi tenang saja, Citra. Nanti.. jika aku sudah besar, aku akan menjadi lelaki hebat! Aku akan menjadi seorang direktur ternama. Aku akan menjadi suami terkeren di seluruh dunia. Kau nanti pasti akan bangga menjadi isteriku." Ucap Harry dengan semangat menggebu-gebu.
Sontak aku pun langsung berbunga-bunga mendengar kata-katanya saat itu. Tapi, jika aku mengingatnya kala itu, ingin rasanya aku tertawa terbahak. Karena saat aku menceritakan hal ini pada Harry yang sudah dewasa dan sudah menjadi suamiku, dengan lugunya ia mengatakan bahwa dia tak pernah merasa mengatakan hal konyol itu padaku. Malah aku dibilang mengarang cerita.
Ingin rasanya ku plester mulutnya dan kuikat di pohon jika tahu dia hanya menggombal saat itu. Kecil-kecil sudah jago mengarang, beginilah.. Harry menjadi tukang rayu terhebat sejagat raya ketika aku bertemu lagi dengannya 9 tahun kemudian.
"Menyebalkan." Gumanku pelan.
Aku kembali mengetik di keyboard laptop pinkku dengan senyum merekah di wajahku.
Hari itu aku dan Harry menghabiskan waktu berdua ditemani asisten Wisnu. Harry mengajakku berkeliling mengendarai ATV disepanjang pantai. Aku membonceng dibelakang dan memegang pinggangnya erat. Senyumku tak memudar sedikitpun saat bersamanya. Aku benar-benar sangat menyukainya.
Harry juga mengajakku membuat istana pasir yang sangat besar hingga aku bisa masuk ke dalam, ya butuh waktu hingga berjam-jam tapi aku benar-benar menikmati waktu dengannya. Bahkan saat pesta barbeqiu, Harry menemaniku membakar sosis dan jagung untuk makan malam kami berdua.
Harry bercerita banyak hal tentang sekolahnya di luar negeri sana. Bahkan ia mengatakan agar aku pindah ke Amerika saja karena Harry berencana kuliah disana nanti seperti kakaknya. Ia sangat mengagumi kakak laki-lakinya yang terdengar hebat dari cerita Harry. Aku pun jadi ingin bertemu dengannya.
Aku pun berjanji akan pergi ke Amerika suatu saat nanti agar bisa satu kampus dengan Harry. Ia bilang dia akan menjemputku di bandara, mengizinkan aku tinggal di rumahnya agar kami bisa selalu bersama. Seorang gadis kecil yang sedang dimabuk cinta pada pandangan pertama, lebih tepatnya cinta monyet, siapa yang tidak klepek-klepek mendengar ucapan Harry yang terdengar begitu jujur.
Kami pun melakukan janji kelingking satu sama lain. Aku sangat mengharapkan Harry menepati janjinya dan menungguku hingga saat itu tiba. Tapi ternyata mimpiku kandas saat aku datang ke Amerika. Harry lupa padaku dan janjinya. Hahh.. akan kuceritakan ini nanti yang jelas aku jadi emosi jika mengingatnya.
Aku menyenderkan punggungku dan memegang cangkir kopiku. Saat aku akan meminumnya, aku baru sadar jika aku sedang mengandung.
"Oh my God, bodohnya aku.." ucapku lirih sembari menepok jidat.
"Maaf ya dedek bayi.. mama lupa kalo gak boleh minum kopi. Mama minta papa buatin susu dulu ya. Sabar ya." Ucapku manja.
Aku pun segera menelepon Harry suamiku yang super ganteng dan maco itu lewat ponselku. TUT..
"Ya sayang ada apa?" Jawab Harry cepat.
"Buatin aku susu dong sayang, please.. ya ya ya.." mintaku manja.
"Haha, oke. Rasa stroberi?" Tanya Harry memastikan.
"Uhum. Tolong ya. Makasih sayang. Bye."
KLEK. TUT..
"Senyumku merekah. Aku tak menyangka bisa bermanja-manja dengannya. Dulu, hahhh.. melirikku saja tidak. Dia dingin sekali. Aku seperti bicara dengan tembok. Dia hampir tak pernah menjawab setiap pertanyaanku. Aku seperti bicara pada patung. Huhu.. sedihnya." Tulisku di keyboard laptopku sambil memanyunkan bibir.