Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Jangan Panggil Aku Cabe-Cabean!

Amalia_Putri_0231
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.3k
Views

Table of contents

Latest Update1
Sarah5 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Sarah

Jalanan tempatnya mangkal sedang sepi. Lampu jalanannya juga sebagian mati. Si penjual jagung bakar yang buka sampai tengah malam itu juga tak terlihat. Bangku tempatnya menunggu juga sedikit basah.

Biasanya setelah hujan banyak yang lewat. Tapi sudah tiga jam menunggu jalanannya makin sepi. Kursi yang ia duduki juga jadi tambah hangat. Semakin lama ia jadi nyengir sendiri.

Padahal tank-topnya baru beli di pasar minggu. Bau pabriknnya juga masih tercium. High hellnya juga baru datang dari toko online. Roknya yang beli diobralan serba tiga puluh lima ribu juga baru sekali pakai. Bibirnya juga barusan di poles dengan lipstik super matte yang tahan sampai dua hari kalau tidak di cuci.

Sayangnya jalanan kota itu malam ini seperti kuburan. Anak balap liar juga tidak terlihat muncul. Ia clingukan sendirian mencari teman, barangkali ada juga yang mangkal.

Ia meradang. Kuntilanak pun berani dia lawan. Tapi sayang memang tak ada yang datang, apalagi untuk mengajaknnya berkencan. Lelaki normal tak akan mau kecuali ia kepepet dan sedang perlu.

Jadi kepikiran emaknya di desa. Sudah dua hari lebih ia tak dapat pelanggan. Bahkan jasa servisnya sudah turun jadi tiga puluh lima ribu. Sebenarnya dua hari lalu ada yang menawarnya mahal. Orang bule yang mengajaknnya membuat vidio. Katanya vidio itu tidak akan disebar luaskan di negaranya. Cuman buat orang luar sana yang gak bakalan ketemu mukanya.

Tapi Sarah tidak bodoh, mungkin ia tidak sekolah. Tapi ia tau kalau keburukannya cukuplah untuk dirinya. Orang lain tak perlu tau, apalagi maknya.

Ia menghisap rokok yang segera habis itu. Wajahnya yang berbedak tebal jadi sedikit berkeringat. Sebentar lagi pagi datang tetapi ia tak mendapat uang.

" Besok mungkin makan mie instan seharian." Pikirnya.

Kadang kalau sedang ramai ia jadi lupa daratan. Kadang ia kalap membeli pakaian. Kadang lupa tak mengirimi emaknya beras. Padahal ia telah bekerja keras.

Kalau pagi Sarah kerja jadi kuli bangunan. Tapi hanya kadang-kadang kalau lagi ada proyekan. Sayangnya uangnya tak cukup untuk bertahan hidup. Seharusnya ia pulang ke desa, tapi rasa malu tergiang di kepalanya. Malu kalau pulang belum punya apa-apa.

Sebenarnya Sarah cukup cantik. Perawakannya juga luwes. Tetapi ia kurang genit dan kurang bisa menggoda. Temannya kadang mendapat bonus tetapi ia tidak pernah. Wajahnya jadi pasrah. Segera pulang sebelum diliatin orang yang mau pergi ke pasar.

Sampai di kosan ia makin suntuk. Adik angkatnya yang wanita tulen itu sedang mabuk. Mabuk berat diantar dua orang lelaki. Rambut kuningnya juga jadi sedikit basah. Mau marah ia takut salah.

Rosalina nama bekennya. Sama sepertinya, adik angkatnya itu juga anak kampung yang mencari uang banyak untuk keluarganya. Nasipnya juga nyaris sama, bedanya Rosalina pernah menikah dan suaminya meninggal karena HIV.

Sejak itu Rosalina jadi mulai bertingkah. Ia jadi suka ikut-ikutan kehidupan malam. Padahal saat muda Rosalina sangat polos bahkan tak pernah pacaran. Sampai sekarang ia tak berani pulang, katanya dia malu karena sekarang ia jadi wanita setengah preman.

Tapi menurut Sarah, Rosalina sangat baik. Walaupun di sekujur tubuhnya dipenuhi benerapa tato, Rosalina tak pernah sekalipun marah atau membentaknya. Nyalinya besar tapi ia penyayang. Tapi bagi Sarah keburukan Rosalina adalah gampang dirayu laki-laki.

Kebanyakan laki-laki mendekatinya hanya karena ingin suatu hal. Tapi Rosalina gak bisa dikasih tau, kalau udah ada yang perhatian dia jadi mau dibawa kemana-mana.

Merantau di kota orang kadang jadi keras. Tidak ada yang gratis hidup di kota orang. Air pun beli. Makan daun pun beli. Jadi teringat waktu hidup di desa, di kanan kiri rumah daun kangkung tumbuh lebat. Tinggal petik tak perlu beli.

Di kota juga keras. Dulu ia tak kenal dengan anak jalanan. Sekarang beberapa pengamen bahkan kalau bertemu menyapanya mbak. Kota kadang jadi keras buat anak muda. Apalagi keterampilan dan pendidikannya juga tidak tinggi. Tapi ia masih merasa lebih beruntung, ada anak jalanan yang bahkan tak punya keluarga, setidaknya ia masih punya emaknya. Setidaknya kalau ajal menjemput masih ada yang merawat jazadnya.

Teringat tujuh bulan lalu saat Rosalina hamil dengan supir yang masih beristri. Buat biaya kelahiran Rosalina di rumah sakit ia sampai memberikan uang sewa kosnya. Alhasil selama sebulan ia dan beberapa kawan tidur di emperan orang, kadang tidur di kios penjual ayam.

Tapi kesusahannya malam itu terbayar dengan kelahiran bayi Rosalina. Bayinya juga sehat. Rosalina juga sehat dengan segera. Tapi bayi itu sekarang sudah tidak bersama Rosalina. Bayinya diminta tukang ojek yang paling sering bayarin biaya kontrol Rosalina.

Bayi itu sekarang pasti semakin besar, ibunya jarang menanyakan banyinya. Tapi kalau ia ingat ia jadi menangis semalaman buat bayinya. Bayinya laki-laki jadi beruntung bayi itu mirip ibunya. Kalau mirip bapaknya juga gak papa bapaknya masih muda dan ganteng. Sayang, setelah tau Rosalina hamil si bapak langsung minggat ke kampung. Katanya takut sama istri tuanya.

Sarah memberi selimutnya ke tubuh Rosalina. Tato mawar pahanya jadi tidak terlalu terlihat. Kadang ia melihat beberapa orang yang hidupnya lancar dan normal.

Ia mengelus rambut Rosalina. " Sabar ya Lina, seenggaknya kita masih bisa makan dan tidur gak harus jadi gembel."

Rosalina yang mabuk tertidur pulas.