Pria itu begitu kesal dengan kejadian yang di luar rencananya. Apalagi dia harus mencari uang sebesar 100 juta rupiah untuk membayar kekalahan Asya.
"Zio, terima kasih kamu sudah mau membantuku tetapi itu terlalu besar," kata Asya dengan wajah penuh sesal.
"Terus kenapa kamu mau saja di bodohi oleh orang itu, bukankah kamu sudah tahu kalau Reyvan memang orangnya sangat licik!" bentak Zio dengan penuh kekesalan.
Asya kini hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca. Wanita itu tidak pernah melihat Zio semarah itu.
"Maaf Zio, aku hanya terlalu percaya diri," lirih Asya.
"Aku tahu kamu sangat pintar dan jagoan, kamu banyak mengalahkan lawan, tetapi kamu tahu kan, Reyvan seperti apa? Dia sangat licik. Kamu tahu dia itu anak seorang mafia dengan kekuasaan tanpa batas. Kita harus menghindari dia sebaik mungkin. Kamu tahu, bahwa kita tidak akan menang jika bersaing dengan Reyvan. Kamu tahu siapa ayahnya, ayahnya bernama Jhon Wey, kekayaan setinggi langit tanpa ambang batas. Bahkan kamu tahu Daddy-ku sendiri bukan apa-apa di banding tuan Jhon Wey," tegas Zio dengan wajah yang memerah.
"Aku tidak tahu kalau Reyvan memiliki ayah sekuat itu?" Asya semakin ketakutan. Tubuhnya bergetar karena rasa tegang yang kini sudah melandanya.
"Iya karena itulah jangan berurusan dengan dia, aku akan berusaha mencari uang, biar pun aku harus meminjam uang kepada abangku," kata Zio dengan tegas.
"Itu terlalu banyak Zio, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku sendiri tidak mau membuat kamu susah dengan perbuatanku," lirih Asya dengan suara rendah.
"Kamu tu, kamu akan dapat uang dari mana sebesar itu? Bukan aku menghinamu, kamu hanya punya satu motor saja dan sekarang motor kamu rusak, kamu sendiri harus siap siap untuk operasi kakimu, kamu mau cari uang dari mana?" Lagi-lagi Zio merasa sangat kesal dengan ucapan Asya barusan.
"Iya aku memang orang yang tidak punya, bukan orang kaya seperti kalian, akhh menyesal harus terjadi hal seperti ini." Asya menitikan air matanya.
"Karena itulah aku akan membantumu, kamu percayalah padaku, aku akan dapatkan uang itu untukmu, dengar Asya, kamu adalah temanku, sahabatku, kamu dan Tito teramat berarti untukku, aku tidak suka pria itu dengan sengaja menjebakmu seperti itu," ujar Zio dengan suara yang rendah.
"Aku tidak mau menyusahkanmu Zio, aku malu." Asya kembali menolak.
"Jadi kamu lebih memilih opsi kedua? Menjadi kekasihnya selama satu bulan, kamu akan jadi apa? Gundik dia?" Zio kembali memanas dengan penolakan dari Asya.
"Aku merasa sangat bingung, lagian Reyvan pasti tidak akan mau mendekati wanita dengan kursi roda sepertiku." kata Asya.
"Kamu itu benar-benar, ya." Zio memalingkan wajahnya.
"Zio ... maafkan semua keributan yang aku perbuat ya," lirih Asya.
"Sudahlah, ini sudah terjadi, kamu sudah makan?" tanya Zio.
Asya menggelengkan kepalanya.
"Ayo kita makan?" ajak Zio.
"Aku masih harus ke ruang Dokter spesialis ortopedi dan spesialis fisioterapi," lirih Asya sambil menatap Zio dengan wajah yang sedih.
"Ya ampun, kamu sangat merepotkan, ini hari minggu, harusnya kan aku tinggal bersama dengan keluarga di rumah, aku malah harus menemanimu, yasudah karena aku kasian, jadi aku temani," kata Zio sambil mendorong kursi roda sang sahabat.
"Makasi ya Zio, tapi sebentar lagi mamaku akan datang ko, setelah mama datang, kamu bisa pulang," sahut Asya.
"Okelah, siap," kata Zio terus mendorong kursi roda Asya.
Lalu mereka pun kini sampai di depan poliklinik Dokter spesialis ortopedi. Sampai di sana banyak sekali orang yang menderita patah tulang atau sekedar tulangnya yang retak. Jadi Asya tidak terlalu takut, gadis itu merasa ada teman yang senasib dengan dirinya.
"Banyak sekali pasiennya, apa mereka balapan juga?" Zio menatap ke sekeliling ruangan Tunggu tersebut.
"Entahlah aku pun tidak tahu apakah sehebat itu mereka, sampai-sampai ikut balapan seperti kita?" Asya terkekeh karena memang dia sendiri sudah tahu, tidak semua orang yang berada di sana dan patah tulang itu terjadi kecelakaan saat balapan.
"Nanti aku ikut masuk ke dalam ya. Aku ingin tahu bagaimana hasil pemeriksaannya." Zio berkata sambil tersenyum manis kepada Asya lalu Asya pun menggangguk.
"Setelah menunggu lama akhirnya Asya pun dipanggil. Gadis itu segera diperiksa oleh Dokter ortopedi dan memang hasilnya Asya harus segera dilakukan operasi.
Wanita itu terlihat sedih tetapi apalah daya nya ini semua sudah terjadi dan menyesal tidak ada gunanya.
Saat Asya keluar dari ruangan pemeriksaan Dokter spesialis ortopedi, tiba-tiba saja seseorang datang.
"Mama?" ucap Asya dengan suara yang rendah.
"Asya apa sebenarnya yang terjadi? Ya Tuhan lihatlah dirimu sekarang kamu hanya bisa duduk di kursi roda, sudah Mama katakan tidak boleh naik motor dan kebut-kebutan." Mama Aida berkata sambil memeluk putrinya tercinta.
"Maafkan Asya Mama. Asya tadi sedikit ngebut akhirnya Asya terjatuh dan yang bikin Asya lebih sedih, motornya rusak parah dan tidak bisa dibetulkan lagi karena motornya hancur menabrak pohon besar," lirih Asya dengan tetesan air matanya, merasa menyesal karena kejadian ini ternyata telah membuat Mamanya sedih.
Asya tidak berkata jujur kepada Mamanya, dia mengatakan bahwa dia ngebut dan tidak mengatakan bahwa dia sebenarnya ikut balapan liar. Andai saja sang Mama tahu bagaimana kronologis kecelakaan tersebut maka Mamanya Asya pasti akan sangat sedih lebih pada lebih dari ini.
Buat Asya balapan liar memang sudah menjadi hobi sedari SMA. Apalagi Asya selalu bersama dengan Zio kemana-mana, selalu bersama. Zio bahkan menganggap Asya sebagai adik perempuannya. Rasa sayang Zio kepada Asya sebagai teman, sahabat dan adik perempuan, sama sekali Zio tidak merasakan rasa cinta atau semacamnya.
"Apa? Kamu masih memikirkan kerusakan motor, tidak peduli motor itu hancur Mama sangat bersyukur karena kamu masih selamat, Nak," lirih sang Mama dengan air mata yang menetes.
"Tapi papa Pasti akan sangat marah Bukankah motor itu dibeli Papa dengan susah payah,"
"Jangan khawatirkan itu semua, walau pun motor itu memang harganya sangat mahal, dan kita tidak mampu untuk membelinya sekarang, maka yang berarti dalam hidup Mama dan Papa hanya kamu Asya, melihat kamu selamat dari kecelakaan ini membuat Mama bahagia, Nak. Bersyukur kepada Tuhan akhirnya kamu baik-baik saja," kata sang mama.
"Lalu mana Papa Ma? Apakah Papa akan datang ke sini?" tanya Asya dengan matanya yang basah.
"Papa sedang mengurus administrasi di bawah," jawab sang Mama dengan menorehkan senyum yang manis.
"Maafkan Asya ya Mama. Asya sudah membuat beban besar untuk kalian," kata Asya dengan suara yang rendah.
"Kenapa harus minta maaf, keselamatanmu adalah kebahagiaan untuk kami kamu harus segera sehat dan pulih seperti sediakala." Nyonya Aida memeluk putrinya kembali tetapi tiba-tiba saja seseorang menatap mereka dari kejauhan.