"Zio, kamu sangat nakal ya, minta itu di sini, di rumah ini bahkan tembok pun bisa bicara," Alea dengan nada rendahnya.
"Lantas harus dimana dong, Sayang. Aku kan ke sini mau menagih janji kamu," kata Zio dengan wajah penuh harap.
"Bukan apa-apa, pelayan bisa melihat apa yang kita lakukan," kata Alea dengan senyuman manisnya.
"Bisakah kita pergi ke suatu tempat, yang bahkan tembok pun bisa membisu?" tanya Zio dengan penuh harap.
"Tidak ada, selain ... kamarku."
"Kita bisa ke sana, kan?" Zio terlihat begitu senang mendengar ucapan kamar.
"Tidak sama sekali," tolak Alea dengan senyum manisnya.
"Yaaa ... Sayang, sebentar saja ya." Zio berkata dengan penuh harap, berharap mau mengijinkannya untuk pergi ke dalam kamarnya.
"Eh, bicaranya jangan kencang-kencang seperti itu," kata Alea sambil melirik ke kiri dan ke kanan.