Banyak orang yang mengatakan hidup dan mati ada di tangan Tuhan. Tapi melihat kenyataan yang terjadi sepertinya hidup dan mati juga ada di tangan Siane Yang. Ia adalah Putri ke satu dari Kaisar Lui Jin Yang dan permaisuri Yueliang. Mereka adalah sosok yang sangat dicintai rakyat dan simbol keharmonisan untuk setiap keluarga di kerajaan Yongheng (Kerajaan Abadi).
Sangat disanyangkan seorang Kaisar yang bijaksana dan seorang Permaisuri yang baik hati harus memiliki seorang putri yang bengis dan kejam. Ia adalah satu-satunya aib bagi istana dan Kerajaan. Berbeda dengan Putra Mahkota, yang sangat bijak penuh pengertian, Siane tidak segan-segan memerintahkan pengawalnya memenggal setiap pelayan yang melakukan kesalahan.
Hari ini, aku Guang Tse harus melakukan sebuah tindakan untuk menghentikan arogansi wanita ini. Ia tidak hanya memerintahkan memenggal seorang pelayan melainkan satu keluarga hanya karena ia merasa diracuni. Sungguh terlalu.
"Ini tidak bisa dibiarkan Yang Mulia"
Semua yang hadir di istana menolah ke arah ku. Bahkan Sang Kaisar terkejut. Di antara banyak pejabat hanya aku satu-satunya yang memberanikan diri untuk bicara.
"Guru Guang Tse, Silahkan memberikan pendapat Anda." Kata Kaisar setelah menerima salam hormat dan permohonan izin dariku untuk bicara.
"Putri Siane harus mendapatkan tindakan atas perbuatan yang ia lakukan."
Seisi istana mendadak rebut dan saling berbisik .
"Guru ini sudah gila! Jika Putri tahu apa yang ia usulkan pasti nyawanya akan melayang juga." Bisik seseorang di ujung.
Sementara itu yang lain menyahut.
"Tapi Putri sudah keterlaluan dan melewati batas. Ia tak hanya memenggal seorang pelayan, melainkan seluruh keluarganya. Ditambah, tindakannya diambil tanpa persetujuaan Kaisar. Mau sampai kapan ia bersifat arogan seperti itu?"
Yang Mulia Kaisar tampak gusar. Ia melihat ke Permaisuri beberapa kali dan berfikir.
"Tuanku, mungkin Guru benar. Tidak ada salahnya kita mendengar apa saran beliau. Beliau adalah guru dari semua pangeran dan putri di istana. Beliau juga adalah panutan dari semua orang. Mari kita dengarkan saran beliau."
Mendengar pendapat sang permaisuri, Yang Mulia Kaisar segera mempersilahkanku untuk bicara.
"Seseorang harus membawa putri ke hadapan Raja. Kita harus mencabut semua kekuasaaanya untuk sementara waktu. Kalau perlu, gelar yang disematkan padanya juga harus dicabut. Semua fasilitas yang ia dapatkan harus segera dihentikan. Dengan begitu Sang Putri akan belajar merasakan menjadi orang biasa.
Tanpa gelar dan status sebagai Putri, Putri Siane tidak akan bisa memerintahkan siapapun untuk memenggal kepala orang yang bersalah kepadanya. Biarkan Puttri ini belajar menghargai orang lain dengan menjadi rakyat jelata."
"Omong kosong!" Teriak Sang Kaisar.
"Meskipun ia telah banyak membunuh orang, tapi dia tetaplah putriku. Mencabut gelarnya akan membuat semua orang yang memusuhinya datang dan mengancam nyawanya!"
Kemarahan sang Kaisar membuat semua orang takut seketika. Rupanya Puri busuk itu mewarisi temperamen dari sang ayah. Bedanya, sang ayah sudah dewasa sehingga bisa mengontrolnya baik-baik di hadapan umum.
"Yang Mulia mohon jangan salah paham." Seseorang maju dan memberi hormat.
"Pangeran Mahkota…" kataku memberi salam saat melihat siapa yang bicara dan mendekat.
"Ayah, mungkin usul Guru benar. Kakak hanya perlu didisplinkan. Biarkan ia merasakan menjadi Nona muda biasa tanpa gelar Putri atau kekuasaan apapun. Biarkan ia tetap tinggal di istana dengan satu, dua orang pelayan saja. Aku yakin, itu akan membuatnya sadar akan kesalahannya selama ini."
Kemarahan sang Kaisar mulai mereda. Diam-diam aku membisikkan terima kasih pada muridku yang juga adalah Pangeran Mahkota.
"Tapi bagimana jika ia keluar dari istana dan mengacau di luar? Tanpa kekuasaan apapun, bagaimana ia akan menjalani hidup ini?"
"Baginda…" Sang permaisuri kembali menberikan pendapatnya.
"Biarkan ini menjadi hukuman bagi Sang Putri. Namun jangan biarakan ia kehilangan segalanya seumur hidup. Aku minta selama menjalani hukuman sebagai Nona Muda biasa, ia harus mendapatkan banyak pelajaran dari sang guru.
Jika ia sudah menunjukkan perubahan, kita harus kembalikan gelar dan kekudukannya sebagai putri."
"Saran yang bijak Ibunda. Saya sangat setuju akan hal ini."
Semua yang hadir hening. Mereka tak berani berkomentar apapun jika ini mengenai nasib Sang Putri yang dijuluki sebagai bidadari neraka. Kabanyakan takut, jika sampai mereka ketahuan sebagai pecentus ide hukuman yang akan sang putri terima, entah kemalangan apa yang akan menanti.
"Apa menurutmu, sang putri sudah sangat keterlalauan? Tidak bisakah kita menghukumnya dengan menguncinya di istana tanpa membiarakannya keluar?
Tak perlu mencabut gelarnya sebagi putri, Biarkan kekuasannanya saja kita batasi?"
Pangeran mahkota megepalkan tanganya sebelum menjawab sebagai tanda penghormatan kepada Kaisar.
"Ia tak akan belajar apapun jika tetap menjadi seorang Putri. Seorang Putri berati seseorang dengan darah bangsawan dan kekuasaan yang otomatis mengikutinya. Mohon Yang Mulia mempertimbankan hal ini. Demi kebaikan kita bersama dan demi masa depan kakak."
Yanng Mulia Kaisar menatap tajam ke araku dan pangeran Mahkota.
"Kalian berdua tidak sedang berusaha menyingkirkan Siane Bukan?"
Mata kami terbelalak. Kami tak menyangka Sang Kaisar Agung akan menanyakan hal semacam itu kepada kami. Aku segera berlutut dan memohon ampun sementara sang putra mahkota mengepalkan tanganya sebagai permintaan maaf.
"Aku tak ada dendam dengan Kakak ayah, lagi pula kakak adalah seorang wanita. Ia tidak akan bisa mewarisi tahta." Kata Sang Pangeran mahkota.
"Benar Yang Mulia, hamba juga hanya seorang guru. Patuh dan setia kepada keluarga kerajaan. Bukan orang yang akan menghancurkan keluarga kerajaan atau menyingkirkan salah satu dari meraka.
Putri adalah sosok panutan semua wanita di kerjaan ini. Ia harus mendapat disiplin dan pelajarn penting. Mohon Yang Mulia mempertimbangkannya."
Sang Kaisar tertawa mendengar kata-kata kami. Dibalik tawanya yang misterius tersimpan seribu pertanyaan. Apakah nasib kami akan baik-baik saja atau sebaliknya?
"Baiklah, aku menyetujui usul kalian. Hanya saja,kalian yang harus bertanggungjawab mengubah sikap sang Putri. Sebab kalianlah yang mengusulkan hal ini."
Kami segera mengucapkan terimakasih atas kebaikan Sang Kaisar. Berikutnya, Sang Kaisar memerintahkan beberapa pengawal untuk membawa Sang Putri kehadapannya.