Chereads / Diego & Irene / Chapter 63 - Chapter 63 : Terbongkar

Chapter 63 - Chapter 63 : Terbongkar

At KitKatKlub. Berlin--Germany. 08:00 PM.

"Ahhhh... Rakaaa... pelan-pelaaaan..."

Suara rintihan dan desahan wanita berambut pirang yang saat ini telanjang bulat di bawah tubuh Raka memenuhi ruangan VVIP yang beberapa waktu lalu hampir menjadi sex-party untuk pemuda dengan tattoo barunya itu. Namun semuanya hilang saat Irene tidak bisa menjadi miliknya.

"Fuck!" Raka menggeram dan memperdalam tusukannya hingga wanita di bawahnya kesakitan.

"Stop Raka! Aaaahhhh!"

Raka tidak peduli dengan rintihan dan permohonan wanita bayaran itu. Raka benar-benar gila. Dia terus menggempurnya tanpa ampun dengan ingatan masih terpusat jelas pada Irene.

Ya, Irene telah membuat Raka marah!

Raka terus memompa miliknya. Mencoba menikmati desahan kesakitan bercampur nikmat dari mulut jalang yang dia setubuhi saat ini. Desahan itu terus keluar dari mulutnya hingga pinggangnya terangkat, tanda bahwa wanita itu akan mencapai klimaksnya.

"Hah...hah...hah...." Wanita berambut pirang itu mencoba mengatur napasnya, namun Raka tidak memberinya kesempatan. Raka melanjutkan aksinya dan desahan kembali keluar dari bibir wanita itu.

"Teriak yang kencang, Bitch!" perintah Raka dengan suara beratnya. Wanita itu mengejang, merasakan milik Raka yang menaikkan ritme tusukannya dan dia yakin akan mencapai orgasmenya yang kedua, begitupun dengan Raka yang merasakan miliknya telah berkedut.

"Aaaahhhh... Rakaaaa!"

Dalam satu hentakan dalam, Raka mengeluarkan cairan kental miliknya ke dalam inti sang wanita yang basah.

Satu jam pergumulan itu, Raka akhirnya merebahkan tubuhnya di samping wanita itu. Matanya menatap langit kamar dan garis pada rahangnya masih saja mengeras.

Bertepatan dengan itu, tiba-tiba ponselnya berdering.

Raka mengambil ponselnya dan menerimanya panggilan yang tertera di layar. "Apa kau sudah disana?"

Raka mendengarkan suara dari seberapa telponnya dengan jelas. Wajahnya perlahan mulai berubah dan berganti dengan smirk gelap di tengah temaramnya kamar.

Seringai jahat itu kini menghiasi wajah Raka.

"Kau tidak bisa hidup tenang, Irene." tawa Raka memenuhi ruangan. Termasuk wanita yang baru saja dia setubuhi terlihat semakin pucat karena perubahan sikap Raka.

Aku akan membuat kau menyesal telah menolakku. Lihat saja nanti!

โ€ขโ€ขโ€ข

At Intan's House. Jakarta Selatan--Indonesia. 22:00 WIB.

Pingsannya Intan membuat semua orang panik bukan main. Terutama Irene. Wanita itu berteriak histeris sambil menangis. Diego yang melihatnya tidak tega, jadi dengan senang hati Diego membawa Intan ke dalam kamarnya dan memanggil dokter demi membuat Irene tenang meskipun saat itu sebenarnya Diego enggan sekali dekat-dekat dengan Intan, apalagi sampai menggendongnya saat itu.

Tak lama menunggu, akhirnya lirihan Intan keluar dari mulutnya--menandakan jika dia sudah sadar. Wanita itu mengangkat tangannya memijat kening. Merasakan kepalanya berdenyut sakit. Tadi itu dia benar-benar kaget. Intan tidak pernah menyangka pria yang paling disegani dan terkaya di dunia malah datang kerumahnya untuk menjadi menantunya. Rasanya tidak mungkin. Geez... apa ini hanya khayalan?

Tapi sepertinya dugaan Intan adalah salah. Salah besar. Karena nyatanya, pria yang memenuhi kepalanya barusan malah tengah berdiri memandanginya. Sedangkan Irene berdiri di depan pria itu. Mereka menatapnya dengan sorot khawatir.

Melihat Intan yang membuka mata, Irene langsung meraih tangannya. "Ibu kenapa? Apa ibu sakit?" tanya Irene cemas.

Intan menggeleng. Dia menunjukkan senyumnya. "Tidak, nak. Ibu hanya pusing. Mungkin karena terlalu memikirkanmu."

Mendengarnya membuat Irene merasa bersalah. Kepergiannya ternyata membuat Intan sakit. Wajah Irene mendadak sedih, dia menatap Ibunya penuh sesal. "Maaf ibu... Maafin Irene. Irene janji gak akan pergi lagi."

Diam-diam Diego tersenyum, menyeringai ke arah mereka.

Sepertinya itu tidak akan terjadi, Irene. Dia bukan ibu kandungmu. Batin Diego.

"Aku akan ambilkan teh hangat untuk Ibu." Irene berdiri, dia langsung pergi ke arah dapur sebelum Intan berhasil menghentikannya.

Diego menatap Irene yang melewatinya. Lalu perlahan dia mengalihkan matanya pada Intan.

Intan jadi deg-degan. Entah kenapa tatapan Diego terasa menyesakkan dadanya.

Perlahan Diego mendekat, seiring dengan senyuman miring yang menghiasi wajah tampannya. Intan merinding. Aura Diego kuat sekali.

Intan hampir tidak bisa bernapas ketika Diego semakin dekat dengannya, bahkan pria itu kini sudah duduk di tepi ranjangnya dengan tatapan yang masih menghujam dirinya.

"A-aku ingin tahu, apa tujuanmu memberikan aku rumah sebesar ini." Intan tidak ingin basa-basi, karena sepertinya... lelaki di depannya ini bukan tipe orang suka banyak bicara. Tapi sungguh, untuk bertanya saja Intan mati-matian menahan rasa takutnya.

Diego mengangkat alis. "Menjamin hidupmu. Itu saja."

Intan mengerutkan keningnya, masih bingung dengan situasi yang mendadak ini. "Aku tidak yakin. Kau memberiku segalanya tidak lama setelah Irene menghilang-" Intan menelan ludah, tidak kuasa melanjutkan--tatapan Diego menakutinya. "Ka-kau... kau pasti yang menculik anakku. Karena itulah kau seakan membayarku dengan uang untuk menggantikan putriku yang hilang. Rumah, mobil, tabungan, para penjaga di luar sana..." tidak terasa air mata Intan jatuh begitu saja.

Diego menatap Intan dengan tajam. Sama sekali tidak peduli dengan Intan yang ketakutan. Pandangannya membekukan gerak Intan. Intan terdiam--merasa ngeri.

"Jangan sembarangan menuduhku," bisik Diego rendah, mengancam. Tatapannya makin tajam. "Aku sudah menduga kau akan berpikir aku yang menculik anakmu. Ya, Irene memang diculik, tapi bukan aku pelakunya." jelas Diego, suaranya sedingin es.

Diego menyembunyikan kepalan tangannya yang sangat erat itu di balik saku celananya. Rasanya ingin sekali dia menghancurkan kepala Intan jika saja wanita lancang yang berani menuduhnya ini bukan ibu angkat Irene.

Intan menelan ludah. "Kalau begitu... siapa yang menculik anakku?"

"Kenneth Samuel, pamannya."

"A-apa?" Intan menatap Diego penuh tanda tanya. Jujur, Intan tidak mengerti perkataan Diego.

"Kau membuatku bingung. Aku dan mendiang suamiku tidak memiliki adik. Kami sama-sama anak tunggal. Jadi tidak mungkin Irene punya pam-"

"Memang benar. Irene tidak punya paman dari kalian. Tapi dia punya paman dari orang tua kandungnya." potong Diego cepat, wajahnya tampak serius.

DEG!

Jantung Intan memompa keras. Kata-kata Diego membuat Intan diam. Wanita itu menipiskan bibirnya, tidak sanggup bicara. Ya Tuhan... Apa yang terjadi? Kenapa kata-kata Diego menakutinya? Apa Diego tahu semua rahasianya?

"Apa maksudmu?!" desak Intan panik, ketakutannya menguap.

"Aku sudah tahu semuanya. Kau bukan ibu kandung Irene, Intan Kartika Dewi." ucap Diego telak.

PRANG!

Suara pecahan gelas mengejutkan keduanya. Dengan ngeri mereka serentak menoleh, mendapati sosok wanita yang menjadi bahan perbincangan mereka tengah berdiri dengan beling yang berserakan di bawah kakinya.

"Irene?"

Diego menatap Irene lekat, memandangi tubuhnya yang gemetar menahan tangis. Mata biru Diego memerhatikan bening kaca yang menyelimuti kedua mata Irene yang kini juga menatapnya.

"Kau bilang ibu bukan ibu kandungku? APA MAKSUDMU, DIEGO?" tanpa bisa ditahan, tangis Irene pecah.

Sementara disana, Intan menutup mulutnya. Dia benar-benar terkejut melihat reaksi Irene saat mendengar kebenaran tentang dirinya.

"Irene...." panggil Intan lirih.

Irene mengusap air mata di pipinya dengan kasar. "Diam, ibu." perintah Irene dengan tegas, tapi masih mengedepankan sikap hormatnya sebagai anak. "Aku ingin tahu alasan kuat apa yang membuat Diego mengatakan aku bukan anak kandungmu." ucap Irene tanpa melihat ke arah lawan bicaranya, kali ini suaranya lebih tegas--seakan sosok kuat Irene-lah yang sedang bicara. Juga, mata coklat Irene yang berkilat terpaku pada Diego seorang.

Diego yang mendapat tatapan dingin dari Irene hanya menghela napasnya, membiarkan Irene melanjutkan perkataannya.

"Aku mengenal dirimu. Kau penuh misteri, tapi kau tahu segalanya. Jadi-" Irene mengalihkan perhatiannya pada Intan dengan sorot pedih, sadar jika ada sesuatu yang besar tengah menghantam kepercayaannya. "Tolong... tolong jangan katakan hal yang membuatku tidak bisa menerimanya, Diego. Ibu adalah ibu kandungku, iya kan?" tanya Irene sambil memaksakan senyumnya.

Diego memejamkan matanya. Dia ingin bicara, tapi entah kenapa rasanya sangat berat. Lidahnya kelu ketika mendengar suara Irene yang putus asa, bahkan rasanya, Diego tidak bisa menggerakkan tangannya hanya untuk menghapus air mata yang selama ini mengalir dari matanya. Demi Tuhan... Diego benci melihat Irene menangis.

"Kau bukan anak dari Herlambang dan Intan. Kau itu anak dari Bae Angel dan Kendrick Samuel. Dan orang yang menculikmu adalah adik Kendrick. Kenneth Samuel, pamanmu."

CEDARR!!

Bertepatan dengan itu, suara petir yang sangat keras baru saja menyambar langit. Seolah menggambarkan keadaan Irene saat ini.

To be continued.

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!

JANGAN LUPA LIKE, KOMEN + SHARE KE TEMEN-TEMEN KALIANN YAA!๐Ÿ˜˜

See you next time!

Withโ™ฅ๏ธ

Ina.