Seperti biasa Guru Kakashi selalu datang terlambat. Sepertinya memang benar rumor itu.
"Guru Kakashi datang," seru lelaki itu -yang entah siapa namanya- sambil berlari masuk ke kelas. Murid yang lain langsung bersiap duduk di kursi masing-masing.
"Hari ini kalian kedatangan murid baru," ucapnya tanpa basa-basi.
Kenapa tak ucap salam dulu? Dasar guru kurang adab.
"Perkenalkan dirimu."
"Halo, namaku Uzumaki Karin. Kalian boleh memanggilku Karin. Semoga kita bisa berteman, senang bertemu dengan kalian," ujarnya dengan senyum hangat di wajah.
Tapi sayang, tak ada yang merespon baik murid baru itu. Aku dan yang lainnya hanya memandang 'Oo, lalu apa yang harus aku lakukan?'. Dia gadis berambut merah terang, memakai kacamata, memakai rok panjang sampai dibawah lutut. Tak ada lagi yang mencolok selain ketiga ciri yang kusebutkan. Sebagai info, murid laki-laki di kelasku benci dengan murid perempuan yang memakai rok panjang. Entah apa alasannya.
"Ooh, jadi dia murid barunya," bisik Ino sambil mendekatkan diri.
"Dia nampak culun," simpul Tenten menimpali.
PPFFF ....
Mereka berdua tiba-tiba saja tertawa dan langsung menahan dengan kedua tangan. Aku rasa teman kelasku berpikiran sama dengan mereka berdua.
"Ais, hentikan. Itu tidak baik," ucapku menasihati.
"Kenapa? Itu fakta kan?" ujar Tenten dengan senyum mengejek sambil melihat ke arah Karin yang berjalan menghampiri kami. Ah, bukan, tapi kursi kosong tepat di samping Tenten.
"Hei, bagaimana kalau kita mengadakan upacara penyambutan untuknya," usul Ino antusias.
"Ide bagus," timpal Tenten semangat. "Hinata, kau ikut?" ajak Tenten
"Jangan bawa-bawa Hinata ke dalam masalah kalian," ujarku memperingati.
"Ais, galak!"
Kadang Tenten bisa berperilaku keterlaluan pada orang lain. Jika ingin tahu Ino sama dengannya atau tidak, jawabannya Ino beda. Dia hanya mudah terpengaruh orang lain. Dia masih seperti anak kecil.
---
Saat istirahat tiba. Aku pergi ke perpustakaan sendirian. Mereka pamit akan menyambut murid baru itu. Hinata terpaksa ikut karena dia lapar. Ya, tujuan mereka kantin. Karena tadi kami melihat Tayuya mengajak dia ke kantin.
Namun, saat aku sedang mencari-cari novel yang akan ku baca. Hinata menghampiriku dengan nafas yang memburu.
"Hinata? Ada apa?"
"Mereka ...."
Sebelum Hinata menyelesaikan perkataannya, aku segera berlari ke kantin. Hinata sepertinya menyusul.
Saat tiba di kantin, aku segera menghampiri kerumunan orang-orang yang mengelilingi satu titik. Aku langsung melewati mereka, dan sampailah di barisan paling depan.
Di sana aku melihat mereka sedang berdiri dekat Karin yang duduk sambil menunduk memandang makanannya di nampan.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN!" Dan itu Sasuke. Dia berjalan menghampiri mereka.
Suaranya lantang menggema seisi kantin. Belum pernah aku melihat Sasuke semarah itu. Kenapa dia peduli? Padahal dia selalu bersikap cuek pada apapun yang terjadi di sekitarnya.
"Sasuke?" Tenten terlihat terkejut. Ino langsung menyembunyikan sesuatu ke belakang punggungnya.
"Aku tanya, apa yang kalian lakukan?" desisnya menahan emosi.
"Aku hanya ...."
BRAK!
Belum sempat Tenten menjelaskan. Sasuke dengan keras menggebrak meja sampai barang-barang yang di atas nya bergetar.
"Berani melakukan hal konyol lagi, aku akan membuat kalian menyesal," ancamnya memperingati.
Sasuke langsung menarik tangan Karin agar pergi dari kerumunan dan pusat orang-orang. Ia melewatiku begitu saja. Perbuatan Sasuke tentu berhasil membuat tanda tanya bagi kami, semua yang melihat kejadian itu.
"Sakura?" Ino memandang ke arahku yang membalas pandangannya.
Aku membawa mereka ke halaman belakang sekolah. Hampir saja aku memukul mereka satu-satu.
"Dia tak salah, kalian yang mulai duluan," simpulku tegas.
"Kenapa kau membelanya?" protes Tenten tak terima.
"Ah ... tapi kakakku bilang, dia menyambut teman barunya dengan memukul wajah mereka. Jadi, yang tadi masih wajar. Kasihan kan, kalau aku harus memukul wajahnya," ungkap Ino terlalu polos.
"Siapa sih kakakmu? Dia psikopat ya?"
"Apa hubungannya?"
Oke, mereka berdua memang tidak beres! "Dengar kalian berdua, hentikan kelakuan konyol itu, oke!"
"Huh, kau berpihak padanya karena dia cinta pertamamu kan?"
"Sama sekali tak ada hubungannya!"
"Kalian ... sudah hentikan. Bertengkar itu tak baik," ucap Hinata akhirnya. Setelah sekian lama ia hanya menonton.
"Oke, lupakan kejadian tadi. Aku anggap kalian berdua tak melakukan apapun di kantin," ujarku kemudian.
Aku langsung berbalik bermaksud meninggalkan mereka ....
"Gaara?" Aku terkejut ternyata dia sudah ada di belakangku.
"Kebetulan aku bertemu denganmu, ayo kita bicara," pinta Gaara seperti buru-buru.
"Soal yang di kantin itu--" Aku mencoba menjelaskan padanya. Bagaimanapun mereka berdua temanku kan. Jangan sampai nama mereka ditulis di buka hitam.
"Di kantin? Memang ada masalah apa?" tanya Gaara tampak curiga.
"Kau tidak tahu?" Ah, sepertinya aku keceplosan.
"Tidak." Ia menggeleng membenarkan.
"O ...." Untung saja mulutku ini masih bisa direm.
"Ikut denganku!" pintanya lagi.
"Ke mana?" tanyaku penasaran.
"Ke ruang sidang. Aku butuh kamu jadi saksi di sana."
Sepertinya hari ini ya, cepat sekali.
"Masalah guru itu?"
Gaara hanya mengangguk. Aku langsung menoleh ke arah mereka yang memandangku penasaran.
"Teman-teman, aku duluan. Ada yang harus kukerjakan," pamitku pada mereka.
"Oke, bye," ucap Ino sambil melambaikan tangan, diikuti mereka berdua.
Gaara membawaku ke ruang sidang. Tapi, dia bilang dia pamit sebentar. Ada saksi lain yang harus ia bawa. Huh, masalah nya sepertinya sangat besar. Peran Gaara berat juga. Ooh, mungkin Sasuke juga. Kenapa aku jadi kepikiran Sasuke? Ah, sial! Jadi ingat kejadian di kantin tadi kan.
Saat aku menoleh ke arah samping. Aku melihat Gaara berjalan tak jauh dariku. Ia berjalan dengan seseorang, dengan lelaki yang tadi kupikirkan.
"Sasuke ...."