Chereads / My Sarah Audry / Chapter 2 - MSA-2

Chapter 2 - MSA-2

Langkah kakinya beradu dengan keramik menimbulkan suara berisik. Mulutnya komat-kamit tidak jelas entah mengatakan apa. Seluruh mata memandangnya bingung, dengan keterburu-buruannya seakan dikejar setan.

Ya, dia memang sedang diburu waktu untuk menemui dosen setan yang menentukan hasil sidangnya nanti. Setan yang memerintahannya untuk datang tepat pukul satu siang dikantornya saat dia tengah bersantai menikmati makan siangnya pukul dua belas lewat lima puluh menit.

Perlajanan yang memakan waktu lima belas menit untuk sampai kampus, dan sepeluh menit untuk sampai ke ruangan sang dosen setan, membuat gerutuannya semakin tidak jelas.

Jogi duduk dengan malas di sebuah cafe dengan wajah merengut. Dia baru diceramahi habis oleh dosennya yang cantik karena terlambat datang. Dosennya memberikan skripsi revisi yang sudah diperiksanya, hanya untuk menerima itu dia harus berlari seperti orang kesurupan dan diceramahi selama satu jam. Dosennya selalu memberi jadwal mendadak yang selalu membuatnya pontang-panting karena itu dia menyebutnya dosen setan.

" Jalani saja dengan iklas toh seminggu lagi kau akan disidang, kau tidak akan menemuinya lagi setelahnya" kata Metha pada Jogi.

" Dia sengaja menyiksaku diakhir, seharusnya aku tau dia tidak akan memudahkanku" ucap Jogi.

Metha cengengesan menatap wajah cemberut Jogi. Jogi selalu meributkan apa saja yang terjadi dihidupnya, terlebih saat membahas guru waktu sekolah dulu atau dosennya saat ini.

" Kau sudah enak tinggal menunggu wisuda, jadi kau senang saja aku disiksa seperti ini" gerutu jogi.

" yah,  tapi aku juga melewati proses yang sama denganmu meskipun dosenku sangat menyenangkan" kata Metha sambil terkekeh mengejek Jogi.

" untung kau adalah salah satu orang yang kuanggap kalau tidak aku sudah menghajarmu" ancam Jogi.

" seakan kau mampu saja, kau tidak kenal pun kau tidak akan macam-macam pada wanita" kata Metha.

Jogi mendesah kemudian terdiam, Metha benar Mamanya mengajarkannya untuk selalu menghargai wanita. Jogi mengedarkan pandangannya kesekeliling cafe dan terpana pada satu titik. Jantungnya menyentak kuat seakan ingin berlari keluar dari tubuhnya, gadisnya sang bidadari. Mata Jogi terpaku pada sosok itu, melupakan satu hal penting untuk mengejarnya jika tidak ingin kehilangann jejak lagi.

Gadis itu baru saja keluar dari cafe, bunyi lonceng di pintulah yang akhirnya menyadarkan jogi. Jogi segera beranjak dan berlari berharap bidadarinya menunggunya menghampiri. Bidadari yang selalu datang ke mimpinya, bidadari yang selalu menjadi fantasinya setiap nafsunya menggelora, bidadarinya yang telah mengambil hatinya yang tidak akan kembali lagi padanya.

Jogi menatap dengan nanar ke segala arah sambil berlari. Dimana gadisnya? Kenapa tidak ada. Jogi berteriak frustasi saat sosok gadisnya tidak terlihat, lagi. Perutnya terasa keram, jantungnya berdenyut menyakitkan, pikirannya kosong. Kesakitan itu tidak biasa untuknya, dulu rasanya tidak sesakit itu dan juga tidak sefrustasi mimpi-mimpinya.

" Ada apa denganmu? Siapa yang kau cari Gi? " Tanya metha yang ikut panik karena tindakan implusif jogi.

" Bidadariku meth, gadisku meth. " ucap Jogi dengan frustasi, matanya menyiratkan luka.

Metha terdiam mendengarnya, jogi pernah bercerita tentang seseorang yang diklaimnya sebagai Gadisnya. Gadis yang sudah mencuri hati jogi dari saat Sma dulu sampai sekarang padahal dia hanya pernah bertemu sekali. Gadis seperti apa yang kata jogi adalah bidadari membuatnya sangat penasaran.

Jogi selalu mencarinya, setiap hari datang ke toko buku berharap bidadarinya datang. Sudah empat tahun berlalu, jogi sudah berhenti datang ke toko buku setahun yang lalu. Berharap jika memang berjodoh maka akan dipertemukan lagi.

Metha tidak yakin apakah gadis itu manusia atau hantu. Bagaimana bisa tiba-tiba datang dan tidak pernah terlihat lagi. Baru saja jogi melihatnya dan tiba-tiba menghilang. mungkin Doni benar tentang wanita itu yang sebenarnya adalah hantu.

Jogi memilih pulang dan meratapi hatinya daripada meneruskan rengutannya tentang dosennya pada metha. Jogi melangkah gontai masuk ke kamarnya setelah memberi salam pada ayah dan mamanya yang enggan bertanya melihat wajah kusut anaknya.

Setelah mandi jogi duduk termenung diatas kasurnya. Mendesah dengan putus asa, dia tidak menginginkan hatinya jatuh pada gadis yang tidak dikenalnya, yang namanya saja dia tidak tau. bahkan ingatannya tidak dapat memproyeksikan wajah gadis itu dengan jelas. Jogi tidak mengetahui apapun tentangnya, hanya wajahnya saja yang pernah dia lihat dan dirinya langsung terpuruk begitu dalam pada pesonanya. Dia ingin mencintai seseorang yang setidaknya dia kenal seperti metha misalnya, yang sudah dikenalnya sejak zaman putih biru dulu, atau seperti teman kampusnya yang sesungguhnya menarik.

Jogi merasa sudah melupakan gadisnya setelah menyerah setahun yang lalu, berhenti berharap untuk dapat bertemu lagi. Nasibnya begitu sial disaat orang lain menyerah setelah mengejar pujaannya dirinya harus menyerah untuk dapat bertemu lagi.

Setelah termenung cukup lama jogi merebahkan tubuhnya, memejamkan matanya berharap besok rasa sesak didadanya menghilang.

Aroma kopi menyengat hidung jogi saat masuk ke sebuah cafe, memilih duduk di sudut ruangan untuk menyendiri. Jogi tidak berminat untuk menemui siapapun saat ini. Wajahnya kusut dan kantung matanya membayang.

Rasa pahit menyapa lidahnya dengan nikmat saat menyesap kopi yang baru diantarkan ke mejanya. Jogi memejamkan matanya menikmati, berharap pahitnya kopi dapat mengobati pahit di hatinya. tiba-tiba sebuah bayangan menutupi wajahnya  membuat dahinya mengerjit. Jogi tidak ingin diganggu jadi dia mengacuhkan orang yang berdiri didepannya. Setelah menunggu sesaat orang itu tidak pergi juga, jogi memutuskan untuk mengusir orang itu.

Matanya terbelalak sesaat setelah membuka matanya. sebenarnya berniat orang tersebut tetapi dirinya malah dikagetkan oleh sosok itu.

Gadisnya.

Bidadarinya.

Gadisnya tengah tersenyum menatapnya, dengan mata sendu yang memancarkan kerinduan. Jogi menelan ludahnya payah, mengucek matanya lagi dan lagi membuat gadisnya terkekeh.

Gadisnya tiba-tiba medudukkan dirinya diatas pangkuan jogi. Oh, Tuhan apa yang tengah kau rencanakan desah Jogi dalam hatinya.

Tubuh jogi diam kaku seperti mayat, pikirannya kosong, lidahnya membatu. Lagi, gadisnya terkekeh. Jogi bersumpah itu adalah kekehan terindah yang pernah dia dengar.

" Aku menginginkan mu" ucap gadisnya.

Jogi tidak merespon. Tubuhnya semakin kaku, lidahnya terbata-bata untuk menjawab tapi yang terdengar hanya gumaman tidak jelas. Jogi berusaha sangat keras agar setidaknya mulutnya dapat mengeluarkan kata hai.

" Kau tidak menginginkanku? Kalau begitu aku pergi saja"desah gadisnya.

Refleks dengan ketakutan yang besar dan mata yang membulat horor jogi memeluk pinggang gadisnya. Namun,  tidak ada kata yang terucap dari bibirnya. Lagi, gadisnya terkekeh.

Gadisnya merangkulkan tangannya pada leher jogi dan tersenyum menggoda,  menatap tepat ke dalam mata jogi. Lalu menghembuskan nafasnya di telinga jogi dan berbisik.

" kau sangat seksi".

Jogi masih terdiam, otaknya tidak bisa memcerna apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba gadisnya mengecup telinganya dan kecupannya turun kelehernya. Memberi isapan lembut dan gigitan kecil. Lalu tersenyum puas melihat karyanya, menandai Jogi. Memandang wajah jogi lalu mengecup pipinya. Seketika tubuh jogi menggelora, api membakar tubuhnya. Jogi memeluk lebih erat lagi pinggang gadisnya nafasnya memburu. Bergerak untuk mengecup bibir merah gadisnya namun ditahan dengan jari.

"kau tidak boleh. Aku yang akan menciummu, kau duduk manis saja" ucap gadisnya.

Lagi, gadisnya mengecup telinga jogi yang lain dan memberi cupang disisi leher jogi yang lain. Nafas jogi menjadi tidak beraturan. Nafsunya menuntut untuk dipuaskan. Tangannya mengelus pinggang, perut dan mengarah ke payudara gadisnya. Saat tangannya menyentuhnya, jogi mendesah lega dibarengi dengan desahan gadisnya. Jogi memutup matanya menikmati setiap detik saat gadisnya semakin liar mencupang lehernya, saat jemarinya meremas lembut dada gadisnya.

Jogi membuka kedua matanya, menatap nanar ke atap ruangan. Kejantanannya membatu berdenyut menyakitkan,  terasa sangat sesak di dalam celananya. Keringat membajiri dahinya, tubuhnya kaku, hatinya mencelos, perih terasa.

Jogi masih terbaring di kasurnya untuk waktu yang lama. Harapannya semalam tinggal harapan, dirinya terbangun dengan rasa sakit yang mencekam. Berharap dirinya amnesia saja daripada harus menanggung rasa yang tengah dirasakannya.