Ya Lam menunjukkan wajah yang tenang sepanjang perjalanan. Dia hanya memperlihatkan wajah polos katrok sepanjang perjalanan. "Waah....bagus sekali".
"Wow keren...tempat apa itu?" "Wahana bermain", jawab Piya geli. Dia seperti mengajak balita jalan-jalan.
"Bolehkah...?!" Ya Lam takut-takut memintanya. Piya memutar kemudi dan memarkir kendaraan di tempat itu. Ya Lam mencoba semua permainan di sana sampai puas hingga kelaparan.
Piya mengajaknya makan ke restoran Jepang. Ya Lam memesan semua makanan Jepang kesukaannya dan makan dengan kalap.
Restoran makanan Jepang itu berada di dalam hotel bintang 5.
Piya memborgol tangan mereka berdua. Piya menempelkan kertas bertulis AUTIS di jaket Ya Lam, sehingga semua orang yang melihatnya menjadi maklum, bahkan ada yang memandang dengan wajah kasihan. Ya Lam terlalu tampan menjadi autis. Piya terpaksa melakukannya, karena Ya Lam terlihat sangat udik dengan hal-hal baru yang dilihatnya. Tetapi ia terlihat sopan dan manis ketika ada serombongan gadis cantik di sekitarnya. Ya Lam. Para gadis itu sepertinya ingin berenang. Ya Lam memperlihatkan wajah melas dan kalem. Hasilnya para gadis itu terpikat dan menggodanya. Salah seorang mengambil kamera ponsenya dan mengajaknya Selfi. Ya Lam malu-malu. Tetapi tidak menolak. Ya Lam sudah familiar dengan HP kamera. Gadis itu mengaploudnya di sosmed. Piya mendengus. Dasar pemain sinetron. Pintar pula dia berakting.
Piya membawa Ya Lam menjauhi para gadis itu. Ya Lam dan mereka saling melambaikan tangan.
Dr Fatma sahabat Piya waktu sekolah, dia orang kaya, orang tuanya mendedikasikan hartanya membangun rumah sakit jiwa, dan Fatma mendedikasikan diri bekerja di rumah sakit itu. Rumah sakit Jiwa itu sebenarnya rumah penitipan untuk orang-orang mengalami masalah kejiwaan. Tetapi tidak menerima pasien narkoba dan tuna wisma gila.
Orang tua Fatma sudah meninggal. "Fatma, di mana-mana orang tua kalau meninggal, warisannya harta, tanah, ilmu, hutang, masalah...kamu dapat yang terakhir deh...masalah dan orang tak waras!" Piya blak-blakan bicara, tanpa berfikir Fatma masih berduka. Fatma memukul pundak Piya, tapi tak marah. Piya memang gitu.
Fatma mengelola rumah sakit itu bersama suaminya.
"Ternyata jodohmu gak jauh-jauh dari rumah sakit jiwa!" Piya nyengir kuda memberikan ucapan selamat padanya.
"Kamu jangan menghina, bukankah sekolah polisimu dari rumah sakit jiwa ini!" Piya tertawa, orang tua Fatma memberikan beasiswa untuknya. Piya orang tuanya tidak mampu.
"Kamu lihat hasilnya, sekarang kamu punya polisi gila!" Piya menyebut dirinya sendiri. Dr Arman suami Fatma tertawa. Piya memang aneh. Polisi aneh. Untung dia di tugaskan untuk hal-hal yang aneh juga.
Piya memberi 2 koin tambahan untuk Fatma. Fatma tercengang. "Untuk rumah sakitmu!"
"Piya, darimana kamu dapat koin emas ini?" Fatma bingung, koin ini sangat bernilai dan berharga milyaran. Darinana Piya mendapatkannya.
"Rahasia!" Piya tahu kalau pemerintah tahu tentang harta karun di tangan Piya pasti akan di sita. Lagi pula kalau dia menceritakan kronologisnya Fatma takkan percaya. Bisa-bisa Fatma mengeluarkan rekomendasi agar dia di cap tidak waras.
"Piya apa kamu masih punya koin lagi?' Fatma yakin masih punya banyak lagi. Piya mengangguk.
"Kenapa kamu tidak beli rumah dari koin itu". Piya tidak punya rumah, dia hanya kost saja dari dulu. Piya berfikir sejenak.
"Ada kolektor yang ingin membelinya".
"Kapan?"
Fatma terkejut. "Jadi kamu beneran masih punya?" Piya mengangguk. "Berapa banyak?" Fatma penasaran.
"Lima!" jawab Piya kalem.
Fatma tidak boleh tahu kalau ia punya lebih dari 10 koin.
Koin yang diberikan ke Fatma hanya koin kecil. Koin yang akan di jualnya ini koin besar, nilainya tak terhitung. Memikirkan ini saja Piya sudah gila. Apa lagi kalau dia serakah kemaren. Mungkin dia akan seperti Ya Lam. Atau terkubur di dalam gua. Mati sia-sia. Piya merinding.
Kolektor barang kuno itu datang dari Jakarta. Dia seorang konglomerat keluarga presiden dulu. Mereka memang kaya 7 turunan. Fatma mengatur pertemuan di hotel bintang 5.
Kolektor itu memandang Piya. Dia pasti heran melihat Piya. Gadis muda ini punya barang kuno dan sangat berharga.
"Saya tidak bisa membayar ini dengan rupiah, nilainya sangat mahal. Saya tidak bisa mengeluarkan uang sebanyak itu langsung. Tapi saya bisa memberikan bentuk pembayaran yang lain!" tawarnya.
"Misalnya apa?" tanya Piya tegas.
"Rumah, tanah, mobil, surat berharga!" jawab pria itu tersenyum ramah. Wajahnya sangat tidak asing, dia pasti sangat terkenal. Piya lupa namanya.
"Saya ingin rumah dengan kolam renang, dan juga mobil!" jawab Piya asal.
'Oke, berapa buah!" Jawab pria itu santai. Piya kaget diam-diam. Dia menyembunyikan rasa kagetnya dengan baik. "Maksudnya?" tanya Piya tenang. Tapi dia tetap kaget.
"Rumah dan mobilnya!"
"3 buah!"
"Oke saya tambah uang sisanya!" Pria itu senang.
Fatma muncul dengan suaminya di pintu ruangan itu.
"Semuanya atas nama dia!" Piya menunjuk Fatma. Fatma kaget. Dia tidak mengerti maksud Piya.
Piya menjelaskannya. "Apa!" Fatma dan suaminya pucat.
Fatma menatap Piya bengong. Pak Soetejo, nama pria itu menyerahkan kepemilikan rumah, mobil kepada Fatma, dia menambahkan uang satu Milyar dalam bag yang di bawanya kepada Piya. Piya menyerahkan lagi ke Fatma.
Farma masih tidak mengerti maksud Piya. Ia menunggu pak Soetejo pergi di antar Arman. Pria kaya raya itu langsung kembali ke Jakarta. Dia akan mendapatkan keuntungan l 3 kali lipat dari yang dikeluarkannya dari kolektor dari Amerika. Dia tidak peduli dari mana Piya mendapatkan benda berharga ini.
"Piya, kenapa semua atas namaku?"
"Fatma, aku seorang polisi, memiliki kekayaan sebanyak itu, aku akan di curigai mendapat sogokan dari bandar narkoba atau korupsi, kamu mau punya teman polisi penjahat?!" Piya meneluk bahu Fatma, dia lebih tinggi dari Fatma.
Besok harinya,
Orang tua Piya menolak pindah ke rumah baru. Ia tak mau menerima rumah begitu saja. Tetapi setelah itu hadiah dari Fatma, baru mereka mau pindah.
"Kenapa mereka tidak kamu ajak pindah ke rumah besarmu?" tanya Fatma. "Mereka tidak siap jadi orang kaya!" Fatma tersedak dari minumnya. Piya menepuk pundak Fatma. Dua orang itu tertawa geli.
Benar kata Piya, dia dicurigai karena tiba-tiba punya rumah mewah dan mobil mewah pula. Piya diperiksa. Semua aset yang dimilikinya juga di seliidiki sumbernya. Hasilnya nihil. Piya tidak punya kekayaan seperti di duga. Semua aset yang di milikinya milik dr Fatma, pemilik dan pimpinan rumah sakit jiwa, yang memang di kenal kaya raya. Piya hanya menggunakan saja semua aset milik Fatma yang memang berlebih. Lagi pula Fatma bukan pejabat negara yang harus di periksa sumber kekayaannya.
Piya tidak terima di periksa seperti penjahat korupsi. Dia mengirimkan surat berhenti jadi aparat negara. Tetapi permintaannya di tolak. Nama Piya kembali di bersihkan. Piya tahu siapa yang melaporkannya ke pimpinan. Tentu saja mereka yang iri dengan perubahannya.
....
Piya memberikan sebagian uang itu untuk rehab rumah sakit jiwa, sebagian lagi untuk panti asuhan. Dia mengambil bagian kecil untuk operasional 2 rumah mewah miliknya. Punya rumah mewah biaya operasionalnya sangat mahal.