Chereads / SIMULATION / Chapter 5 - CHANGE

Chapter 5 - CHANGE

Sandra di rawat selama 1 minggu pasca keguguran anak pertamanya. Banyak dari tentara pasukan di Great Ruler mengunjunginya untuk berbela sungkawa. Sandra tak banyak bicara. Ia yang dulu begitu riang dan ramah, selalu tersenyum menawan kepada semua orang kini telah berubah.

Ia tak banyak bicara. Tersenyum hanya seperlunya saja. Eliz sahabat dekatnya merasa sangat sedih karena dirinya telah berubah menjadi wanita dingin. Hari itu ia keluar dari rumah sakit tempat dirinya dirawat. Ia akan mendatangi upacara pemakaman suaminya di pemakaman Hall Of Heroes di Great Ruler. Semua orang berpakaian hitam. Upacara pemakaman bergaya militer itupun praktis membuat suasana duka makin terasa.

Sandra berjalan di belakang peti jenazah suaminya dengan tatapan sendu tanpa air mata. Air matanya sudah mengering tak tersisa saat ia berada di rumah sakit. Kini tak ada lagi seseorang yang ia tunggu kepulangannya setiap malam. Tak ada lagu yang akan memuji setiap masakan yang dibuatnya. Tak ada lagi yang akan memeluk dan membelainya ketika ia tertidur. Sandra sangat merindukan Rey.

Ia begitu sedih atas kematian suaminya namun ia hanya bisa diam meratapi nasibnya yang kembali sebatang kara. Ia hidup sendirian lagi di apartment peninggalan orang tuanya. Sandra diberikan fasilitas tempat tinggal dan uang jasa atas pengorbanan suaminya. Namun semua hal itu hanya membuatnya makin terpuruk.

Ia mendekam di rumahnya tak pernah keluar selama berbulan-bulan lamanya. Jika ia butuh makan dan minum, Eliz datang membawakannya setelah mendapat pesan elektronik dari Sandra. Sandra bahkan tak pernah mau menerima panggilan telepon dari Eliz, tentu saja hal ini membuat Eliz dan Tony makin khawatir.

Akhirnya Eliz mengambil inisiatif hari itu. Ia datang mengunjungi Sandra di luar jadwal biasanya ia membawakan perlengkapan pemberian dari Great Ruler untuk kebutuhan hidupnya.

TOK.. TOK.. TOK..

"Sandra, hallo. It's me, Eliz. May i come in, please?" tanya Eliz yang tak mendengar jawaban apapun dari balik pintu.

Tiba-tiba.. KLEK..

Pintu terbuka otomatis. Eliz menghembuskan nafas pelan. Ia pun memberanikan diri masuk ke dalam rumah Sandra. Ia bingung karena rumahnya gelap. Ia mencari keberadaan Sandra setelah menutup pintu ruang utamanya.

BUKK! "Hahh.. hahh.." BUKK! BUKK! BUKK!

Eliz penasaran dengan asal suara itu. Ternyata Sandra sedang berlatih tinju. Ia kaget melihat Sandra memiliki otot di seluruh tubuhnya. Ia terlihat sangat perkasa.

"Jadi ini yang ia lakukan selama ini? Melatih fisiknya agar menjadi kuat? Tapi untuk apa?" batin Eliz penasaran.

Eliz pun memberanikan diri mendekati Sandra yang terlihat fokus dengan alat tinjunya. Ia menatapnya seksama. Sandra menyadari kedatangannya dan tak menghiraukannya.

"Mm.. Sandra, apa kau sudah makan? Aku membuat pizza. Ini pizza pertamaku, kau.. mau mencicipinya? Bersamaku? Bagaimana?" ucap Eliz mencoba membujuknya.

"Letakkan disana saja." ucapnya tak melirik Eliz sedikitpun.

Eliz terkejut, Sandra mengacuhkannya. Ini tak biasa dan tak pernah terjadi sebelumnya.

"Sandra, apa kau marah padaku?" tanya Eliz terlihat murung.

"Tidak."

"Lalu kenapa kau mengacuhkan kehadiranku? Apa kau sudah tak menganggapku sebagai temanmu lagi?" ucap Eliz sedih.

Sandra menghentikan latihan tinjunya. Ia melepaskan sarung tinjunya kasar dan melemparkannya di atas meja. Ia berjalan cepat ke meja makan dimana Eliz meletakkan pizzanya. Ia langsung membuaka tempat stainless penyimpan pizza modern itu dan langsung mengambil sebuah potongan besar.

Ia langsung menyantapnya dengan rakus. Eliz sampai menganga dibuatnya. Ia berdiri menatung terkejut melihat yang Sandra lakukan. Sandra memakannya dengan sangat cepat dan segera meneguk air mineral di depannya. Ia mengelap mulutnya dengan kasar dan kembali ke tempat latihan tinjunya.

"Aku sudah memakannya. Pizzanya enak. Sekarang pulanglah." ucap Sandra memunggungi Eliz dan kembali memakai sarung tinjunya.

Eliz bingung dengan sikap cuek sahabatnya.

"Hanya itu saja? Kau mengusirku?" tanya Eliz terlihat kesal.

"Terima kasih."

BUKK! BUKK! BUKK!

Sandra kembali memukul bantalan tinjunya. Eliz tak habis pikir dengan jalan pikiran Sandra yang sekarang. Ia merasa Sandra sudah berubah terlalu banyak semenjak meninggalnya Rey dan kematian anaknya. Eliz pun meninggalkan Sandra sendirian di apartmentnya.

Eliz terlihat sedih. Ia kembali ke rumahnya dengan berlinang air mata.

KLEK..

"Hallo.. Eliz, aku lapar, kau masak apa?" tanya Tony yang pulang saat istirahat siang ke apartment yang ia tinggali berdua dengan adiknya, Eliz.

"Kau kenapa?" tanya Tony karena Eliz terlihat sedih.

"Sandra kak. Dia.. mengacuhkanku. Dia mengurung dirinya selama ini untuk melatih fisiknya. Dia sudah berubah, kak." ucap Eliz lirih dan berlinang air mata.

Tony bingung. Ia pun mendekati Eliz. Ia duduk disampingnya.

"Maksudmu?"

"Ah, kau menyebalkan. Sudah, pergi sana! Lebih baik kau melihatnya sendiri saja!" bentak Eliz kesal karena kakaknya tak bisa memahami jalan pikirannya.

Eliz langsung pergi dan meninggalkan Tony sendirian. Tony jadi kepikiran dengan ucapan Eliz, ia pun mengunjungi Sandra di apartmennya. Saat akan mengetuk pintu, ia mendengar suara Sandra menangis. Tony pun langsung membuak pintunya dan ternyata tak terkunci. Ia masuk perlahan dan mengendap pelan hingga langkahnya pun tak terdengar.

Ia melihat Sandra duduk sendirian di kursi dari stainless yang dibuat dengan design minimalis elegant khas Great Ruler. Ia pun mendekatinya perlahan.

"Sandra, hai, ini aku, Tony." ucap Tony pelan melambaikan tangan.

Sandra tertegun dengan kedatangannya. Semenjak Rey meninggal, Tony tak pernah berkunjung selama 3 bulan lebih. Sandra pun cepat-cepat menghapus air matanya dan berdiri menyambut kedatangan Tony.

"Hai. Duduklah." ucap Sandra mempersilahkannya duduk disebelahnya.

Mereka duduk bersebelahan di teras belakang apartment menatap pemandangan distrik 7 yang berbatasan dengan lokasi tambang batu mulia. Tony menatap Sandra seksama. Ia bingung harus mulai dari mana mengajaknya mengobrol. Ia melihat jemari Sandra lecet, Tony memberanikan diri meraih tangannya.

"Aww.." ucap Sandra merintih sakit karena lukanya dipegang oleh Tony.

"Ugh.. maaf. Kenapa tanganmu? Apa kau berlatih tinju?" tanya Tony penasaran.

Sandra langsung menarik tangannya dan menyembunyikan diantara dua lututnya.

"Apa Eliz yang memberitahumu?" ucap Sandra tak menatap Tony dan memandang lurus kawasan tambang.

"Tidak. Aku melihat peralatan tinju disana. Mm.. Sandra, apa kau suka pekerjaan fisik? Kebetulan di distrik 8 sedang membutuhkan pekerja tambang seorang wanita. Jika kau mau, kau bisa kumasukkan kesana." ucap Tony memberikan penawaran.

Sandra menoleh ke arah Tony dan menaikkan kedua alisnya. Tony tertawa pelan.

"Itu adalah salah satu syarat agar kau bisa masuk menjadi salah satu tentara militer. Untuk menjadi seorang USER. Jika kau berhasil mendapatkan sertifikat kelayakan kerja selama di tambang, yaa kurang lebih 6 bulan, kau bisa ikut tes selanjutnya. Bagaimana?" tanya Tony menjelaskan.

Sandra bingung.

"Kau ingin memasukkanku menjadi seorang tentara, begitu? Kenapa?" tanya Sandra heran.

"Aku tahu, kau menyimpan dendam pada Jenderal Matteo kan? Jika kau menjadi tentara, kau bisa bertemu dengannya. Tapi tentu saja, minimal kau harus selevel denganku dan Rey. Kau harus menjadi Captain." ucap Tony lagi.

Sandra diam sejenak.

"Apa kau yakin aku bisa masuk ke militer, aku lemah." ucap Sandra merendahkan dirinya.

Tony langsung berdiri dan memasukkan kedua tangan ke dalam sakunya.

"Kalau begitu, jangan harap kau bisa membalaskan dendammu. Ternyata.. kau tak setangguh yang ku kira. Keinginan balas dendamu tak sekuat ucapanmu saat di rumah sakit kala itu. Tapi ya sudahlah. Ini kan hidupmu. Aku pergi dulu. Selamat siang, Sandra." ucap Tony berpaling begitu saja darinya.

Sandra merasa ucapan Tony bagai tamparan kuat untuknya. Ia pun langsung beranjak daru kursi malasnya. Ia mengejar Tony yang sudah di dekat pintu keluar.

"Tony, wait!"

Tony pun berhenti seketika. Ia membalik badannya dan melihat Sandra berlari kecil ke arahnya.

"Oke. Aku akan mencobanya. Masukkan aku." ucapnya yakin.

Tony tersenyum lebar. Ia menepuk bahu Sandra mantab.

"Oke, persiapkan dirimu. Besok pagi jam7 aku akan menjemputmu. Aku yakin kau bisa, Sandra. Kau lebih tangguh dari yang kau kira." ucap Tony dengan senyum menawan.

"Thank you, Tony. Thank you." ucap Sandra balas tersenyum.

Tony menganggukkan kepalanya. Ia melihat nampan pizza di meja makannya. Ia kembali masuk dan membawa nampan stainless itu. Ia langsung mencomotnya dan langsung memakannya dengan gigitan besar. Sandra sampai kaget melihat mulut Tony yang begitu lebar.

"Awku bwawa ya.." ucapnya tak jelas sembari mengunyah pizza dimulutnya.

Sandra terkekeh.

"Bawa saja. Itu pemberian adikmu." ucap Sandra dengan senyum merekah.

Tony kaget jika pizza itu buatan adiknya, Eliz. Ia tak menyangka jika rasanya bisa seenak itu. Tony pun pergi meninggalkan rumah Sandra sambil memakan pizza sepanjang berjalanan kembali ke apartmennya. Sandra menatapnya dengan senyuman dari kejauhan.

"Thank you, Eliz, Tony."