Chereads / Kalian mau jadi pacarku? / Chapter 7 - Semua Gara-gara...

Chapter 7 - Semua Gara-gara...

Ruang kelas sudah hampir kosong. Yang tersisa tinggal siswa yang masih harus piket dan beres-beres kelas dan juga Reynold yang masih duduk di kursinya.

"Nol, gue nggak salah denger nih? Katanya Jessica akhirnya mau jadi pacar lo ya?" Yohanes menepuk punggung Reynold penuh antusiasme. Menurutnya setelah ini mereka harus buat perayaan untuk Reynold.

Kevin juga nggak mau kalah, dia merangkul sahabatnya itu dengan bangga. "Gila, gue nggak nyangka lo bakal sukses, Bro. Selamat ya!"

Sedangkan Aldo berdiri agak jauh, dia adalah orang terakhir di dunia yang akan ngucapin selamat buat Reynold. Terlalu kentara soalnya, disaat yang lain ngucapin selamat dengan meriah, si pentolan sekolah ini malah tidak tahan untuk menyindir Reynold.

Katanya, "kemana cewek lo?"

Maklum sih soalnya Reynold malah kelihatan muram daripada bahagia. Padahal hari ini dia ketiban untung karena Jessica menerima pernyataan cintanya yang dadakan.

"Jangan-jangan baru diterima udah di putusin lagi?" celetuk Aldo lagi.

"Hush! Apaan sih lo?! Kan lo sendiri yang bilang kalau Jessica terima si Reynold." Kevin mengeratkan rangkulannya di bahu Reynold untuk memberi dia lebih banyak keyakinan.

"Terus kemana dia sekarang?" tanya Aldo dengan nada mencemooh.

Reynold melepaskan rangkulan Kevin, dia berdiri lalu berjalan mendekati Aldo. "Dimanapun cewek gue, itu bukan urusan lo."

Reynold berjalan keluar kelas meninggalkan kawanannya.

"Nggak asik banget sih lu, Do."

"Apa? Emangnya gue salah kalau nanya dimana si Jessica? Lagian lo pada nggak liat tampang asemnya si Reynold? Katanya jadian tapi mukanya malah jelek gitu. Apalagi kalau bukan tiba-tiba diputusin si Jessica. Tuh cewek pasti nyesel terima karena harus Reynold didepan gue."

Mulutnya Aldo emang nggak ada saringannya. Nggak tau deh itu kata-kata datangnya dari hatinya dongkol karena Jessica nerima Reynold atau mungkin dari dengkulnya.

Yang pasti sih, dia jarang banget ngomong pakai otak, udah begitu suaranya kenceng pula. Mana peduli dia dengan siswa lain yang kebetulan punya kuping buat denger omongannya.

Kevin dan Yohanes seharusnya sudah terbiasa dan maklum, tapi kadang-kadang mereka juga nggak tahan kalau Aldo udah ngebacot.

"Terserah lo deh." Kali Kevin dan Yohanes lagi nggak sejalan dengan Aldo, mereka lebih memilih keluar dan menyusul Reynold.

"Cih! Tai kucing lu pada."

Aldo mengeluarkan berbagai umpatan setelah ditinggal teman-temannya. Dia betulan dongkol karena Jessica terima Reynold. Dia nyesel abis karena kasih kesempatan Reynold ketemu Jessica pas istirahat tadi.

Harusnya tadi dia biarin Jessica kabur dari Reynold. Mungkin Jessica sebetulnya nggak berencana terima Reynold. Tuh cewek pasti terima Reynold supaya bisa lolos doang. Aldo meyakini kata-katanya dalam hati, dia masih nggak bisa percaya kalau Jessica mau jadi pacar Reynold.

Sialan! Dia bener-benar nggak rela.

"Apa lo liat-liat!?" Aldo menendang meja yang baru dibereskan.

Siswa lain yang ada di situ hanya bisa melirik Aldo dengan tidak suka. Kalau mereka berani komentar, jangan harap deh hari ini mereka bisa pulang ke rumah. Lebih aman kalau tutup mulut dan biarkan saja.

Sial! Semuanya gara-gara Aldo.

Kalau tidak mana mungkin Jessica akan terima Reynold begitu saja.

Untungnya cara kabur masih berhasil Jessica eksekusi tepat setelah bel pulang berbunyi. Dia menghindari Reynold tentu saja dan terutama cowok gila yang namanya Aldo.

Jessica berdiri agak jauh dari gerbang sekolah, dari tempatnya berdiri dia bisa cegat mobil Hans kalau cowok itu datang menjemputnya. Masalahnya dia belum juga muncul bahkan setelah dua puluh menit lewat.

Telepon Jessica nggak dijawab oleh Hans. Cowok itu lagi nyetir kayaknya, secara dia tipe pengemudi anyar yang taat dengan aturan lalu lintas. Yang walaupun dia bisa pakai handsfree buat telepon, dia nggak akan pernah mau telponan kalau lagi nyetir.

Kalau begini sih besok-besok dia nggak perlu minta Hans antar jemput. Lebih baik dia berangkat dan pulang sendiri atau minta papa sewa supir yang lain kalau perlu.

Jessica mulai nggak sabaran, takut Reynold atau salah satu gengnya keburu keluar. Dia berencana kirim pesan ke Hans kalau dia akan pulang sendiri aja hari ini. Nunggu dia kelamaan deh!

"Jess…" belum juga Jessica selesai ngetik pesan. Makhluk yang pengen dia hindari malah muncul di depan mata.

"Rey!" Gimana ini? Jessica panik sendiri begitu lihat Reynold.

"Ngapain di sini?" tanya Reynold.

"Itu… Jemputan."

"Kenapa nggak di depan sekolah?"

"Oh? Orangnya udah deket sini jadi gue jalan ke sini."

Bohong! Reynold tahu Jessica sengaja nunggu mobil jemputannya jauh-jauh dari gerbang sekolah untuk menghindar dari dirinya. Dia sudah merhatiin Jessica sejak beberapa menit lalu dan dia kelihatan jelas nggak sabaran. Mungkin sudah kabur betulan kalau nggak Reynold samperin.

"Bisa kita ngobrol sebentar?"

"Eh? Kita ini lagi ngobrol kan?"

Bener kan? Emangnya dari tadi mereka ngapain?

"Tentang jawaban kamu—"

Tut… tut…. Bunyi klakson mobil yang kencang menyamarkan suara Reynold.

Bagus! Hans tepat waktu.

"Jemputnya udah dateng. Gue duluan ya!"

Hans menurunkan kaca jendela mobilnya dan memanggil putri sang majikan, "Jess, ayo!" Meskipun sudah menepi, kalau kelamaan berhenti mobil di belakang Hans pasti bakal ngamuk.

Jessica menggapai handle pintu mobil dan Reynold berhasil menggapai tangan Jessica, dia nggak mau cewek itu kabur.

"Kita bener-bener harus ngobrol… sebentar aja, please."

Jessica tidak ingin membuka mulutnya apalagi ngobrol sama Reynold. Dia berusaha menarik tangannya tapi Reynold sama sekali nggak berniat melepaskannya siang ini.

"Jess!" Hans kembali memanggil. Suara klakson dari mobil belakang juga mulai terdengar riuh. Jessica masih berusaha melepaskan diri dari Reynold.

Hans memperhatikan dengan tidak senang. Dia bisa saja turun dan mendorong Reynold menjauh dari Jessica tapi opsi itu cuma akan bikin keributan yang lebih besar lagi. Kasus! Pasti lebih repot. "Kalau lo mau ngobrol mendingan lo naik!"

"Okay." Begitu dilepaskan Jessica langsung buka pintu mobil dan naik. Dia memelototi Hans, memberi tanda untuk segera jalan. Hans bergeming, dia hanya menepati kata-katanya dan membiarkan Reynold naik ke kursi belakang.

Astaga naga, Hans! Sialan!

Kenapa nggak langsung tancap gas aja sih!