Chereads / KEMBALILAH / Chapter 7 - KABAR BAIK

Chapter 7 - KABAR BAIK

"KABAR BAIK"

Hai para pembaca setia "KEMBALILAH"... Jumpa lagi... Maafkan author/penulis yah, karena udah lama nggak update (long hiatus). Sebagai permohonan maaf, saya sebagai penulis mempersembahkan.... Selamat membaca. 

***

Seorang wanita paruh baya menyunggingkan senyum manis ke arahku ketika aku baru saja hendak duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengannya. Aku membalas tersenyum kepada wanita itu. Sedangkan nenek dengan pelan duduk pada kursi yang berada di sampingku.

"Kenalkan, nama saya Ibu Ayu," ucap wanita itu dengan suaranya yang sangat lebut sembari mengulurkan tangannya kepadaku.

Aku lalu balas menjabat tangan wanita yang bernama Ibu Ayu itu dan memperkenalkan diri, "Nama saya Raisa, bu."

"Jadi, begini loh cucuku Raisa," kata nenek . "Ibu Ayu ini sebenarnya adalah bibi kamu. Nenek dan ayah dari Ibu Ayu adalah saudara kandung. Jadi, Ibumu dan Ibu Ayu adalah saudara sepupu. Kamu kan baru saja datang di sini, jadi nenek berpikir bahwa sangatlah penting bagimu untuk mengenal silsilah keluarga Ibumu juga. Bukan keluarga Ayahmu saja yang kamu kenal."

"Iya, memang benar apa yang dikatakan nenekmu, Ra. Jadi, panggil saja saya dengan sebutan Tante Ayu, biar lebih akrab," kata wanita berambut sebahu itu. "Ngomong-ngomong ini kali pertama kamu datang di kampung halaman Ibumu?"

"Tidak, Tante," jawabku sedikit malu. "Sebenarnya ini merupakan kali kedua aku datang di sini. Kata Ayah pertama kali aku datang di sini yaitu ketika aku baru berumur satu tahun."

"Wah, rentang waktunya lama sekali," jawab Tante Ayu dengan ekspresi kaget. "Berarti cuma sedikit orang saja di kampung ini yang kamu kenal dong?"

"Iya Tante," jawabku. "Lebih tepatnya hanya orang-orang di dalam rumah dan baru Tante saja yang aku kenal."

"Kamu jarang keluar rumah yah?"

"Iya Tante, sejak pertama kali datang di sini, saya sama sekali belum keluar dari dalam rumah. Soalnya tidak ada yang mengajak saya untuk jalan-jalan. Kalau ada saya pasti tak mau menolak."

"Kalau Tante ajak kamu jalan-jalan sekarang mau nggak?" kata Tante Ayu memberi tawaran.

Aku hanya mengangguk, tanda setuju.

Nenek yang sedari tadi hanya terdiam sontak angkat bicara, "Sekarang kamu tidak usah ganti pakaian lagi. Sana pergi dengan Tantemu! Nenek izinkan."

Aku hanya bisa menuruti perkataan Nenek. Tante Ayu bangkit dari tempat duduknya dan langsung keluar. Aku mengikutinya dari belakang dan kami pun meninggalkan rumah.

Selama berkeliling Tante Ayu selalu memperkenalkan satu per satu rumah yang kami jumpai. Dengan sangat antusias aku mendengarkan beliau. Kami pun sempat berjumpa dengan beberapa orang yang lewat. Hingga kami berjalan melewati sebuah rumah yang sangat besar. Rumah dengan tiga lantai itu menjulang tinggi, dilindungi dengan pagar yang tinggi juga. Aku merasa sedikit aneh. Karena sejak tadi berkeliling bersama Tante Ayu, tak sekali pun aku melihat rumah yang sebagus dan semegah rumah yang berdiri dihadapanku ini. Untuk menghilangkan rasa penasaranku, akhirnya kuputuskan untuk langsung bertanya kepada Tante Ayu.

"Tante, siapa saja dan berapa banyakkah orang yang menghuni rumah sebagus dan sebesar ini?"

"Menurut kamu berapa orang?" tanya balik Tante Ayu padaku.

"Karena melihat daya tampung dari rumah sebesar ini, menurutku ada lebih dari sepuluh orang yang tinggal di dalam," jawabku dengan pasti.

"Salah," jawab Tante Ayu sambil tertawa kecil. "Rumah ini dihuni oleh tak lebih dari dua orang. Dua orang itu adalah seorang pemuda bernama Anggara Purnawarman dan seorang pembantu yang mengurusi rumah itu."

"Kok hanya mereka berdua yang tinggal di rumah ini," tanyaku semakin penasaran? "Lalu dimana kedua orangtua si pemuda itu?"

"Sebenarnya rumah ini dulu dihuni oleh lima orang, yakni Pak Anton, Bu Laksmi, Citra, Anggara dan Bu Surti si pembantu. Namun, akibat tragedi kecelakaan lima tahun yang lalu, Anggara harus kehilangan kedua orangtua dan saudara perempuan yang sangat disayanginya."

"Sungguh malang nasibnya," kataku dengan nada sedih.

"Mau dibuat bagaimana lagi? Nasib masing-masing orang telah diatur oleh Yang Kuasa. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya."

Tante Ayu mulai berjalan lagi. Aku pun mengikutinya. Pikiranku masih terusik dengan nasib pemuda bernama Anggara itu. Aku berharap bisa bertemu dengannya suatu hari nanti.

Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya sampailah kami di rumahnya Tante Ayu. Beliau membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk. Rumah Tante Ayu tak begitu besar. Dinding-dindingnya dicat berwarna biru. Suasana di dalam rumah semakin sejuk dipandang karena di hampir setiap sudut rumah terdapat tumbuhan dan bunga yang tuumbuh subur.

Aku duduk di sebuah kursi yang terletak persis di depan sebuah rak buku. Rak buku itu tak begitu tinggi. Buku-buku tersusun rapi di setiap raknya. Aku mengambil sebuah buku lalu membacanya.

Sementara serius membaca, tiba-tiba Tante Ayu berjalan menghampiriku dengan sebuah baki di atas pangkuan kedua tangannya. Dua cangkir teh hangat dan sepiring donat bertabur meses warna-warni dianggakatnya dari dalam baku lalu dengan perlahan-lahan diletakkannya di atas sebuah meja kayu yang berada tepat dihadapanku. Beliau lalu duduk disampingku.

"Diminum dulu tehnya, Raisa," pinta Tante Ayu.

"Iya Tante,"jawabku. Aku lalu mengambil salah satu dari dua cangkir teh itu dan langsung menyeduhnya. Sepotong donat dengan cepat masuk ke dalam mulutku. Tante Ayu pun ikut minum teh dan makan bersama denganku.

"Ngomong-ngomong, kamu belum ada niatan untuk mencari pekerjaan?" tanya Tante Ayu yang baru saja menghabiskan donat keduanya.

"Untuk masalah pekerjaan sebenarnya aku ingin sekali untuk segera mendapatkannya. Tapi, setelah dipikir-pikir, aku memutuskan untuk menunggu saja hingga aku, Ayah dan Ibu balik ke Jawa barulah aku mulai mencari pekerjaan di sana," ujarku.

"Loh kok kenapa harus menunggu dulu sampai kembali ke Jawa baru mulai mencari pekerjaan," tanya Tante Ayu. "Di sini masih banyak kantor-kantor, sekolah-sekolah bahkan instansi-instansi yang membutuhkan tenaga kerja. Apalagi jika dilihat dari latar belakang pendidikanmu yang tinggi dan bagus, kamu pasti bisa langsung diterima di suatu tempat kerja dengan sangat mudah."

"Benar juga saran Tante," kataku mengiyakan perkataan Tante Ayu. "Tapi, bagaimana caranya?"

"Kamu tenang saja. Semuanya serahkan kepada Tante," kata Tante Ayu meyakinkanku. "Tante punya seorang sahabat yang adalah Kepala Sekolah di salah satu SMA yang ada di kota. Kalau kamu mau, Tante akan menghubunginya dan memintanya agar memberikan pekerjaan sebagai guru honorer kepadamu. Mau kan?"

"Mau sekali Tan!"jawabku antusias. Akhirnya cita-citaku mejadi guru dari dulu kini dapat terwujud.

"Baguslah kalau begitu," kata Tante Ayu. "Nanti kalau sudah balasan balik dari Kepala Sekolah, Tante akan segera kasih tahu ke kamu."

"Terima kasih banyak Tante," ucapku sembari tersenyum bahagia. "Kalau begitu aku pamit pulang dulu."

"Oke. Kamu masih ingat jalan pulang kan?"

"Masih kok Tante," jawabku singkat.

Tante Ayu mengantarku sampai di halaman teras depan rumah. Aku lalu berjalan pelan menuju ke rumahku. Hatiku masih terus dipenuhi rasa senang dan bahagia. Sebentar lagi aku sudah bisa mengajar di depan anak-anak muridku sendiri. Menjadi guru adalah impianku sejak kecil. Dan aku sangat bersyukur bisa menjadi seorang pendidik walau hanya sebatas guru honorer. Tak lama kemudian,tibalah aku kembali di rumah.

Baru saja aku sampai di pintu depan, terdengar suara Ibu memanggilku dari dapur. "Raisa! Cepat datang ke dapur sekarang!"

Aroma masakan Ibu yang begitu sedap dapat kucium dengan sangat jelas. Meskipun aku baru saja menghabiskan secangkir teh dan dua buah donat, namun aroma masakan Ibu selalu saja membuatku tergiur untuk makan lagi. Aku cepat-cepat menuju ke dapur.

Di dapur semua orang sudah duduk di kursinya masing-masing. Aku menarik sebuah kursi di samping Ayah dan duduk di situ. Sebelum makan kami semua menutup mata lalu berdoa. Doa dipimpin oleh Ayah. Setelah selesai berdoa, kami pun mulai makan.

Di atas meja makan yang tak begitu besar itu terhidang nasi, sayur kangkung, ikan goreng, sambal, satu cerek air putih, dan empat buah pisang masak. Semua piring telah terisi oleh makanan dengan porsi makannya masing-masing. Nenek lalu membuka obrolan.

"Bagaimana kegiatan jalan-jalannya dengan Tante Ayu? Menyenangkan?"

"Iya Nek," jawabku. "Tapi, ada satu hal yang membuatku sangat gembira."

"Apa hal yang membuatmu gembira itu? Coba ceritakan pada kami semua," tanya Ibu penasaran.

"Jadi, tadi waktu di rumah Tante Ayu, aku ditanya soal niatan mencari pekerjaan. Aku mengatakan bahwa nanti setelah kembali ke Jawa baru aku mulai mencari pekerjaan. Tante Ayu lalu menyarankan aku untuk mencari pekerjaan di sini saja dulu. Aku pun bertanya bagaimana caranya. Kebetulan teman Tante Ayu adalah seorang Kepala Sekolah di salah satu SMA di kota. Beliau akan mengusahakan aku untuk bisa bekerja di sana sebagai guru honorer. Kata beliau nanti setelah ada kabar lanjutan dari temannya itu, beliau akan segera menghubungiku," ceritaku panjang lebar.

"Wah, syukurlah kalau begitu," kata Ayah sembari tersenyum lebar ke arahku. "Putri Ayah yang cantik ini sebentar lagi sudah punya pekerjaan sendiri. Kalau nanti kamu sudah resmi bekerja di kota, Ayah akan siap untuk mengantarmu setiap pagi."

"Terima kasih banyak Yah, buat dukungannya. Raisa bangga dan bahagia punya Ayah. Bagaimana Nenek, Ibu? Kalian setuju kalau aku menjadi guru, yah, walau hanya guru honorer?"

"Kami sangat setuju dan senang sekali dengan pilihanmu," jawab Ibu dan Nenek berbarengan.

"Sudah, sudah. Sampai di sini dulu perbincangannya," kata Nenek menyudahi obrolan kami. "Setelah makan baru dilanjutkan lagi. Sekarang habiskan dulu makannya."

Kami semua lalu melanjutkan makan. Tak berapa lama, semua orang sudah selesai makan. Aku lalu membantu Nenek dan Ibu membereskan sisa-sisa makanan dan piring-piring kotor. Setelah semuanya beres, aku langsung melangkahkan kaki menuju tempat tidur. Mataku sudah terasa berat. Jam menunjukkan pukul dua siang. Waktunya untuk beristirahat. Aku naik ke atas tempat tidur. Kurebahkan kepalaku di atas bantal dan langsung menutup kedua mataku. Tak menunggu lama, sembari ditiup oleh angin sepoi-sepoi yng masuk lewat jendelan kamarku, aku langsung masuk ke dalam alam bawah sadar. Terbuai dalam relung-relung mimpi.

.

..

...

....

.....

...

....

.....

......

.....

....

...

.....

....

...

..

.

Terima kasih banyak guys, karena masih tetap setia membaca novel "KEMBALILAH". Maafkan penulis, karena sudah sangat lama hiatus. Bukannya tidak mau update. Masalahnya penulis sedang dalam masa-masa Ujian (USBN & UNBK), dan harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian-ujian tersebut. Saya sebagai penulis tiba-tiba merasa kangen menulis lanjutan kisah perjalanan hidup Raisa. Makanya, baru sekarang update-nya. Sekali lagi penulis mohon maaf.

Sebagai permohonan maaf kepada kalian semua pembaca, saya akan mengatur schedule (jadwal) terbitin chapter baru. Mulai sekarang novel "KEMBALILAH" bakalan update/terbitkan chapter baru setiap hari Minggu. Kalau mood saya sedang bagus, bisa terbit lebih awal, misalnya hari Jumat sudah update lagi. Jadi, ditunggu saja yah .

Sampai jumpa Minggu depan di chapter yang baru... See you soon!!!

Jangan lupa komen dan vote juga yah....

"I LOVE YOU ALL MY BELOVED READERS"