Di tengah pertempuran opini yang semakian gencar, roda perkembangan konsep semakin mewabah. Banyak di antara bangsa Indonesia ikut dalam kumpulan. Kolektifitas mengaburkan identitas individu (in-dividere, tak terbagikan, unik satu-satunya).
Konsep sosial dalam tatanan kebersamaan direduksi dalam ranah privat, demikian sebaliknya gagasan, begrip dalam ranah privat dikonstruksi menjadi sebuah bangunan ide yang masif. Subjektifitas mengatasi persoalan objektifitas. Kebernilaian individu pun dinilai secara sempit dalam praksis ekonomi.
Persoalan kebersamaan, kemanusiaan di Indonesia menjadi sebuah batu kilangan yang memberatkan. Titik temu di antara berbagai konsep tandus dan kerdil dihadapan keegoisan. Menghadapi persoalan dekadensi cita rasa keindonesiaa, dengan apa seharusnya bangsa Indonesia dikembalikan pada marwah para founding fathers? Apa yang menjadi weltanschauung atau philosophische grondslag Indonesia?
Pancasila Sebagai Filsafat Kompromi
Cara berpikir keindonesiaan yang sarat untuk diperiksa bersifat kompromistik. Dalam dunia politik kompromi mengambil peran dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian kompromi disebut juga sebagai sekolah demokrasi lanjutan. Pancasila pun dipahami sebagai sebuah filsafat kompromi.
Ambiguitas gagasan yang dimuat dalam sifat kompromistik Pancasila menjadi buah bibir yang akan dipertanyakan kebanyak orang. Pertanyaan-pertanyaan itu, menurut Rahmat Subagya, merupakan akibat dari sifat kompromistik Pancasila.
Semua mengakui bahwa Pancasila merupakan jiwa bangsa, sebagai identitas bangsa Indonesia. Jiwa Bangsa Indonesia yaitu pancasila, bila disaripatikan, tak lain adalah gotong royong (ekasila).
Cara merumuskan pancasila yang kompromistik menyatukan keberagaman pandangan, mengakomodasi sensibilitas barat (pemisahan anatar gereja dan negara) dan sensibilitas timur (yang religius). Hal ini menunjukan cara berpikir bangsa Indonesia sehingga sifat kompromi dengan sendirinya menjadi ciri filsafat Indonesia.
Penemuan pancasila identik dengan cara kerja demiurgos. Perumusan pancasila merupakan sebuah proses penggalian dan penemuan (atau lebih tepatnya proses aufgehoben, mengangkat ke atas) nilai-nilai yang sudah ada dalam budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang ada dalam berbagai budaya disatukan, diabstraksikan dalam sebuah konsep yang universal dan diterima seluruh bangsa Indonesia. Menurut Rahmat Subagya, kalau membaca benar-benar pidato-pidato Soekarno, Pancasila ini bukan hanya berasal dari jiwa Soekarno sebagai perumusnya.
Pancasila Dalam Rumusan dan Makna
Penemuan lima mutiara yang mempersatukan segenap bangsa Indonesia merupakan sintesis dari beberapa prakondisi yang dialami Soekarno. Lebih dari itu Pancasila juga sudah ditemukan pada masa kerajaan (Majapahit) dan menjadi bagian dalam tatabahasa kaum cendikiawan kaum Brahmana di India (bahasa Sanskerta).
Menurut Prof. Moh Yamin, pancasila memiliki dua arti. Pertama, panca berarti lima; syila (dengan satu i) berarti batu sendi, alas atau dasar; sedangkan Syiila (dengan duua i) berarti peraturan yang penting, baik dan senonoh. Dengan demikian pancasyiila berarti batu sendi yang lima, berupa lima aturan yang penting, baik dan senonoh.
Pancasila selanjutnya masuk dalam khasanah susatra Jawa kuno pada jaman Majapahit di bawah kekuasaan Hayam Wuruk dan Patih Gaja Mada dan ditemukan dalam buku keropak Negara Kertagama berupa syair pujian karya pujangga istana Mpu Prapanca yang diselesaikan pada tahun 1365, pada sarga 53 bait 2 tertulis sebagai berikut:
Yatnanggegwani pancasyila kertasangska rabhi sakakakrama yang berarti raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (pancasila) itu; begitu pula upacara-upacara adat dan penobatan-penobatan.
Selain terdapat dalam buku Negara Kertagama, pada jaman Majapahit istilah pancasila juga terdapat dalam buku Sutasoma karya Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah pancasila di samping berarti batu sendi yang lima (bahasa Sanskerta) yang mempunyai ati pelaksanaan kesusilaan yang lima atau "pancasila karma". Kelimanya, yaitu 1) tidak boleh melakukan kekerasan; 2) tidak boleh mencuri; 3) tidak boleh berjiwa dengki; 4) tidak boleh berbohong; 5) tidak boleh mabuk minuman keras.
Setelah kerutuhan Majapahit dan masuknya Islam, sisa pengaruh moral budhisme masih dikenal dalam masyarakat jawa kuno sebagai lima larangan (pantangan, wewaler, pamali). Kelima larangan itu sering dikenal dengan sebutan Ma Lima yaitu 1) Mateni (membunuh); 2) maleng (mencuri); 3) Madon (berzina); 4) Madat (menghisap candu); 5) Maen (berjudi). Kekayaan budaya, adat-istiadat dalam bangsa Indonesia menjadi dasar yang kemudia digali Soekarno.
Kekayaan bangsa-bangsa di Nusantara diakumulasi Soekarno dalam rupa lima mutiara (pancasila) seperti sebagamana dikenal sekarang. Akan tetapi proses perumusan Pancasila bukan merupakan rekonstruksi kekayaan yang orisinal berasal dari Soekarno. Soekarno menyarikan berbagai kekayaan yang ada pada bangsa bangsa di nusantara.
Penggalian Soekarno
Proses perjumpaan dengan orang-orang kecil (marhaenisme) di pembuangan, orang orang termarjinalkan (bahasa penulis) dan berbagai nelayaan di nusantara mengantarkan Soekarno pada perumusan pancasila (penulis dengan sengaja menghindari untuk memberikan sebuah pemahaman tegas mengenai lima mutiara karena sifat pancasila sebagaimana dicetuskan Sukarno dapat pula dipahami dalam tiga sila (trisila) dan satu sila (ekasila).
Proses perumusan Pancasila sebagai cita-cita bersama dilakukan dalam kurun waktu yang sangat panjang. Proses prumusan dilakukan, setidaknya dimulai sejak awal 1990-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan tindakan seiring dengan proses penemuan Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (Civic Nationalism). Perumusan konsep pancasila dimulai pada masa persidangan pertama Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada sidang tersebut, menanggapi permintaan ketua BPUPKI (Radjiman), Soekarno memberikan lima poin yang menjadi wawasan kebangsaan, cita-cita. Idea tersebut yakni kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan
Kebangsaan
Gagasan kebangsaan yang "ditelorkan" Soekarno merupakan sebuah nationale staat yang luas. Hal ini merupaka hasil pergumulannya dengan gagasan Ernest Renan. Renan mengatakan bahwa syarat menjadi sebuah negara adalah kehendak akan bersatu. Selain itu juga melalui perkenalannya dengan pemikiran Otto Bauer (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).
Pemahaman Staat dirasa Sukarno tidak mencukupi. Hal tersebut mendasari pemikirannya menambahkan pentingnya kesatuan geopolitik, satu tanah air. Meski demikian Soekarno menyadari akan adanya bahaya kebangsaan, misalnya chauvinisme yang kemudian memunculkan slogan Indonesia uber alles. Paham kebangsaan dimaksud juga bukan merupakan sebuah kosmopolitanisme yang menolak adanya bangsa-bangsa.
Paham kebangsaan yang dianut Soekarno merupakan sebuah nasionalisme politis, bukan nasionalisme kultural atau nasionalisme etnik yang juga sering disebut etnonasionalisme. Dalam nasionalisme politik terkandung prinsip kesamaan (equality).
Prinsip kesamaan melampaui sekat-sekat pemisah (perbedaan suku, agama, ras, bahasa, budaya) semua orang memiliki kesamaan hak untuk berpatisipasi dalam mewujudkan haknya sebagai warga Negara-kebangsaan. Meski konsep kebangsaan merupakan konsep politik, faktor historis dan budaya juga merupakan point penting dalam pembentukan "bangsa" Indonesia. Sebuah bangsa pada umumnya memiliki lima dimensi; 1) psikologis, kesadaran diri untuk membentuk diri sebagai satu komunitas; 2) budaya, khususnya bahasa; 3) teritorial, adanya wilayah; 4) politis, Negara dan pemerintahan; 5) sejarah, riwayat perkembangan di masa lalu.
Internasionalisme (prikemanusiaan)
Soekarno mengutip gagasan Gandhi, Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah prikemanusiaan. Soekarno mengaitkan sila kebangsaaan dengan persaudaraan universal, persaudaraan dunia. Gagasan internasionalisme, prikemanusiaan menjadi poin dalam pola relasi antarmasyarakat Indonesia, sebuah relasi (ikatan) yang didasari semangat kebangsaan. Kriteria hubungan tersebut adalah keadilan dan persamaan.
Persamaan mengandung arti bahwa manusia bernilai pada dirinya. Hal ini merupakan sebuah poin penting dalam melihat sesama. Sesama tidak dilihat dalam pola relasi hobesian. Sesama dilihat sebagai subjek yang sederajad, dapat berpikir dan otonom. Hal lain yang dikandung dalam semangat prikemanusiaan ialah keadaban. Keadaban yang dimaksud merujuk pada pola laku yang sesuai tatanan, berprilaku luhur, berlandaskan norma-norma moral.
Mufakat
Indonesia merupakan sebuah negara yang didirikan "semua untuk semua", "satu buat semua". Prinsip ketiga ini merupakan prinsip demokrasi. Dalam hal ini kedaulatan ada di tangan rakyat.
Demokrasi mengandung tiga konsekuensi, pemisahan antara rakyat dan negara (demi menghindari totalitarianisme). Masyarakat dibedakan dalam dua kategori, yaitu masyarakat politik yaitu negara dan masyarakat sipil yaitu rakyat.
Dalam sistem demokrasi, konsep kewenangan berkorelasi dengan konsep kebebasan. Demokrasi tidak menghapus kekuasaan, tetapi mengubah kekuasaan menjadi wewenang. Demokrasi terkait erat dengan tiga nilai yang kerap disebut nilai-nilai demokratis. Pertama, Pertisipasi. Dalam hal ini rakyat harus memerintah dirinya sendiri. Partisipasi politik diperlukan bagi perwujudan kebebasan. Kedua, kontrol oleh rakyat atau akuntabilitas. Sistem politik demokrasi harus memiliki sarana (misalnya pemilihan umum, penggantian pejabat pemerintahan) untuk menjamin agar keputusan pemerintah sesuai dengan apa yang dikehendaki rakyat.
Kesejahteraan Sosial
Soekarno merasa tidak cukup dengan demokrasi politik. Ia merasa pentingnya demokrasi sosial dan ekonomi. Poin ini merupakan sebuah syarat mutlak demi bagi terwujudnya kehidupan yang adil dan makmur. Sila ini mengandung pengertian bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat merupakan tempat indvidu berkembang. Sementara itu, pribadi merupakan bagian integral sebuah masyarakat. Dalam hal ini praktik ekonomi tidak bersifat kolektif sebagaimana dalam komunisme dan bukan juga sebagai sebuah kehidupan yang mengedepankan kepentingan individu (liberal). Hak milik pirbadi diperbolehkan, tetapi memiliki fungsi sosial, sedangkan kekayaan bersama(bumi, air, dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya) dipergunakan untuk kesejahteraan bersama.
Ketuhanan
Poin ini mengandung sebuah pengakuan atas kebebasan beragama. Orang-orang Indonesia hendahnya beruhan tugannya sendiri. Melalui sila ini, Soekarno bermaksud menggalang persatuan semua pemeluk agama untuk membangun Indonesia merdeka. Selain itu juga merupakan kompromi atas pihak yang mengendaki Islam sebagai dasar negara dan mereka yang mengehendaki dasar negara adalah kebangsaan dan tidak ada satu agama pun yang mendapatkan previlegi, Negara mengakui eksistensi agama-agama di Indonesia.
Konsep ketuhanan pun merupakan buah dari pertemuan dalam pengasingannya di Ende bersama kaum rohaniwan katolik (meski sebelumnya juga telah berkenalan dengan pastor Van Lith, SJ. Di Ende, perjumpaan dengan orang miskin dala misonaris katolik, Soekarno menimba banyak Ilmu. Soekarno juga memembaca Kitab Suci Perjanjian lama dan Perjanjian Baru. Ketertarikannya terutama pada Kotbah di Bukit.
Kelima poin dalam pancasila ini diusulkan Soekarno dalam sidAng BPUPKI. Meski demikian usulan Soekarno tidak berhenti disitu. Soekarno pun menawarkan tiga sila yang merupakan sintesa dari lima sila yang dipaparkan sebelumnya yaitu kebangsaan dan internasionalisme dan nasionalisme sosial atau gotong royong. Ketiga sila dapat dikerucutkan lagi dalam satu sila, gotong-royong.
Rumusan pancasila yang diberikan Soekarno pada 1 Juni 1945, kemudian, digodok panitia delapan yang dibentuk Radjiman dan kemudian disempurnakan oleh panitia Sembilan. Panitia Sembilan menyempurnakan rumusan pancasila Soekarno ke dalam rumuasn versi Piagam Jakarta (22 Juni 1945). Fase pengesahan dilakukan pada tangga 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menghasilkan rumusan final pancasila yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.
Perubahan dalam Piagam Jakarta, dalam memoar M. Hatta mengatakan bahwa perumusan Undang Undang Dasar pada 22 Juni 1945 tidak mendapat penolakan kaum kristiani yang diwakili Mr. Maramis. (….) Mr. maramis Cuma memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang 90 persen jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia pun tidak merasa hal itu sebagai suatu dikriminasi.
Pancasila merupakan karya bersama melalui kosensus bersama. Pancasila menjadi titik temu yang menyatuan keindonesiaan, dengan demikian jelas bahwa penetapan rumusan Pancasila merupakan hasil final yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga Indonesia dalam mengembangkan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Menutup tulisan ini, sebuah tanya yang seharusnya dijawab adalah kapan Indonesia berhasil menyukseskan pelaksanaan pancasila? Pancasila sebagai sebuah cara bepikir yang selalu diperhadapkan dengan berbagai maksim tindakan yang mendiskreditkan perbedaan. Khasanah berpikir keindonesiaan sekiranya merupakan sebuah cara baru memandang pancasila dan pengamalannya sebagai sebuah "kemenjadian".
Mari memahat keindonesiaan dalam sanubari. Selamat merayakan hari raya Natal dan Tahun baru