Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.
Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….
***********
Lova tak kaget lagi saat melihat Chakra tersenyum manis di depan rumahnya. Pria itu mengatakan akan memberi tumpangan untuknya ke sekolah, begitu juga dengan pulang sekolah. Padahal ia masih bisa naik angkutan umum, entah itu bis atau pun angkot. Tapi Chakra bersikeras ingin mengantar dan menjeputnya, toh tujuan mereka searah.
"Ma, aku pamit dulu," ucap Lova pamit kepada ibunya.
"Iya, hati-hati," sahut Rana tersenyum ramah kepada mereka.
"Berangkat dulu, Tan," oceh Chakra mencium punggung tangan Rana.
Mobil Chakra bergerak menjauhi rumah Lova. Tidak ada obrolan yang berarti kecuali omelan Lova tentang mobil Chakra yang berantakan. Pria itu berjanji akan membersihkannya nanti dan tidak akan mengulanginya. Beberapa menit berlalu dan mereka sampai di sekolah Lova. Chakra hendak keluar dari mobil saat Lova menegurnya.
"Lo kenapa ikut turun?" tanya Lova heran.
"Mau nganter lo sampai kelas dong," celoteh Chakra tersenyum lebar.
"Nggak usah! Lo berangkat sekolah sono!" oceh Lova mengusir.
"Tapi, 'kan..."
"Berangkat sekolah, Chak." Lova menggeram kesal.
Chakra mempoudkan bibirnya. "Iya, iya," ucapnya menurut.
Lova keluar dari mobil Chakra dan langsung berjalan masuk melewati gerbang tanpa menoleh lagi ke belakang. Mobil milik Chakra kembali melaju setelah Lova masuk halaman depan sekolah.
"My Lov!" teriak Haru menyambut kedatangan Lova.
Lova menatap heran ke arah pria yang tersenyum lebar di depannya. Kemudian ia alihkan tatapannya ke samping. Tepatnya pada pria yang tersenyum tipis padanya.
Semesta!
Senyumannya mengalihkan duniaku!
"Hai, Ru! Hai, Ka," sapa Lova tersenyum lebar pada dua pria itu.
"Cie, yang di antar tetangga. Udah baikan nih, Lov," oceh Haru tersenyum mengejek.
"Mencoba berteman, lebih tepatnya," sahut Lova bercanda.
"Wah, selamat bergabung di pertemanan kami, Va," komentar Naka.
"Ngomong-ngomong, kalian berdua aja nih. Baja mana? Biasanya kemana-mana bertiga," tanya Lova saat tak mendapati anggota most wanted hilang satu.
"Biasa. Apel pagi ke calon ibu negara," sahut Haru.
"Pantang menyerah juga ya, si Baja," celoteh Lova.
"Bukan Baja, kalau nggak tahan banting, Va," sambung Naka.
"Hahaha, bener juga." Lova terkekeh mendengar guyonan Naka barusan. "Ya udah, gue ke kelas dulu ya," pamitnya berlalu pergi.
Gadis itu berbelok di tikungan lorong menuju kelasnya. Sampai di sana, ia sudah tak melihat keberadaan Baja. Mungkin saja sahabatnya sudah mengusirnya pergi. Hanya ada Winta dan Sana yang duduk manis di kursi mereka.
"Kok, gue nggak lihat Baja, sih? Tadi kata Haru, dia apel ke sini," celoteh Lova sembari duduk di kursinya.
"Udah gue usir, Va. Ganggu pemandangan," oceh Winta tersenyum kecil.
"Nanti sepulang sekolah kita jalan yuk!" ajak Sana mengalihkan topik.
"Ayuk! Bosen gue," ucap Winta menyetujui ajakan Sana. "Lo gimana, Va? Ikut ya?" tanyanya kemudian menoleh ke samping.
"Ehm, iya deh gue ikut," jawab Lova kemudian.
"Oke. Langsung aja ya, naik mobil gue," ujar Winta semangat.
"Siap!"
*****
Cewek!
Jalan-jalan merupakan hobi dari maklum berjenis kelamin perempuan. Entah itu hanya sekedar cuci mata atau menghabiskan uang jajan dengan paperbag di tangan. Sepulang sekolah, Lova dan dua sahabatnya memang jalan-jalan ke sebuah Mall di dekat sekolah mereka. Berkeliling Mall, keluar masuk toko, membeli cemilan dan juga cuci mata. Bagi kaum jomblo seperti mereka, pemandangan cowok tampan tentu tidak akan mereka lewatkan begitu saja.
"Lo sama Chakra gimana, Va?" tanya Winta tiba-tiba membahas Chakra.
"Gimana apanya?" tanya balik Lova.
"Ya hubungan kalian," sahut Winta. "Udah beberapa minggu ini dia berusaha deketin lo, 'kan?" imbuhnya menjelaskan.
Lova menghela nafasnya pelan. "Gue mencoba berteman dengan dia, Win," jawabnya kemudian.
"Berteman? Temen tapi deket atau temen tapi demen?" ejek Winta tertawa.
"Ih, apaan sih? Beneran temenan kok," sungut Lova. "Gue 'kan suka sama cowok lain," ocehnya keceplosan.
"Hah?" Winta terlihat kaget.
Begitu juga dengan Sana yang langsung menanyakan siapa cowok yang saat ini tengah ditaksir oleh Lova. "Siapa sih? Anak kelas kita? Atau salah satu murid di Roma? Deandles? Veteran? Petra?" tanyanya menggebu nggebu.
"Ih, kepo banget sih." Lova tertawa kecil melihat betapa antusiasnya kedua sahabatnya.
"Ih, lo kok main rahasia-rahasiaan gitu sih sama kita-kita," oceh Winta.
"Tau ih," imbuh Sana.
"Nanti gue cerita, kalau peluang gue pacaran sama dia udah 90%," sahut Lova.
"Emang sekarang udah berapa persen?" tanya Sana.
Lova tersenyum lebar memamerkan gigi kelincinya. "0.... koma nol-nol 1%."
"Ah, Lova!" teriak Winta dan Sana nyaris bersamaan.
"Hahahahhaha, nanti gue cerita. Gue janji," ujar Lova pada akhirnya.
"Ih." Winta dan Sana tersenyum kecut.
"Kita makan di sini aja yuk!" ajak Lova saat mereka melintasi cafe ramen.
"Boleh deh, gue lagi pengen makan ramen," celoteh Sana.
"Ayuk deh." Winta juga setuju dengan usul Lova.
Mereka memasuki kedai ramen yang cukup ramai. Lova menatap ke sekeliling cafe dengan ornamen khas Jepang. Warna merah dan hitam mendominasi cafe ini. Retina matanya menangkap 4 sosok yang tengah menikmati makanan di ujung ruangan. Lova mengenali siapa mereka.
"Itu bukannya anak-anak mostwanted ya?" Suara Winta di sampingnya membuyarkan lamunan Lova.
"I-iya." Lova mengangguk membenarkan.
Di ujung sana, Naka melihat ke arah 3 perempuan yang baru saja memasuki cafe. Retina matanya menangkap salah satu dari perempuan itu lamat-lamat. Tatapannya sendu seperti memiliki berjuta arti.
"Kebetulan sekali mereka ada di sini," gumam Winta masih memandang mereka.
"Kita cari makan di tempat lain aja yuk!" ajak Sana menarik lengan Lova dan Winta.
"Lho, kenapa? Katanya tadi lo pengen makan ramen," tanya Winta bingung.
"Udah deh, kita cari makanan lain aja. Gue udah nggak pengen makan ramen lagi," seru Sana mengajak mereka keluar cafe.
Naka hanya diam saja melihat kepergian mereka bertiga. Bahkan saat anak-anak mostwanted menanyakan apa yang ia lihat, pria itu hanya menggeleng pelan.
"Apa dengan menghindar, masalah kita akan selesai?" ucap Naka dalam hati. "Enggak. Menghindar nggak akan menyelesaikan apapun. Lo harus tau itu."
*****
Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa..
Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya.
1. Not a CLassic Wedding
2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]]
3. Black Tears
4. Selingkuhan
5. Merakit Perasaan
6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, Bitch!
Dukung terus anak anak saya yaa....
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk
PYE! PYE!
Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....