Tubuhku semakin kurus, beratku semakin menurun, penyakitku makin membuatku semakin lemah.
Apakah aku mengidap depresi ? Apakah aku gila ? Apakah aku menderita penyakit psikologis atau menderita penyakit fisiologis.
Aku tidak tahu, bahkan semua dokter yang aku temui berkata sama "hanya kelelahan" atau " banyak fikiran".
Apakah hidup memang serumit ini ??
"Habiskan sarapanmu alin, kamu butuh banyak tenaga".
Bela menunjuk semangkuk sup ku yg masih penuh
"Aku tidak selera makan bel, aku kepikiran Andre"
"Andre ??"
Bela menyelidiki
"Maksudku, pria yang berbicara bersamanya kemarin"
Aku menjelaskan
"Oh dokter itu ? Jangan jangan kamu naksir dia lagi".
Bela menggoda ku
Aku tidak terlalu menanggapi celotehannya, yang ada difikiran ku sekarang adalah bagaimana caranya agar aku cepat pulih dari sakit ini.
Hari ini hari libur, tidak ada jadwal kerja. Pukul delapan pagi di kotaku.
Sepertiga orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu liburnya untuk bermalas malas dirumah, kos kosan, apartement.
Ada juga yang sibuk dengan aktivitas lain.
Jalanan kota juga tidak terlalu macet jika di lihat dari balkon apartementku
Aku dan bela makan di balkon apartement ku yang bisa terbilang sedikit luas.
"Biar sambil nyantai" katanya.
"Bel, ada panggilan tuh"
Menunjuk telpon genggam milik bela yang bergetar tanpa berbunyi.
"Eh dari Andre nih"
Tangannya gesit mengangkat panggilan itu
"Halo ndre, kenapa ?"
Berbicara sambil menyuap satu sendok sup kedalam mulutnya
"Aku di depan pintu, sepertinya bell dikamar ini tidak berfungsi"
Terdengar suara andre mengeluh disebrang panggilan
"Eh sejak kapan kamu disana ?,"
Tanya bela bingung
"Udah...cepat saja buka pintunya, aku udah kebelet buang air besar nih.. semakin lama pangkreas ku bisa rusak .."
Belum sempat bela bertanya banyak hal, Andre telah menutup panggilannya.
"Biar aku saja yang buka"
Aku menawarkan diri lalu beranjak dari tempat duduk
"Baiklah, sekalian bawakan air mineral lagi ya lin"
Terdengar teriakan bela di belakang
Apartement ku tidak begitu luas,
Hanya memiliki satu kamar, satu ruang tamu, dan satu dapur, serta satu kamar mandi .
Hanya 8x9 meter persegi dan terletak di lantai delapan belas.
"Maaf mengganggu sarapan kalian kak"
Andre terburu-buru masuk bahkan sebelum aku mempersilahkan
"Iya, yang penting jangan lupa siram yang banyak..."
Teriak ku ke andre yang terbirit-birit ke kamar mandi
Aku beranjak ke balkon belakang kamar ku yang telah disulap bela menjadi tempat makan.
Berjalan anggun tanpa ada rasa atau firasat apapun
"Air mineralnya mana lin ??"
Bela tersenyum sambil terkekeh karena melihaku yang telah kembali dari pintu depan.
Sebenarnya dia terkekeh bukan karena aku harus balik lagi mengambil air mineral,
Tapi karena andre yang sejak tadi memanggilku meminta tolong menghidupkan lampu kamar mandi yang lupa dia hidupkan saat masuk.
Anehnya kenapa aku tidak mendengarkan suara teriakan andre? Padahal aku benar benar melewati pintu kamar mandi itu
"Alin, air mineralnya mana ?"
Persis saat bela mengulang pertanyaan nya saat aku belum menyadari apa yang terjadi,
Bela yang cengar cengir, Andre yang berteriak .
Kepalaku mendadak pusing lagi
Penglihatanku kunang kunang, mulai gelap
Kalimat bela mulai terdengar berulang-ulang
Juga tawanya di tempat duduk, tubuhnya seperti terbagi menjadi dua dan berputar dalam pandangan ku
Suara suaranya bergema
Dan gelap ...
"Alin, air mineralnya mana sayang ?"
Lelaki itu muncul lagi, kali ini aku berada di sebuah tempat pemancingan.
Aku tidak merasa aneh dengan tempat ini, seperti pernah kesini sebelumnya.
Masih dalam kebingungan, lelaki itu mendekatiku. Sangat dekat
Tapi wajahnya selalu buram.
Hanya terlihat lekukan wajah serta kacamatanya.
"Baiklah tuan putri, biar aku yang mengambilnya sendiri"
Dia berkata sambil tersenyum
Aku tahu dia tersenyum, selalu tersenyum kepadaku.
"Tolong jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi"
Tanyaku mendesak
"Apa maksudmu sayang ? Kita sedang memancing"
Dia tersenyum sambil melempar umpan kedalam kolam pemancingan.
"Apakah kau hantu ? Atau aku sedang mati suri ? Atau aku sedang bermimpi ?"
"Kamu baik-baik saja sayang, kita baik-baik saja"
Suaranya lembut menenangkan
"Tolong jelaskan kenapa kamu selalu hadir ?? Apakah penyakit ku itu karena kamu yang selalu hadir ?"
Aku bertanya lirih, air mataku mulai menetes
Kulihat lelaki itu membalikkan badan ke arah ku. Dia tersenyum sambil mengambil menggenggam tanganku
"Sungguh kamu ingin tahu ?"
Tanya nya sambil tersenyum
Aku mengangguk lirih, berharap semuanya ada titik terang.
"Baik, ikut aku!"
Ditariknya tanganku dengan lembut berdiri.
Saat itu, saat semua terasa benar benar menjanjikan sebuah jawaban dia memelukku
Hanya memelukku
"Tutup matamu sayang"
Tanpa banyak tanya aku menuruti
Udara sekitarku terasa dingin.
Detak jantungku menderu kencang
Kepalaku pusing seperti berputar
"Sekarang buka matamu"
Aku membuka mata,
Persis saat aku membuka mata, saat lelaki itu melepas pelukannya
Saat itu aku tahu, aku tidak nyata.
Saat itu, saat melihat jembatan itu
Aku tahu aku tidaklah "ada"
Semua berputar, potongan kejadian kejadian itu..
Mataku perih, seperti ada cahaya yang datang ke arahku
Seperti ada sesuatu masuk kedalam tubuhku membuat sakit
Seketika telingaku berdenging kembali,
Gelap ..
***
"Alin sadar, kamu harus tetap sadar, bertahanlah kita hampir sampai"
Terdengar samar suara Bella di dekatku
Aku terbaring di bangku tengah mobilku, dipangkuan Bella yang sedang menangis
Bunyi klason mobil juga terdengar samar di telingaku.
"Macet sialan, minggir !! Kami darurat !!".
Terdengar pula suara Andre mengupat jalanan yang macet
"Semua sudah disiapkan? Kami sebentar lagi sampai, tolong segera bersiap di depan unit gawat darurat!!"
Suara itu, suara temanku Mira.
Aku hafal walaupun samar.
Dia berada di bangku depan sebelah andre
Aku masih terdiam, tidak bisa bicara.
Badanku terasa sakit, lemas, tapi aku tahu apa yang terjadi
Mobil minibus ku melaju dengan cepat setelah macet,
Andre melaju kecepatan gas dengan penuh perhitungan
Menyalip beberapa kendaraan di depannya
Bella yang masih menangis menggenggam erat tanganku,
Kepalaku persis di pangkuannya
Dua menit..
Saat sebelum beberapa ratus meter lagi akan sampai ke rumah sakit.
Saat Andre akan melintas menyalip satu mobil sedan didepannya, saat itu ada lubang kecil di jalannya.
Tidak terlalu parah, tapi membuat Andre yang sedang melajukan mobil dengan kecepatan tinggi kaget lalu membanting kemudi ke lawan arah,
Ketempat disitu adalah batas pinggiran jalan dengan jurang sedalam tiga puluh meter
Aku tahu, Andre berusaha mati-matian menahan laju kendaraan serta menahan kemudi agar seimbang
Tapi takdir berkata lain
Pembatas jalan yang terbuat dari besi alumunium itu hancur,
Mobil yang kami naiki terjun bebas kedalam jurang itu.
Terguling, hancur, sakit, gelap
Terkutuk,
Lara menghilang satu tulang rusuk
Tubuh hancur tak berbentuk
Hati teriris kian menusuk
Lepas asa dan diam terduduk.