[anya]
Awan putih dengan langit biru yang cerah. Tepat ditengah-tengah beradalah sang matahari yang dilukis indah.
Anya diam tidak bergerak dan memandangi lukisan langit diatasnya—yang dilukis di atap ruangan ini. Mengedarkan pandangannya ke seluruh atap dan menilik lukisan itu lagi, Anya sedikit terkagum. Lukisan langit yang cerah seperti ini sangat cocok ketika siang hari. Dan sekilas Anya berpikir bagaimana dengan waktu malam? Apakah tidak ada langit penuh bintang ataupun sebagainya? Dan Anya memilih melupakan pemikirannya yang barusan.
Setelah yang terjadi kemarin—iya Anya ternyata tidak sadarkan diri selama lebih dari setengah hari. Anya mendengus melihat betapa lemahnya dia saat ini.
Anya kembali memikirkan lagi dan masih dengan rasa bingung yang tinggi kenapa wanita dengan gaun mewah dan sikap anggun kemarin berada disini dan memeluknya.
Oke, Anya tidak menyangkal fakta kalau wanita kemarin mengaku sebagai ibunya karena ya memang begitulah faktanya.
Lathyrus—mamanya yang galak dan cerewet tidak mungkin kan berubah sikapnya 180 derajat seperti kemarin. Anya ingin percaya kalau ia hanya bermimpi tapi mau bagaimana lagi kan? Sekarang ini dirinya masih berada dalam tempat yang sama. Ditambah juga rasa sakit ditubuhnya sangat membebaninya.
"Apa-apaan ini. Mama berada disini, memakai gaun mewah berat kaya begitu lalu aku disini juga kenapa? Jangan bilang aku mati beneran?", dengan suara lirih akhirnya Anya bisa menyuarakan kalimatnya.
Setelah tidak sadarkan diri selama setengah hari lebih tubuhnya sedikit membaik meski tidak sepenuhnya. Dan sepertinya bangunan tempat ia berada sekarang kosong mengingat sampai sekarang tidak ada orang datang ataupun beraktivitas di luar sana.
Anya menunduk dan memandangi dirinya yang sekarang ini mengenakan gaun tidur putih polos yang lumayan tipis sehingga memperlihatkan tubuhnya.
Anya terdiam pada titik ini dan kembali mengingat rasa sentuhan dan pelukan Lathy kemarin. Rasanya hangat. Anya tidak menyangkal hal itu. Sudah lama sekali sejak mamanya itu memeluknya dengan ekspresi cemas seperti itu. Pff, Anya hanya menghela napas pelan mengingat kenangan masa kecilnya.
Sekarang ini yang menjadi masalah penting baginya adalah penjelasan mengenai dirinya sekarang ini juga tempat aneh apakah ini. Kalau mamanya berada disini, jangan-jangan Anya benar-benar sudah mati? Mamanya sudah meninggal, Anya tau itu dan sekarang apakah Anya menyusulnya?
Anya benar-benar frustasi akan keadaannya sekarang.
Ditengah frustasinya, seseorang mengetuk pintu dan meminta ijin untuk masuk. Anya menjawab lirih dan kemudian seorang perempuan muda dengan pakaian sederhana masuk sendirian membawa nampan berisi makanan dan minuman.
Dalam hatinya Anya berdecak. Ternyata hanya pelayan, ia kira adalah wanita kemarin.
Setelah meletakkan nampan dimeja pendek dan memposisikan tepat didepan Anya, perempuan yang sudah bisa dipastikan adalah pelayan itu hendak pergi dan Anya mencegahnya.
"Kamu... tinggalah disini sebentar. Uhmm ?" Anya bergumam meminta pelayan itu untuk memberitahu namanya.
Pelayan itu sontak menunduk dan menjawab dengan sopan, "Nama saya Nila, Tuan Putri"
Anya tertegun mendengar jawaban barusan. Bukan karena nama pelayan itu melainkan salam hormat yang dihaturkan kepadanya.
Wow. Jadi ia adalah seorang putri? Haha, Anya tidak menyangka masih ada orang yang bersikap formal dan kaku seperti ini. Hah tunggu! Putri? Yang benar saja!
"Aku seorang putri?" Anya bertanya dengan nada ragu-ragu yang membuat Nila mengernyit heran.
"Apa maksud Anda, Tuan Putri?"
Anya menggelengkan kepalanya pelan dan memilih pertanyaan lain.
"Wanita kemarin. Apakah dia adalah ibuku?" Anya merasa pertanyaan yang sekarang masih aneh tapi ternyata tidak.
"Menjawab Tuan Putri, memang benar Permaisuri adalah ibunda Anda. Beliau sangat khawatir dengan kondisi Anda kemarin tetapi sekarang ini beliau sudah tidak berada disini lagi", Nila berujar cukup panjang dan Anya mengangguk mengerti lalu sedetik kemudian ia terperanjat.
"Permaisuri? Kau bilang Permaisuri?" Anya bertanya dengan nada cepat dan tidak percaya.
Nila tentu bingung akan pertanyaan dari Anya tetapi hal itu ia tahan karena sikap sopannya.
"Begitulah Tuan Putri. Anda sudah lama tidak berjumpa dengan beliau. Apakah Anda melupakan sesuatu atau apa?" dan akhirnya Nila benar-benar mengutarakan perasaannya. Nila merasa Anya yang sekarang ini sedikit linglung. Tetapi mengingat keadaan Nila pun paham.
Anya diam sejenak sebelum pura-pura memegang kepalanya dan mengatakan ia pusing. Padahal memang pusing beneran.
"Kurasa kepalaku masih sakit. Aku juga menjadi lupa akan apa yang telah terjadi kepadaku dan bahkan hal-hal sebelum ini" Anya memutar otak mencari alasan yang logis.
Nila yang mendengarnya terhenyak dan langsung cemas,"Apakah hanya kepala Anda yang pusing Tuan Putri? Yang lain bagaimana?" dengan tidak sopannya Nila melihati Anya dari atas ke bawah dan dihadiahi tatapan tajam dari Anya.
"Maafkan hamba Tuan Putri. Hamba tidak bermaksud bersikap tidak sopan terhadap Anda. Hamba hanya cemas mengetahui kalau Anda masih sak-" Nila berulang kali membungkuk dan bahkan akan bersujud tetapi Anya mengangkat satu tangannya ke atas untuk menghentikan perbuatan membosankan ini. Oh ayolah, Anya terlalu malas dengan sesuatu seperti ini.
"Cukup. Kau membuatku sakit kepala," Anya menjeda sedikit lalu berdehem dan melanjutkan,"Jelaskan kepadaku sesuatu yang telah terjadi ini. Secara rinci namun singkat saja" kata Anya memberi titah.
[anya]
"Haha. Hahaha"
Tawa Anya yang awalnya hanya berupa kikikan pelan perlahan keras dan menggema di seluruh ruang kamarnya. Setelah selesai tertawa Anya meletakkan tangan kanan dan memegang pelipisnya sambil memijat pelan-pelan karena masih sedikit sakit.
Mengingat kembali penjelasan Nila yang menurutnya tidak masuk akal namun Anya sendiri tidak bisa mengungkapkannya, sekarang hanya bisa tertawa dan meratapi nasibnya.
Bagaimana tidak? Dirinya sekarang ini adalah seorang putri kerajaan dan merupakan satu-satunya putri disini. Hanya dengan satu fakta ini Anya tidak bisa untuk tidak terkejut.
Selanjutnya mamanya berubah menjadi ibunda sekaligus permaisuri di kerajaan. Mamanya yang seharusnya sudah tiada sekarang ada dan kemarin baru saja memberinya pelukan.
Anya mengakui kalau ingatannya sedikit bermasalah dan terkesima ketika mendengar jawaban dari Nila.
"Apakah Anda mengalami amnesia Tuan Putri?"
Anya terkejut karena pelayan ini bisa mengetahui istilah medis modern yang ia kira tidak diketahui disini.
Sekarang tempat ia tinggal adalah sebuah mansion pribadi milik putri Kerajaan Arnoldii yang terletak jauh dari ibukota. Fakta kalau dirinya yang seorang putri tidak tinggal di kastil kerajaan membuatnya terkejut sedikit.
Dan ketika Anya mengira kalau benua ini masih berbudaya tradisional, Anya salah besar. Disini sudah modern. Sangat modern malah. Dan sewaktu Nila memberitahu tentang barang-barang pribadinya yang ternyata adalah seperangkat komputer dan ponsel. Anya masih terkejut.
Tidak heran sih. Anya semakin terkejut saat tahu bahwa sistem didunia ini mirip dengan sebelumnya. Hanya berbeda dibagian benua yang di isi kerajaan dan kekaisaran besar yang berebut dan mempertahankan kekuasaan, karena sebelumnya tidak ada keluarga bangsawan yang semencolok ini.
Tunggu. Karena Anya berada disebuah tempat yang berbeda mungkinkah ia benar-benar mati dan berada ditubuh orang lain?
Anya mengamati postur tubuh dan wajahnya sendiri didepan cermin besar yang terpasang dilemari. Tidak ada yang aneh. Wajah ini jelas wajah Anya. Perawakan ini juga jelas miliknya. Tidak ada yang tahu dirinya sendiri lebih baik dari Anya.
Menghadapi fakta ini Anya menghela napas panjang. Tubuhnya pulih menjadi lebih baik dan Anya semakin yakin tidak ada yang salah tentang dirinya maupun tubuhnya.
Tsk. Anya berdecak lalu berkacak pinggang menghadap cermin. "Ketika kupikir aku masih hidup sekarang aku cukup senang. Tapi kenapa menurutku rumit? Apakah aku berakhir dalam tubuh orang lain atau bagaimana? Tapi aku sangat yakin diriku adalah diriku bukan orang lain. Orang lain bukan diriku dan aku tidak menggantikan mereka ataupun sebaliknya!"