"Uncle gak mau cium Aunty Bela dulu?" tanya Alzam dengan pandangan polos, membuat Bela dan Naga membelalakan kedua mata. "Seperti Mama sama Papa," imbuh Alzam tanpa dosa.
Hening. Bela dan Naga hanya diam ketika mendengar apa yang baru saja Alzam katakan. Tidak ada yang mencoba membuka percakapan dari keduanya. Bela dan Naga bahkan hanya saling tatap, bingung harus melakukan apa.
"Uncle, jangan lama-lama. Kalau kelamaan nanti Alzam terlambat," tegur Alzam dengan bibir dimanyunkan. Tangan yang sejak tadi Naga genggam pun sudah ditarik dan disedekapkan di depan dada.
Naga yang melihat bocah berusia enam tahun tersebut memasang raut wajah masam langsung mendesah kasar. Dia mulai menundukkan tubuh, menyamakan dengan tinggi badan Alzam dan memasang raut wajah manis. Meski kali ini dia ingin sekali marah dan mengutuk putra kakaknya tersebut.
"Kalau begitu, kita berangkat saja, bagaimana? Kalau mengenai ciuman untuk Aunty, Uncle sudah berikan di kamar," ucap Naga, berusaha membujuk Alzam. Pasalnya, tidak mungkin untuknya mencium Bela.
Namun, Alzam yang mendengar langsung menggelengkan kepala, tidak menurut dengan apa yang Naga katakan. wajahnya bahkan masih menunjukkan jika dia tidak suka dan tidak percaya dengan apa yang baru saja Naga katakan.
"Sudahlah, Naga. Cuma kasih ciuman untuk istri saja. itu gak akan sulit." Kali ini, Chitra mulai ikut andil dalam masalah yang dibuat putranya, meski sebenarnya dia tidak tahu jika Alzam akan memaksa Naga mencium Bela.
Naga yang mendengar langsung menatap ke arah sang kakak. Ada raut wajah tidak suka ketika melihat wanita di depannya seperti menunjukkan raut wajah penuh kemenangan. Hingga dia mendesah kasar dan menegakan tubuh. Dengan tenang, dia melangkahkan kaki, menuju ke arah Bela yang masih diam di dekat Chitra. Sampai dia yang sudah dekat dengan Bela menghentikan langkah dan mendekat, memberikan kecupan di kening sang istri.
Maafkan aku, Jessica, batin Naga ketika dia mengecup kening Bela dalam.
Sedangkan Bela yang merasakan hanya diam dengan kedua mata terpejam. Ada perasaan aneh yang menjalar dalam hatinya ketika Naga melakukan hal yang sering kali dia bayangkan. Hingga Naga mengakhiri kecupan dan menatap ke arah Bela.
Sejenak, keduanya hanya diam dengan kedua mata yang saling bertemu. Tidak ada yang mencoba untuk memutuskan tatapan tersebut. Hingga Chitra yang melihat berdehem pelan, membuat Naga dan Bela langsung tersentak kaget. Bahkan, keduanya langsung salah tingkah karena kelakuan Chitra kali ini.
"Sudah saling tatapnya. Nanti juga ketemu lagi," ucap Chitra, menggoda pasangan baru di depannya.
Naga yang mendengar langsung berdecak kecil dan memutar bola mata pelan. Ada perasaan kesal karena tingkah sang kakak kali ini. Dengan malas, dia mengalihkan pandangan dan menatap ke arah Alzam yang sudah tersenyum dengan manis.
"Ayo berangkat," ajak Naga.
Alzam langsung menganggukkan kepala, menurut dengan apa yang baru saja Naga katakan. Bahkan dengan semangat dia meraih tangan Naga dan melangkahkan kaki. Chitra yang melihat tingkah putranya langsung mendesah kasar dan menatap ke arah Bela.
"Dia lucu, kan?" tanya Chitra dan langsung mendapat gumaman dari arah Bela.
"Makanya kalau begitu kalian juga cepat punya anak," ucap Chitra menggoda.
Namun, Bela yang mendengar langsung terdiam dengan raut wajah sendu. Anak? Apa mungkin, batin Bela, merasa sedih setiap kali menyadari posisinya yang hanya sebagai pengganti. Dia juga cukup tahu jika nantinya harus pergi saat Jessica kembali. Hingga elusan pelan terasa, membuat Bela mengakhiri lamunan dan menatap ke arah Chitra.
"Kamu kenapa langsung diam? Apa kakak mengatakan hal yang menyinggung kamu?" tanya Chitra.
Bela menggelengkan kepala dan mengulas senyum lebar. "Tidak sama sekali, Kak. Aku hanya sedang membayangkan apa yang baru saja Kak Chitra katakan," jawab Bela berbohong. Dia tidak ingin jika Chitra merasa bersalah karena hal yang tidak sengaja dia katakan.
"Tenang saja, kamu akan segera memilikinya," ucap Chitra sembari mengedipkan sebelah mata.
Bela hanya menganggukkan kepala. bibirnya masih mengulas senyum lebar, berusaha untuk tetap bersikap biasa. Kali ini, dia harus menjaga hatinya dengan cukup keras, mencoba untuk tidak menggunakan perasaan dalam hal apapun. pasalnya, Bela cukup sadar, jika dia sampai jatuh hati, semua akan menjadi sulit untuknya.
Meski sebenarnya aku sendiri tidak yakin bisa melakukannya, batin Bela.
***
"Kira-kira kamu suka warna apa, Bela?" tanya Chitra, sembari menatap ke arah perabotan di depannya.
Bela yang sejak tadi hanya berdiri di sebelah Chitra mulai mengalihkan pandangan, menatap ke arah sang kakak ipar yang terlihat begitu bersemangat. Terbukti dari Chitra yang sejak tadi sibuk memilihkan peralatan dapur dan semua peralatan lain yang dibutuhkan. Apapun yang dilihat langsung Chitra masukkan ke keranjang. Bela sendiri sampai bingung, apa di apartemen Naga benar-benar tidak ada apapun sampai dia harus membeli piring dan gelas juga?
"Bela, kenapa diam? kamu gak mau memilih barang apapun untuk mendekor apartemen Naga?" tanya Chitra kembali. Kali ini dia menatap ke arah Bela yang hanya diam.
Bela yang ditanya langsung tersenyum canggung dan berkata, "Apa perlu, Kak?"
"Tentu saja perlu, Bela. Kamu istrinya dan kamu berhak mendekorasi apartemen Naga seperti apapun yang kamu mau," jawab Chitra dengan penuh semangat.
Sayangnya aku hanya istri kontrak yang tidak memiliki hak sama sekali, Kak, batin Bela. Entah kenapa, dia selalu saja ingin mengingatkan diri sendiri mengenai statusnya. Pasalnya hanya dengan cara ini dia bisa membuat perasaannya tetap sama dan tanpa cinta.
"Astaga, Bela. Kenapa kamu suka sekali melamun," tegur Chitra karena lagi-lagi melihat wajah Bela yang tidak bersemangat. Dengan cepat, dia mengulurkan tangan, merangkulnya dan menatap lekat.
"Apa ada masalah antara kamu dan Naga?" tanya Chitra, mulai berubah serius.
Bela yang merasa jika saat ini Chitra mulai curiga langsung tersenyum lebar dan menggelengkan kepala. meski nyatanya banyak sekali masalah yang membuatnya ingin sekali menyerah.
"Kamu serius, Bela?" Chitra masih menatap Bela, tidak percaya dengan apa yang Bela katakan.
"Aku serius, Kak. Aku dan Naga baik-baik saja. Kakak tenang saja," jawab Bela.
Chitra yang mendengar mendesah kasar dan melepaskan rangkulan. "Kalau dia macam-macam dengan kamu, katakan saja dengan kakak. Kakak akan berikan dia pelajaran supaya dia bisa mengingatnya dan tidak lagi membuat masalah dengan kamu," ucap Chitra, memasang raut wajah serius.
Bela langsung tertawa kecil dan merangkul Chitra. "Aku tahu. Aku pasti akan katakan dengan Kakak kalau dia macam-macam. Sekarang kita lanjut memilih barang dan segera ke apartemen supaya Naga tidak marah setelah pulang nanti," sahut Bela, membuat Chitra kembali memasang raut wajah ceria.
Bela mulai melangkah, mengikuti Chitra yang sudah berada di depannya. Wanita tersebut benar-benar seperti sang pemilik karena begitu hafal dengan letak barang di supermarket yang mereka datangi. Hingga Bela mengalihkan pandangan, menatap ke arah luar toko. Tepat saat itu, dia melihat seseorang yang cukup dikenal, membuat Bela mengerutkan kening dalam.
Apa benar itu Kak Jessica, batin Bela dengan perasaan ragu.
***