Chereads / JADI YANG MANA? / Chapter 4 - 03

Chapter 4 - 03

karena kejadian itu menyebabkan aku demam tinggi lalu harus dirawat inap selama seminggu lebih. menggenai kasus pembullianku ternyata terkuak begitu saja karena adanya cctv dan ada yang menjadi saksi tapi entah siapa dia.

perbedaan pada orang kaya dan orang miskin itu ternyata begitu jelas ya?. jika orang miskin ditimpa masalah pasti akan begitu panik dan mencari solusi agar dianggap tidak bersalah dan sejenisnya tapi orang kaya mereka masih bisa acuh saja.

boro-boro minta maaf, menyesal pun mereka tidak, lalu dengan entengnya mereka memberikan aku kompensasi untuk menyelesaikan semuanya.

titik demi titik kini menetes, entah siapa yang harus kusalahkan. orangtuaku kah? karena dengan beraninya memiliki anak sedangkan untuk makan berdua saja susah, takdirkah yang memberiku label dan olok-olokan sebagai orang miskin? ataukah abi?.

dulu sebelum abi menyuarakan pendapatnya tentangku, mereka bisa saja tidak suka tapi belum pernah ada yang berani menggutarakan pendapatnya tentang aku sebab aku selalu menempeli abi. Abi itu termasuk idola disekolah juga cukup disegani karena kepandaiannya, tapi ketika orang yang menjadi tumpuhanku ternyata adalah musuh yang lebih kejam menyayat tubuhku hingga mati kehabisan darah adalah abi maka pembunuhan-pembunuhan lain juga menyusul.

lihatlah kini, sudah hampir 1 bulan aku tidak kesekolah tapi tak seorangpun peduli itu selain mama. uang konpensasi dari 4 orang kaya itu sangat banyak kami.

aku rasanya sudah sangat takut akan kekejam lain yang mampu membuatku benar-benar mati konyol sehingga setelah merenggek pada mama aku akan meninggalkan kota Makassar untuk menuju ke kalimantan.

peperangan antara orangtuaku belum mendapatkan titik terang, hidupku semakin buram dan kini senyap yang kian terasa. dengan kapal laut kutinggalkan kota kelahiranku, rasanya begitu berat harus pergi jauh seorang diri. mama masih bertahan di kota makassar katanya untuk menuntut haknya juga warisan untukku kelak.

hanya mama yang dan keluarga mama yang tahu jika aku akan kekalimantan sedangkan om hafiz mungkin tidak akan menyangka karena sebelum pergi, sorenya aku sempat bercanda gurau dengan beliau.

tak ada tanda-tanda aku akan meninggalkan makassar begitu saja, aku juga tidak pamit atau menggucapkan salam perpisahan pada bapak toh percuma bapak sedang dimabuk cinta bersama mantan janda.

kapal telah bergerak jauh. semilir angin menerpa begitu kuat, hempasan ombak sekaan menggolok-olok kapal. hari beganti hingga tibalah aku ditempat yang begitu asing untukku.

dikalimantan aku akan tinggal dengan kakek dan nenek dari mama, walau dia mereka adalah orang tua kandung dari mama namun hubungan mama dan orangtuanya tak begitu bagus karena mama dan bapak ternyata menikah tanpa restu orangtua jadi mereka sudah tidak begitu peduli dengan mama sebenarnya.

itu juga yang menyebabkan mama malu untuk pulang ke kalimantan namun melihatku meraung-raung menceritakan kesedihan mama bersikeras hati menyelamatkan masa depanku.

dengan merendah serendah-rendahnya akhirnya disinilah aku. kota asing tempat kelahiran mama yang harusnya penuh dengan harapan tapi nyatanya drama baru untukku.

kakekku ternyata orang yang keras kepala dan bermulut kasar. wajar saja dia kini tega melupakan mama toh dia dikelilinggi oleh harta melimpah.

tidak disekolah sebelumnya maupun dirumah itu ternyata aku tetap dikucilkan oleh keluarga mama. dengan sadis mereka berkata

"kau pulang kesini karena mamamu tahu kalo kakek, nenekmu sakit-sakit mi toh?" kata seorang wanita muda.  kalimatnya itu terdengar bukan bertanya melainkan mencemoh atau muak melihatku.

"..." aku menggeleng dengan jelas karena sungguh mama tidak pernah menyinggung menggenai orangtuannya.

"kau sama mamamu memang jago sekali politiknya, bilangko apa na suruhkanko mamamu nah?" tanya seorang wanita gemuk yang wajahnya hampir serupa dengan mama.

"sekarang apa lagi mau ga?" katanya memperhatikanku intes lalu kembali berkata "atau na kirimko mamamu kesini untuk mata-matai kami toh?" tanyanya lagi dengan wajah lebih meenyeramkan.

tuduhan demi tuduhan mereka lontarkan padaku namun aku memilih diam untuk melewati semuanya. kupikir hidupku akan lebih baik setelah dimutasi nyatanya serupa tuh walau tak hampir sama, tapi bagiku sama, sama-sama menyiksanya.

disekolah aku mungkin bisa tersenyum bahkan tertawa bebas karena banyak orang yang menerimaku apa adanya. sebenarnya tidak bisa kukatakan seperti itu karena  harta kakek cukup berpenggaruh dikampung tempatku tinggal saat ini.

semuanya terasa menyenangkan jika disekolah namun jika aku dirumah, aku akan layaknya babu yang bisu.

segala perintah kulakukan, sedikit kesalahan saja balasannya adalah caci maki serta hinaaan terus kalo pulang sekolah telat dikit ancamannya diusir dari rumah oleh saudara-saudari mama.

bohong jika aku tidak merasa tersiksa dan menderita tapi apalah dayaku, kini demi masa depan pendidikan, aku mencoba bertahan terus menerus. tetesan yang jatuh rasanya sebentar lagi bukan air melainkan darah yang mungkin lebih jelas menceritakan jika mataku pun jenuh meneteskan cairannya.

usut punya usut dari 5 bersaudara, mama yang paling disayang oleh orangtuanya karena mama adalah anak yang penurut, penuh kasih sayang, dan dipandang baik orang lain dibanding saudara-saudarinya, mama juga adalah anak yang paling terpintar diantara yang lain, maka hal itulah yang membuat kakak maupun adek mama merasa iri.

kepergian mama untuk kawin lari bersama bapak membuat kakek dan nenek cecewa berat sehingga saudara-saudari mama memanfaatkan itu untuk memeras harta kakek.

sebenarnya aku tidak tahu itu benar atau tidak, tapi para tetangga yang menggasihaniku berkata demikian. saudara-saudara mama memang rakus harta terbukti beberapa kali mereka hampir menjuali sawah dan kebun kakek tanpa sepengetahuan kakek.

kakek sebenarnya sudah membagi hartanya sama rata, tapi anak-anaknya tidak terima dengan alasan, kebutuhan mereka berbeda-beda jadi takarannya tak boleh sama. sungguh kata adil tidak memiliki takaran yang sebenarnya karena pada akhirnya serasa timpang sebelah.

selama tinggal disana aku yang merawat kakek dan nenek, dengan telaten kusiapkan semua kebutuhan mereka dengan iklas lalu akhirnya kekerasan hati mereka luluh. mereka berdua sekarang telah menunjukkan  kasih sayangnya padaku, selama hampir 2 tahun ini. semua berlalu dengan pasti dan kini aku sudah duduk dibangku 3 SMP.

entah mengapa saudara-saudari mama sangat ingin melihatku menderita sehingga mereka dengan sangat sadar menyakitiku berkali-kali, bahkan warisan mama yang akan dialihkan ke aku juga dibesar-sebarkan oleh mereka.

kakek-nenekku sudah tidak berdaya banyak untuk mengghalanggi anak-anaknya hingga ketika aku diusir dari rumah itu, nenek juga kakekku hanya bisa menggalihkan pandangannya saja karena enggan melihat kepergianku.

detik-detik semakin mencekam padahal sebentar lagi aku akan mengikuti ujian nasional. untunglah ada seseorang dari pekerja kakek yang rumahnya dekat dari sekolah berbaik hati menampunggku.

disana rasanya memang lebih baik karena pekerjaan rumah lebih mudah dan saudara-saudara mama tidak lagi datang untuk menghardikku, walau begitu aku begitu kasian dengan kakek-nenek yang harus menyaksikan persaingan warisan padahal orangtua mereka saja belum wafat.

entah cobaan atau penebusan dosa apa yang dialami kakek-nenek sekarang ini. sesekali aku juga melihat kakek-nenekku dari jauh lalu terkadang juga aku menitipkan makanan untuk mereka pada tetangga lalu melalui tetangga titipanku itu barulah  sampai ke kakek-nenek.

saudari mama begitu menutup akses untuk aku mendekati orangtuanya lagi. pernah kutahu jika nenek jatuh sakit sehingga aku nekat datang kerumah itu, yang kudapatkan malah diusir dan di seret layaknya pencuri.

karena kejadian itu akhirnya aku hanya mencari kabar mereka dari tetangga lagi. kesehatan nenek tak kunjung membaik padahal rasanya sudah sangat lama hingga setelah aku mendapatkan surat kelulusanku.

aku serasa semakin menderita hingga berpikir aku percuma tuk bertahan lagi, lalu setelah menyelesaikan semua legistrasi dan sebagainya akhirnya aku memutuskan akan meninggalkan kalimantan untuk kembak ke makassar.

semua persiapanku telah selesai, tiket sudah ditangan namun aku tidak dapat kesempatan bertemu kakek-nenek. kabar terakhir kudapat jika kakek-nenekku akhirnya jatuh sakit secara bersamaan karena salah satu cucu kesayangannya terciduk berbuat mesum di rumah kosong.

ya akhirnya aku kembali, memang benar jika datang dengan masalah pastinya juga akan pulang dengan lebih banyak masalah.