Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ketika hati sudah memilih

🇮🇩Wulan_Sass
--
chs / week
--
NOT RATINGS
17.5k
Views
Synopsis
Aku tidak pernah terpikir untuk memiliki perasaan suka selain pada buku. Rencana awalku adalah mulai memikirkan cinta setelah impianku terwujud. Tapi kamu tiba-tiba membuat semuanya buyar. Aku menjadi lemah dan tidak punya arah saat di dekatmu. Jika hal ini terus menerus kubiarkan, aku akan rusak, impianku akan terbang tanpa bisa kusentuh. Aku harus menghindarimu sebelum terlambat. Tapi apakah sekarang belum terlambat?
VIEW MORE

Chapter 1 - main api

Narin, hanyalah seorang siswi biasa yang ingin dianggap biasa saja. Bergaul dengan murid lain secara normal. Berpenampilan layaknya murid yang biasa saja. Itu lah yang dia usahakan setiap hari agar orang lain tidak tahu seperti apa dia sebenarnya.

.....

"narin!"

Seseorang memanggil nama seorang gadis berambut panjang yang diikat tinggi, yang sedang duduk menikmati kesejukan pohon di taman sekolah.

"hai lov". Sapanya pada seorang siswi manis berambut sebahu yang baru saja memanggilnya, dia adalah sahabat terbaiknya, lovia.

"kamu sudah dengar tentang gosip gugum?" tanyanya antusias seraya menatap narin dengan matanya yang besar.

"ada apa lagi dengannya?" tanyanya malas. Narin sebenarnya tak tertarik dengan urusan orang lain, tapi dia pun tak mau jadi teman yang membosankan.

Gugum adalah panggilan untuk agum, seorang murid laki-laki di sekolah yang sudah disukai lovia sejak mereka jadi murid baru.

"hampir semua murid sekolah kita melihatnya bersama rere", lovia menjawab sembari duduk disamping narin.

"lalu kenapa?" tanyanya.

"ya ampun rin, tentu saja mereka pasti sedang menjalin hubungan". Jawab lovia kesal.

"hahahahaaa", narin tertawa keras.

Buuuk!...tangan lovia memukul pundaknya keras.

"tertawa di atas penderitaan orang lain" katanya marah.

"lovia, murid laki-laki di sekolah kita banyak, kenapa di matamu hanya ada agum? kita sudah hampir lulus SMA dan kamu tetap menyukainya, move on girl", jawabnya.

Lovia tiba-tiba memalingkan mukanya ke arah kantin yang tak jauh dari mereka duduk. Seketika dia pun ikut menoleh ke arah kantin, dan terlihat agum bersama rere sedang berjalan keluar dari kantin, mereka mengobrol sambil tertawa senang. Rere tampak cantik dengan rambut hitam panjangnya yang terurai, tubuhnya tinggi langsing, tubuh ideal yang diinginkan setiap murid wanita di sekolah ini. Sedangkan agum, sosok murid laki-laki dengan tubuh tinggi dan atletis, hal ini merupakan lumrah karena dia adalah salah satu atlet basket andalan sekolah ini, dan tiba-tiba narin merasa dia menoleh ke arahnya sekilas, tapi mungkin dia salah lihat, mungkin saja dia melihat ke arah lain. Dan sekarang terlihat wajah lovia memerah menahan marah. Narin memegang pundaknya lembut

"selama 2 tahun ini kamu menyukainya dan tak sekalipun dia melihatmu",

Dia menunduk sedih.

" dia sudah berpacaran berkali-kali dan kamu masih saja hanya memiliki cinta sebelah", lanjutnya.

Seketika air mata menetes di pipi Lovia yang tembem.

" aku tidak memiliki wajah secantik rere, ataupun seperti pacar-pacarnya yang dulu", dia masih menunduk.

Narin mengelus rambut hitamnya yang lembut, dan berkata.

" kamu cantik lov, tidak disukai dia bukan berarti tidak cantik",

" rin, apakah aku masih ada kesempatan bersama agum?", tanyanya penuh harap.

Narin putus asa, dan tanpa berfikir panjang dia berkata

" aku akan bantu kamu agar bisa dekat sama agum," dan dia pun segera menyesalinya setelah itu.

Semenjak itu hidupnya seperti di kejar-kejar penagih utang. Setiap hari lovia menanyakan soal agum. Seorang Narin yang tidak pernah bicara dengan agum, bagaimana memulainya.

.....

keesokan harinya adalah hari jumat, pelajaran di kelas hanya satu, sisanya adalah kegiatan di lapangan. Semua murid berkumpul di lapangan untuk bertanding olahraga antar kelas. Biasanya yang bertanding adalah perwakilan terbaik dari tiap kelas, dan olah raga bulutangkis yang sedang dipertandingkan. Terlihat agum tidak ikut bertanding, dia sedang duduk bersama teman-temannya di tribun. Narin tahu dari lovia, kalau dia memang tidak menyukai olahraga bulutangkis. Ini adalah kesempatannya untuk mulai bertindak membayar janjinya pada lovia. Saat ini lovia sedang di ruang guru, pak Badi, guru Fisika memanggilnya, sepertinya nilai ulangan semesternya buruk, jadi dia harus remedi.

Selagi tidak ada lovia, dia pun memberanikan diri mendekati agum, dan saat sudah sampai di depannya, narin berdiri tersenyum padanya, Agum tampak terkejut dan terdiam menatapnya.

" Hai agum, aku narin, anak kelas 2.1," dia ulurkan tangannya pada Agum untuk berjabat. Tapi Agum masih terpaku dan butuh waktu lama sebelum akhirnya meraih tangannya, itupun segera dilepasnya secepat kilat.

" Aku mendengar kalau kamu hebat di pelajaran seni,"

Lovia terlalu sering menceritakan tentang Agum, jadi narin pun tahu banyak hal tentangnya. Lovia pernah mengatakan bahwa nilai pelajaran seni agum terbaik di sekolah, dan sebaliknya, Narin memiliki nilai paling buruk dalam pelajaran seni, tapi itu tak masalah baginya, toh pelajaran seni hanya pelajaran tambahan, tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai akademiknya yang selalu sempurna.

" kenapa?" jawabnya ketus.

Teman-teman cowok agum tersenyum mengejek ke arah narin. Dia kesal, tapi demi lovia, dia menahan untuk tidak mengumpat.

" Bolehkah aku meminjam buku catatanmu, besok kelasku ada kuis, lusa pasti ku kembalikan," katanya.

" Buku catatanku di kelas, saat istirahat datanglah ke kelasku," jawabnya.

Narin tidak menyangka akan semudah itu meminjam barang miliknya, tidak salah kalau semua murid cewek mengidolakan dia, mungkin dia memang selalu baik terhadap murid wanita di sekolah ini.

" Oke, saat istirahat aku akan ke kelasmu," kata narin sambil berjalan kembali ke tempat duduknya semula.

Langkah pertama lancar, selanjutnya dia harus memulai obrolan lebih dalam dengannya, dan dia belum terpikir bagaimana untuk memulainya.

Saat bel istirahat berdering, Narin bangkit dari duduknya, dia melihat ke arah tempat agum dan teman-temannya duduk tadi, tapi agum sudah tidak ada di sana, hanya ada teman-temannya yang masih asyik menonton badminton. Dia segera berjalan menuju kelas Agum, kelas 2.7, kelas paling ujung, dan kelas terjauh dari mana-mana, makanya Narin tidak pernah main ke sana, terlalu jauh dari kelasnya. Dan ini pertama kalinya dia berkunjung kesana.

Sesampainya, segera dia langkahkan kakinya masuk ke kelas, dia menengok kanan dan kiri ke dalam kelas, tak ada satupun murid yang dia kenal, hal ini lumrah karena Narin tidak pernah mengunjungi kelas ini. Kelas 2.7 adalah kelas yang paling tidak keren. kelas ini seperti kelas sisaan, isinya murid-murid yang tidak berprestasi sama sekali dalam bidang akademik, nilai mereka jauh dari kata sempurna, bahkan buruk, bertolak belakang dengan kelas 2.1 yang merupakan kelas untuk 30 murid terbaik di sekolah ini. Mungkin yang membuat kelas 2.7 agak diperhatikan oleh murid kelas lain hanya karena adanya agum, si murid cowok tampan, jago basket, populer dan jago main musik.

" ehh"...Narin hampir jatuh ke arah depan saat tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya dari belakang, tapi dia tak terjatuh karena ada sepasang tangan menggenggam erat kedua bahunya, dia melihat ke belakangnya dan terlihat sosok Agum yang tinggi menunjukkan wajah bersalah, kedua tangannya masih menggenggam erat kedua bahu narin, seketika dia melepas genggaman tangannya saat narin meringis menahan sakit.

Dia berkata dengan nada menyesal, " maaf, aku tadi tidak melihatmu".

Narin memang tidak tinggi, tapi 156 cm cukup untuk membuatnya terlihat oleh siapapun, itu sangat menjengkelkan.

" haha...tidak apa-apa," tawa narin mungkin terdengar terlalu dipaksa, hingga semua murid yang ada di kelas 2.7 sekarang menoleh ke arahnya, sebagian besar tampak heran, mungkin si murid kelas 2.1 bisa sampai di kelas ini adalah hal yang tidak biasa. Tapi dia sudah menduga hal ini akan terjadi, jadi bukan masalah besar.

" ohh, narin," katanya, ada nada terkejut di dalamnya. Dan narin tentu saja tidak menyangka Agum akan mengingat namanya, padahal baru satu kali dia memperkenalkan diri.

Untuk seorang murid laki-laki populer, pasti banyak murid wanita yang berusaha mendekatinya, akan sulit mengingat nama-nama mereka, itu menunjukkan sebenarnya ingatan dia sangat bagus, tapi sayangnya tidak dia gunakan dalam pelajaran sekolah.

" ohh, kamu jadi pinjam buku catatanku?", kata Agum, " tapi aku lupa, kalau aku bukan murid yang rajin mencatat, mungkin kamu malah pusing setelah membacanya,"

" tidak apa-apa, aku akan coba membacanya," Narin harus berhasil meminjam bukunya, untuk alasan bisa terus berinteraksi dengannya, ada atau tidak ada kuis besok, pusing atau tidak pusing, karena dia tidak akan pernah membacanya.

" oke, sini, aku ambilin bukunya," ucap agum memintanya untuk mengikutinya.

Dengan patuh dia berjalan di belakangnya, narin seketika berfikir ini adalah pemandangan aneh, Agum yang tinggi, berdekatan denganku yang jauh lebih pendek, kurasa tingginya mencapai 180cm atau malah lebih.

" bukkk!", dahi Narin menabrak punggung Agum saat dia berhenti tiba-tiba, sekilas dia bisa melihat Agum tersenyum senang saat melihatnya mengerutkan wajah menahan malu, karena lagi-lagi, semua murid di kelas itu menengok ke arahnya, dan sekarang mereka terang-terangan menertawakannya

" hei, kamu anak kelas 2.1 kan? ada apa bisa sampai di sini?", seorang murid cowok bertubuh gempal berkata sambil tertawa mengejek.

" ingin menggoda agum?, seperti murid wanita lain di kelas dia, hahaha", timpal seorang murid cewek bertubuh tinggi, kurus dan berambut pendek sebahu, wajahnya benar-benar tidak cantik.

" aku yang memintanya kesini," tegas Agum, membuat mereka yang mengejek tak bisa berkata lagi.

" nihh, sorry, kondisi buku sudah buruk,"

Agum menyodorkan sebuah buku warna putih yang tidak putih lagi. Buku itu sangat kotor. Narin berpikir kalau semua murid wanita yang menyukainya tidak tahu hal ini.

Dia segera mengambil buku itu dari tangan Agum, dan mengatakan " terimakasih, besok akan kukembalikan".

" besok aku tidak masuk sekolah," katanya tiba-tiba.

" nanti aku hubungi kamu kapan bisa mengembalikannya padaku, oke?" lanjutnya.

" oh,, oke kalau begitu," jawab narin tanpa bertanya lagi.

Tapi saat dia sudah sampai di luar kelas, Agum memanggilnya dan berlari menyusulnya.

" Aku butuh nomor handphonemu untuk bisa menghubungimu," katanya lugas.

Narin tidak berpikir panjang, karena dia menganggap ini sebagai pembuka jalan untuk memperlancar tujuan mendekatkannya pada Lovia.

Setelah dia memasukkan nomor handphone narin di kontak handphonenya, Narin segera berjalan kembali ke kelas 2.1.