Ibunda Gustaf yang sedang memikirkan bagaimana cara agar hubungan Isvora dan Arieta segera tumbuh dan berbunga, tengah berdiri menatap Isvora yang dengan serius berbicara dengan Guru Urush.
Dari segala tingkah dan cara bicaranya bisa terlihat bahwa Isvora sangatlah dewasa. Ibunda Gustaf tentu saja merasa bahwa Isvora menjadi dewasa terlalu cepat. Ia tahu bahwa Isvora mempunyai banyak koneksi dengan anak bangsawan sepantarannya, organisasi, bahkan keluarga kerajaan dan juga koneksi lainnya.
Ia sudah terjun ke lapangan sebagai asisten kepala keluarga Gustaf, dan menggunakan hak yang diberikan ayahnya untuk secara efektif ikut campur masalah politik. Ayahnya memberikan hak istimewa itu dua tahun lalu karena Isvora sudah membujuknya dari umur lima tahun saat ia sedang dalam masa kanak-kanak.
Setiap ulang tahunnya ia meminta ayahnya untuk mempercepat debutnya sebagai tanda bahwa ia dapat memulai dengan formal kehidupan sosial dengan bangsawan lainnya. Anak yang terlahir sebagai seorang yang berbakat dan berambisi.
Ibunda Gustaf sering menceritakan tentang aksi pahlawan para pendahulu Gustaf kepada Isvora saat kecil. Saat itu Isvora berusia empat tahun dan sudah bisa membaca dan menulis.
Isvora sangat tertarik dengan setiap cerita dari Ibundanya. Ia berusaha mencari setiap detail cerita dari buku sejarah. Meminta guru dipanggilkan segera, dan mempercepat pendidikannya. Melihat anaknya yang meminta dengan bersungguh-sungguh, apa daya orang tua? Melihat Isvora tumbuh dengan cepat sangat membahagiakan dan juga mengkhawatirkan.
Dimata orang lain, Isvora selalu bersikap dewasa dan seolah menutup dirinya dengan senyuman dingin yang membuatnya tampak seperti orang dewasa. Tetapi entah mengapa Isvora akan bersikap kekanakan jika bersama orang tua dan orang terdekatnya. Ia dengan mudah mengatur ekspresinya sehingga selalu terlihat tenang.
Ibunda Gustaf kemudian hanya bisa tersenyum lembut melihat anaknya tumbuh dengan baik. Ia tahu bahwa Isvora adalah karunia terindah baginya. Anak satu-satunya yang bisa membanggakan orang tuanya.
"Nak...." kata Ibunda kepada Isvora.
Ia berjalan pelan menuju tempat belajar Isvora.
"Bunda...." menyadari Ibundanya datang, Isvora menoleh kearahnya dan tersenyum manis, seolah ekspresi seriusnya sedetik yang lalu hanyalah ilusi.
"Oh, Nyonya Gustaf. Apakah sudah saatnya untuk mengakhiri pelajaran hari ini?" tanya Guru Urush sambil tersenyum.
"Benar, sudah telat satu jam dan seharusnya Isvora harus sudah makan siang..." jawab Ibunya tegas.
"Maafkan aku Bunda, saat Guru hendak pergi, Isvora menanyakan sesuatu terlebih dulu..." jelas Isvora.
"Baiklah, Bunda memaafkanmu, Nak..." kata Ibunda Gustaf sambil menepuk bahu Isvora.
"Kalau begitu saya permisi..." kata Guru Urush.
Isvora dan Ibunda Gustaf kemudian berada di ruang makan. Beberapa pelayan berbaris rapi menunggu perintah.
"Bunda, apa Bunda ingat tentang perisriwa Tazakish?" tanya Isvora.
Mendengar kata-kata Tazakish terucap oleh Isvora, Ibunda Gustaf mengerutkan dahinya dan ekspresinya berubah menjadi serius.
"Apa yang terjadi?" jawab Ibunda Gustaf dengan balik bertanya.
"Aku membaca dokumen di ruangan pribadi Ayah.... Dan mengetahui informasi hubungan antara Kerajaan Rekryde dengan Kerajaan Armelanedia yang dahulu selalu terjadi konflik."
Ibunda tahu bahwa Isvora sudah lama menemukan informasi itu, dan menganggapnya hanya sebagai pengetahuan saja. Tetapi, Ia menanyakannya sekarang.
"Kau tahu, ada baiknya jika kau bermain dan bersantai sejenak... Menikmati hidup dan merasa bahagia. Benarkan?"
"Baiklah..."
Ibunda Gustaf yang mengakhiri percakapan itu dan merasa jika anaknya ini terlalu dalam menyelami masalah kerajaan.
"Bagaimana jika berkencan dengan Arieta?" Ibunda mengalihkan topik.
"Aku hanya ingin berteman saja dengannya.... Selain itu, aku juga tertarik dengan seseorang...."
"Ooh.... Itu kabar bagus!"
"...."
"Jika kau tertarik, bagaimana kalau membuatnya juga tertarik padamu?"
"Benar...." jawab Isvora tak yakin.
Sejak kemarin Isvora tidak melihat Violet lagi, Isvora mengira bahwa Violet mungkin tidak akan pernah muncul lagi. Ia sedih karena itu. Ia juga tertarik pada Violet yang bisa menggunakan sihir sesuka hatinya. Ia ingin tahu siapa Violet sebenarnya.
Di sebuah bangku taman, Isvora kemudian duduk lesu di tengah kebun mawar. Ia melihat ke arah langit. Ia memegang sebuah buku. Kemudian ia segera membaca buku itu dan serius membacanya.
Violet yang baru kembali dari dimensinya muncul tiba-tiba tepat di hadapan Isvora. Isvora yang menyadarinya tersentak.
"Lama tak jumpa!!!" kata Violet tersenyum nakal.
"Puteri....?" kata Isvora lirih tapi Violet masih bisa mendengarnya.
"Haha, kau masih mengira bahwa aku seorang puteri? Biar ku jelaskan, Tetra sering memanggilku Puteri, karena itu orang-orang selalu mengira bahwa aku seorang puteri..."
"Siapa Tetra?"
"Asisten. Oh, kau tahu bahwa Arieta bisa mengenaliku karena ia mempunyai rahasia yang istimewa... Dengan kata lain, ia curang!" kata Violet lagi.
"Umm.... Bagaimana jika kau duduk terlebih dahulu."
"Baiklah..." kemudian Violet segera duduk di bangku terdekat.
"Aku ingin tahu, siapa sebenarnya Nona Violet ini?" tanya Isvora ragu.
"Kau akan tahu nanti... Yang terpenting sekarang adalah jika kau bisa mengubah ekspresi dingin itu... Kau tahu, kemarin ekspresimu yang jujur sangatlah menarik, hehe"
"Apa yang kau mau?"
"Hanya sedikit menjahilimu, dan tentu saja karena Tetra menyuruhku mengawasimu!"
"Mengawasi?"
"Hmmm, kau tahu jika kau bisa saja menjadi bom setiap saat. Kekuatan sihir dalam dirimu tidak stabil. Karena itu aku mencoba menstabilkannya sedikit setiap bertemu denganmu."
"....."
"Oh, karena kau sudah tahu keberadaanku, kau tidak usah khawatir karena saat ini kau akan selalu bisa melihatku dari sekarang. Dan aku tidak akan melanggar privasimu. Yap." Violet mengangguk puas dengan idenya.
"Kah yakin?"
"Janji!" kata Violet tersenyum manis.
Isvora kemudian melanjutkan membaca bukunya setelah puas mendengar jawaban Violet. Ia tahu bahwa tidak mungkin ia menanyakan semua yang ingin ia tahu, tapi Violet bisa pergi kapan saja sesukanya.