Vano memarkirkan motornya
dengan sempurna di depan sebuah
bangunan, bangunan tersebut
merupakan markas vano dan
teman-temannya. Di depan markas
tersebut sudah banyak motor yang
terparkir di dekat motor Vano.
Vano menggenggam tangan Alena
dengan lembut dan menariknya
masuk ke dalam markas itu.
Di dalam markas tersebut terdapat
beberapa kursi dan sofa, televisi,
meja dan sebagainya. Semua mata
tertuju pada Vano dan Alena yang
baru masuk ke dalam markas.
Azka, Bagas, dan Rio menghampiri
mereka yang baru saja masuk, dan
mereka bertos ala cowok dengan
Vano.
"Wih!! Yang pacaran mah beda,
kemana-mana bareng terus ya?" Ucap Azka sambil terkekeh pelan.
"Iya nih, kayak perangko. Nempel
terus." Sambung Rio.
"Makanya kalian tuh cari pacar,
biar nggak sendiri terus kalau
kemana-mana." Jawab vano santai.
"Enakan jomblo, bisa dekat sama
semua cewek." Sahut Bagas.
"Terserah kalian deh. Oh iya, rayn
mana? Kok dia nggak ada?" Tanya
Vano bingung.
"Dia udah pulang duluan, katanya
dia mau belajar. Besok dia ada
ujian." Jawab Azka.
"Ooh, gue kira dia nggak datang.
Soalnya tumben aja kalau dia
nggak datang kan."
Vano melihat Alena sekilas dan
langsung menggenggam tangan
Alena.
"Capek ya? Kasian banget sih
pacarnya Vano bara Wijaya ini.
Duduk dulu yuk." Ajak Vano, dan Alena menjawabnya dengan cara menganggukkan kepalanya.
"Kasian banget sih nasib para
jomblo kalau kayak gini." Ujar Rio cemberut.
"Suruh siapa lo jomblo? Makanya
cari pacar." Ucap Azka, membuat Rio menatapnya tajam.
"Kayak lo nggak jomblo aja nyet." Ucap Rio kesal.
"What?! Gue jomblo? Sorry lah ya,
gue udah punya pacar."
"Bacot lo! Bohong lo kan?"
"Gue? Bohong? Sejak kapan
seorang Azka Ganendra bohong?"
"Lo betulan udah punya pacar?"
"Iya kodok. Kalau nggak percaya
tanya aja nih sama si Bagas."
"Jujur sama gue gas, Azka udah
punya pacar?"
"Iya. Emang lo nggak tau? Kalau
Azka udah jadian sama saudara si
bara."
"Carla maksud Lo?" Tanya Rio meyakinkan.
"Ya iya lah gebleg. Siapa lagi coba?
Makanya kalau jam istirahat itu
jangan godain cewek aja kerjaan
lo. Ketinggalan beritakan lo." Ucap Bagas, setelah itu ia merangkul pundak Azka, meninggalkan Rio yang sedang terdiam ditempatnya memikirkan ucapan Bagas.
"Pantas aja, minggu-minggu ini dia
deket banget sama Carla." Ucapnya pelan sambil melihat Azka dan Bagas yang udah agak jauh dari dia berada.
Vano menyuruh Alena duduk,
kemudian ia juga duduk di
samping Alena.
"Lo bosen ya Al?" Tanya Vano.
"Enggak kok." Jawabnya sambil tersenyum ke Vano.
"Cewek Lo bos?" Tanya seorang cowok yang menghampiri mereka.
"Ya iya lah, jadi siapa lagi kalau
bukan cewek gue?"
"Cantik juga pacar lo bos. Oh iya,
kenalin nama gue andri. Nama
lo siapa?" Ucapnya tersenyum ke arah Alena.
"Alena." Jawab Alena sambil tersenyum ke arah Andri.
Melihat itu Vano langsung
mengangkat suara. "Mau gue
congkel mata lo? Nggak usah
lihat-lihat kayak gitu ke cewek gue,
terus ngapain Lo senyum-senyum
ke cewek gue? Mau gue koyak
mulut Lo?"
"Galak amat bos, tenang aja gue
nggak bakalan ambil cewek Lo.
Yang ada gue inalillahi dibuat
Lo." Andri terkekeh pelan. "Oh
iya bos, Lo mau gue belikan
apa?"
"Nggak usah Ndri."
"Oke, kalau ibu bos yang cantik
ini mau apa? Biar Andri yang
ganteng ini belikan."
"Nggak usah Ndri, gue lagi nggak
pengen apa-apa."
Vano hanya melihat interaksi
mereka dengan mata yang menatap
tajam ke arah Andri. Menyadari hal
itu, Andri langsung menggaruk
tengkuknya yang tidak gatal.
"Kalau gitu, gue cabut ke tempat
yang lain dulu ya. Serem gue
disini." Andri langsung berlari meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa dia panggil Lo dengan
sebutan bos?" Tanya Alena ketika Andri sudah menghilang dari hadapan mereka.
"Mau tau jawabannya?"
"Iya." Alena mengangguk dengan antusias.
"Karena...," ia menjeda ucapnnya
membuat Alena semakin
penasaran. "Tanya aja sama
Mbah Google, kenapa gue
dipanggil bos. Pasti bakal ada
jawabannya, percaya deh."
"Gue serius vano bara Wijaya!"
"Oke, tapi cium dulu donk." Vano menunjuk pipinya sendiri.
"Nggak mau."
"Yaudah kalau nggak mau, gue
juga nggak mau ngasih tau."
"oke, tapi nanti aja. sekarang lo
kasih tau gue kenapa lo
dipanggil bos?"
"Ya karena gue ketua di geng
ini."
"Kok bisa?"
"Sebetulnya sih gue males jadi
ketua, tapi gue diutus sama
ketua sebelumnya. Namanya
Aland, dia dulu ketua di sini.
Tapi dia nggak mau jadi ketua
lagi karena dia mau fokus untuk
menggapai cita-citanya menjadi
Akmil, jadinya gue yang dipilih
sama dia untuk gantikan dia
jadi ketua di geng Alaska ini dan
yang lain pada setuju kalau gue
jadi ketuanya."
"Ooh.."
"Kenapa? Lo mau jadi anggota
Alaska?" Ucap Vano sambil tertawa.
"Ya nggak lah, gue cuma nanya
aja."
"gue kira lo mau masuk juga.
Misalnya lo masuk pun enggak
apa-apa, biar gue makin
semangat jadi ketua di sini. Lo
mau enggak?"
"Hm.. gue pikir-pikir dulu deh.
Oh iya, kenapa lo bisa ikut di
geng Alaska ini?"
"Karena gue diajak sama Aland
untuk masuk geng ini."
"Lo kenal Aland darimana?"
"Aland itu alumni dari sekolah
kita, gue kenal dia waktu gue,
Azka, Bagas, dan Rio lagi
berantem sama agung dan
teman-temannya. Mereka
ngeroyok kami terus Aland lihat
kami yang dikeroyok, dia
langsung menghampiri kami dan
ngebantu kami. Mereka semua
kalah karena di hajar
habis-habisan sama Aland, terus
Aland ngajarin kami beladiri dan
dia ngajak kami masuk Alaska.
Karena Aland udah bantu kami,
jadinya kami mau terima ajakan
untuk masuk Alaska. Lagian
waktu itu geng Alaska nya Aland,
dan anggotanya masih sedikit."
"terus kak rayn kan anak baru
juga di sekolah kita. Kok bisa dia
jadi anggota Alaska?"
"sebelum dia pindah ke sekolah
kita, dia udah jadi bagian dari
Alaska juga. Waktu dia pindah
sekolah, gue kayak nggak asing
gitu lihat wajahnya. Dan tebakan
gue bener kalau dia itu yang
pernah gue temui di markas ini,
dan ternyata dia sepupunya
Aland."
"Oh.."
"Mau pulang? udah agak malam,
gue juga mau aja kalau makan.
Lo mau?"
"Boleh."
"kita ke yang lain dulu yuk,
pamitan dulu sama mereka.
Nggak enak soalnya sama yang
lain kalau kita pergi gitu aja."
Alena menganggukkan kepalanya
sebagai jawaban. Vano dan Alena
berjalan menghampiri yang lain
dan berpamitan ke mereka. Kini ia
dan Alena sudah berada di tempat
yang Vano maksud, mereka sudah
duduk dan memesan makanannya.
"Lain kali, gue mau ikut lagi ya
ke markas Lo."
"Siap nyonya Bara!"
Mereka pun langsung menghabisi
makanannya, setelah itu Vano
membayar makanan tersebut
dan mengantarkan Alena pulang.
Sesampainya di rumah Alena.
"Makasih ya udah ajak gue
jalan-jalan."
"Iya." Vano senyum ke Alena.
Alena melihat keadaan sekitar, dan
ia langsung mencium pipi Vano,
membuat sang empunya kaget
karena dicium tiba-tiba oleh Alena,
kemudian ia langsung tersenyum.
"Udah gue tepatin kan?" Ucap Alena tersenyum.
"Tapi masih kurang sih."
"Ha? Kurang?"
"Iya, yang ini belum." Ucapnya sambil menunjuk bibirnya.
"Kalau yang itu nggak boleh."
"Tapi kalau kita udah nikah,
boleh ya."
"Lo itu mikirnya kejauhan
Bara, kita kan masih SMA,
masih panjang lagi jalannya."
"Iya-iya, kalau gitu gue pulang
dulu ya. Salam buat calon
mertua ya."
"Iya, aku juga titip salam untuk
bunda sama papa kamu."
"Bilang donk calon mertua
juga, bikin seneng pacarnya
sedikit kenapa."
"Iya-iya, salam juga ya buat
calon mertua gue."
"Gitu donk, kan gue jadinya
senang. Kalau gitu gue duluan
ya."
"Iya, hati-hati."