"Lo masuk ke kelas lo aja sana,
ntar lagi bel lho Van." Ucap Alena yang masih duduk di kelasnya.
Ya, mereka sedang berada di kelas Alena. Jam menunjukkan pukul 07.15, murid-murid di kelas tersebut sudah pada bermunculan karena pukul 07.30 bel masuk sudah berbunyi.
"Masih 15 menit lagi al." Jawab Vano yang duduk di samping kursi Alena.
"Tapi, yang lain udah pada datang
tuh."
"Biarin aja, biar mereka tau kalau
lo udah ada yang punya. Jadi
mereka nggak ada yang berani
dekatin Lo lagi."
"Terserah Lo aja lah Van."
"Ngambek nih ceritanya?"
"Siapa yang ngambek?"
"Lo."
"Mana ada gue ngambek ya."
"Iya iya, gue percaya kok sama Lo." Tangan Vano terulur ke rambut Alena dan mengacak-acak rambut Alena.
"Berantakan rambut gue Vano!!"
"Biarin... Wlee!!" Ia mengejek Alena dengan cara menjulurkan lidahnya ke Alena.
"Van, Lo kerasukan jin apaan?"
"Nggak ada kerasukan kok."
"Yakin?"
"Iya."
"Gue rasa Lo hari ini lagi
kerasukan. Ih! Males lah
dekat-dekat sama Vano." Ucapnya bergidik ngeri.
"Pacarnya sendiri dibilang
kerasukan, dosa ntar lho."
"Emang ada ya sejarahnya kalau ngejek pacar itu berdosa?"
"Nggak tau juga sih, ada nggak ya?"
"Daripada Lo bingung nyari
jawabannya, lebih baik Lo balik aja
ke kelas Lo, soalnya udah mau bel."
"Iya iya, gue kekelas ya."
"Iya. Jangan belok kekantin,
langsung masuk ke kelas."
"Iya bawel."
"Lo bilang apa?"
"Bawel."
Alena langsung mencubit perut Vano, membuat sang empunya merasa geli disertai kesakitan.
"Yaudah sana kekelas."
"Iya, bye sayang... Istirahat gue
kesini."
"Iya."
*******
"Yuk kekantin." Ucap Vano yang baru masuk ke kelas Alena.
"Yuk."
Mereka segera ke kantin, dikantin sudah ada Syifa, Carla, Elina, dan teman-teman Vano. Mereka langsung menuju ke meja teman-teman nya.
"Waduh! Yang pacaran emang
beda." Ucap salah satu teman Vano, yaitu Rio.
"Ya iya lah, emang Lo yang dari
dulu jomblo." Sahut Bagas.
"Walaupun gue jomblo, tapi
banyak yang naksir." Jawab Rio percaya diri.
"Iya banyak, tapi ibu-ibu komplek
yang naksir sama Lo." Sahutan Azka membuat mereka semua tertawa.
"Sok tau Lo!" Ucap Rio.
"Emang iya kan?"
"Iya sih, tapi kan disekolah ini juga
ada yang naksir gue."
"Hm... Gue percaya kok, semerdeka
Lo aja deh."
"Al, Lo kok nggak bilang sih sama
kita kalau Lo jadian sama tuh
Curut." Ucap Carla menunjuk Vano.
"Nggak mau tau, pokoknya PJ." Sambung Syifa.
"Al, Lo kok mau sih sama dia?" Sahut Elina.
"Emang kalau dia mau sama gue
kenapa? Masalah buat Lo?" Vano mengangkat suara.
"Eh, nggak usah nyolot deh Lo."
"Rio! cewek Lo nih, heboh banget." Vano mengadu ke Rio.
"Idih, dia itu bukan cewek gue.
lagian kalau gue sama dia
pacaran, yang ada gendang
telinga gue pecah karena suara
cemprengnya." Elina langsung melotot kearah Rio.
"Lo kira gue mau sama Lo? Sorry
ya, cowok tulen masih banyak di
dunia ini."
"Jadi Lo kira gue cowok nggak
tulen? Hello!! Gue cowok tulen ya,
setiap Minggu gue nge gym. Mau
lihat ABS gue?"
"Kalian kok jadi berantem sih?" Carla membuka suara.
"Dia duluan uang nyari masalah
car." Elina mengadu.
"Eh burung kakaktua, jangan
nyari masalah sama dia. Udah tau
dia kalau diganggu nggak bakalan
kelar masalahnya." Carla berbicara dengan Rio.
"What?! Burung kakaktua? Lo
nggak usah ganti-ganti nama gue.
emak gue udah potong kambing
untuk gue, dan gue dikasih nama
Rio. Bukan burung kakaktua."
"Lo tau film burung kakaktua itu
yang warna biru, kan namanya
Rio."
"Udah lah, yang waras ngalah." Pasrah Rio.
******
"Al, kerumah gue yuk!" Ucap Vano sambil mengendarai motornya.
"Ngapain?"
"Mau ngenalin Lo ke bunda sama
ke papa gue. Gue mau bilang
sama mereka kalau calon
menantunya udah ada, tinggal
nunggu kapan nikahnya."
"Van! Bisa nggak sekali aja Lo
serius?"
"Lo mau gue seriusin? Ayok!
kapan? Besok? Gue siap kok."
"Mau gue cubit?"
"Enggak enggak, ampun Al."
"Yaudah, gue mau ke rumah Lo."
"Serius?"
"Iya."
"Yes!! Akhirnya.."
*****
Vano memarkirkan motornya di depan rumahnya. kemudian ia mengajak Alena masuk ke dalam rumahnya.
"Assalamualaikum bunda!!" Teriak Vano.
Muncullah seorang wanita paruh baya yang memakai celemek dari arah dapur.
"Waalaikumsalam, bisa nggak
kamu sekali aja kalau masuk
rumah itu jangan teriak-teriak."
Vano langsung mencium punggung tangan bundanya, Alena pun ikut mencium punggung tangan bunda Vano.
"Nggak bisa Bun, udah terbiasa
kayak gitu Bun."
"Haduh! Kok bisa ya, bunda
punya anak kayak kamu?"
"Ya bisa lah Bun, tapi kan bunda
juga beruntung punya anak
kayak aku, soalnya kan aku
ganteng, Sholeh, dan rajin
menabung tentunya."
"Semerdeka kamu aja lah. Oh iya,
Gadis cantik disamping kamu
ini siapa?" Tanya bunda Vano sambil tersenyum ke arah Alena.
"Saya Alena Tante." Jawabnya sambil tersenyum.
"Temannya?" Tanya bunda Vano ke arah Vano.
"Bukan Bun, dia calon menantu
Bunda." Jawab Vano.
"Seriusan? Kamu kok mau sih
sama anak ini? Kamu kan
cantik."
"Emang aku nggak ganteng Bun?"
"Enggak."
"Bunda kok gitu sih sama anak
sendiri? Jelas jelas anaknya
ganteng, melebihi artis Korea."
"PD banget kamu ya. Kamu ajak
duduk dulu tuh menantu bunda,
kasian berdiri terus."
"Siap bunda!" Vano berhormat ke bundanya.
"Bunda ambil minum dulu ya."
"Nggak usah Tante."
"Jangan manggil Tante, bunda
aja panggil nya. Kamu harus
minum, bunda nggak mau tau."
"Makasih bunda."
Bundanya vano berjalan ke dapur mengambil minuman dan beberapa camilan, kemudian ia menaruh di meja yang berada di depan mereka duduk.
"Papa!! Ada calon menantu nih!" Teriak bundanya Vano.
"Iya pa! Ada calon istri bara nih
pa!" Vano ikut-ikutan teriak.
Kemudian muncullah pria paruh baya dari lantai atas menuju ke arah mereka. Dan ia langsung duduk di samping bunda Vano. Pria paruh baya itu terlihat mirip dengan vano, sama-sama ganteng walaupun ia sudah berumur.
"Mana calon menantu papa?" Ucap papanya Vano.
"Itu, yang duduk disamping
bara." Jawab bundanya Vano.
"Om, kenalin saya Alena."
"Kamu bener calon menantu
saya? Kok saya nggak percaya
kalau kamu calon menantu
saya."
"Kenapa pa?" Tanya bunda Vano bingung.
"Soalnya mana ada perempuan
secantik Alena suka sama bara
Yang muka nya nggak ganteng.
apa jangan-jangan kamu nyulik
Alena, terus kamu paksa supaya
dia mau sama kamu?" Ucap papa bara sambil bertanya ke bara.
"Astaghfirullah., Papa nggak
percaya sama bara kalau dia
calon menantu papa? Anaknya
jelas-jelas ganteng gini, dibilang
nggak ganteng. Maafin mereka
ya Allah, karena udah
jelek-jelekin anak seganteng
ini.. Aamiin."
"Kamu panggil om, papa aja ya."
"Oh, iya pa."
"Bara, kamu nggak ganti baju
dulu?" Ucap papa Vano.
"Nanti aja pa, bara masih mau
disini temani Alena. Soalnya
Bara takut kalau nanti kalian
jelek-jelekin bara di depan Alena,
yang ada nanti Alena nggak mau
jadi istrinya bara."
"Yaudah terserah kamu, papa mau
keatas dulu ya. Soalnya banyak
banget kerjaan papa.
"Iya pa." Jawab vano, dan Alena senyum ke arah papa Vano.
"Kalau gitu, bunda mau lanjut
masak juga lah."
"Alena bantu ya Bun." Ucap Alena ke bundanya Vano.
"Nggak usah, kamu disini aja sama
bara ya. Bunda cuma masak
sebentar aja, ok?" Bunda Vano berdiri dari tempat duduknya.
"Oh, yaudah Bun. Tapi kalau
bunda butuh bantuan, Alena siap
kok." ucap Alena tersenyum.
"Ok sayang, yaudah bunda tinggal
dulu ya."
Bunda Vano pun berjalan kearah dapur, dan papanya Vano sudah pergi ke atas untuk menyelesaikan pekerjaannya. kini yang tersisa di tempat itu hanya Vano dan Alena.
"Van, Lo dirumah dipanggil bara
ya?" Alena membuka suara.
"Iya. Yang manggil nama itu cuma
keluarga gue sama orang-orang
terdekat gue aja." Ucapnya sambil tersenyum kearah Alena.
"Tapi kenapa Carla manggil Lo
Vano, bukan bara?"
"Kalau di sekolah dia manggil gue
Vano, tapi kalau di rumah dia
manggil gue bara."
"Oh, yang manggil Lo bara selain
mereka ada?"
"Nggak ada."
"Gue mau tahu, orang-orang
terdekat lo siapa aja?"
"Si tiga curut, teman-teman di
markas gue, Reina, sama rayn.
Udah itu aja."
"Si tiga curut? Siapa?"
"Azka, Bagas, Rio."
"Oh.., boleh nggak kalau gue
manggil Lo bara?"
"Ya boleh lah."
"Hm.., mendingan Lo ganti baju
dulu deh."
"Nggak ah, nanti aja."
"Kenapa?"
"Gue mau sama Lo aja disini."
"Ganti baju sekarang
Vano.Bara.Wijaya!" Ucap Alena menekankan kata Vano Bara Wijaya.
"Oke siap nyonya Bara!"
Vano langsung lari ke lantai atas menuju kamarnya, Alena yang melihat itu langsung geleng-geleng kepala sambil tertawa geli melihat tingkah Vano yang bisa dibilang berbeda dengan kelakuan dia di sekolah. Alena langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri bunda Vano yang sedang memasak di dapur.
"Alena bantu ya bunda." Ucapan yang berada di belakang bunda Vano.
"Nggak usah, nanti baju kamu
kotor." Jawab bunda Vano berbalik menghadap Alena sambil tersenyum.
"Nggak kok bun, Alena bantu ya?" Alena memohon ke bunda Vano dan ia menampilkan 'puppy eyes' nya.
"Yaudah, kamu boleh bantu
bunda masak."
"Yey! Makasih bunda."
Alena langsung memeluk bunda Vano, dan bunda Vano membalas pelukan Alena sambil mengusap rambut Alena. Kemudian Vano datang ke arah mereka sambil berdeham.
"Kok pelukannya berdua aja?
aku nggak diajak nih? Al, nggak
mau Peluk gue? Nganggur nih
badan gue."
"Kamu nggak boleh." Bunda Vano langsung menjawab.
Bunda Vano dan Alena langsung melepaskan pelukannya dan kembali memasak makanannya. Vano yang melihat itu langsung tersenyum dan ia juga ikut membantu menyiapkan alat-alat makan ke meja makan,dan mengangkat masakannya ke meja makan juga. kini mereka semua berada di depan meja makan dan menyantap makanannya dengan lahap, beberapa menit kemudian mereka selesai makan, mereka menaruh piring kotornya ke tempat cucian piring. Bunda Vano langsung mencuci piringnya dan dibantu oleh Alena.
"Bunda, Alena pulang dulu ya.
Soalnya udah sore."
"Iya, tapi kapan-kapan kamu ke
sini lagi ya."
"Iya bunda. Oh iya, papa mana
Bun?"
"Papa tadi berangkat ke kantor,
katanya ada meeting."
"Oh, kalau gitu Alena kirim salam
sama papa ya Bun."
"Iya, kamu pulang sama bara
kan?"
"Iya bunda."
Vano turun dari lantai atas dengan setelan hoodie jumper dengan celana jeans berwarna hitam yang sobek dibagian lututnya dan sepatu sport merk Adidas.
"Udah?" Tanya Vano.
"Udah kok."
"Bunda, bara antar Alena pulang
dulu ya Bun, sekalian bara mau
pamit pergi ke tempat biasa."
"Iya. Kamu bawanya hati-hati ya,
jangan ngebut-ngebut bawa
calon menantu bunda."
"Siap bunda! Kalau itu bara selalu
hati-hati kok bun, tenang aja.
100% calon menantu bunda
aman kok sama bara. Kalau gitu
bara pamit ya bunda."
Vano langsung mencium punggung tangan bundanya dan Alena pun langsung mencium punggung tangan bunda Vano dan memeluknya sebentar.
"Alena pamit ya bunda.
Assalamualaikum bunda."
"Waalaikumsalam." Bunda Vano tersenyum kearah Alena
Vano sudah berada di atas motor sportnya, Alena langsung menghampiri Vano dan naik ke motor sport Vano dengan dibantu pundak Vano sebagai penopangnya. Sebelum mereka pergi dari pekarangan rumah Vano, Alena pamit ke bunda Vano.Vano mengendarai motornya dengan kecepatan normal, tangan Alena berada di pinggang Vano sebagai pegangannya.
"Bar, kapan-kapan gue kerumah
Lo lagi ya." Ucap Alena dari belakang.
"Iya, kalau perlu, lo nginep pun
nggak papa. Pintu rumah gue
Selalu terbuka untuk Lo."
"Makasih.. oh iya, Lo mau
kemana?"
"Gue mau ke markas, disana juga
ada tiga curut, rayn, dan
teman-teman gue lainnya."
"Gue boleh ikut nggak?"
"Lo yakin mau ikut gue?"
"Iya, emang kenapa?"
"Nggak papa, gue takutnya Lo
bosen kalau disana."
"Ya enggak lah. kan ada Lo, mana
mungkin gue bosen."
"Udah pandai gombal sekarang ya?
siapa yang ngajarin?" Ucap Vano sambil tertawa pelan.
"Yang ngajarin gue itu Lo."
"Iyanya?"
"Iya Vano Bara Wijaya." Alena mencubit pipi Vano karena gemas dengan ekspresi yang Vano tampilkan.
Sesampainya di rumah Alena, mereka disambut dengan mamanya Alena. Mereka langsung mencium punggung tangan mama Alena, dan Alena langsung menuju kamarnya. Beberapa menit kemudian Alena keluar dari kamarnya dengan setelan kaos putih yang dibalut jaket jeans wanita dan ia memakai celana jeans berwarna hitam serta sepatu bermerk Converse berwarna putih. Alena langsung menghampiri Vano yang sedang duduk bersama mamanya.
"Ma, Vano ajak Alena jalan-jalan
ya." Ucap Vano ke mamanya Alena.
"Iya, kalian hati-hati ya."
"Siap ma." Ucap mereka berbarengan.
"Kalau gitu, Vano pamit ya ma.
Assalamualaikum." Vano mencium punggung tangan mama Alena.
"Waalaikumsalam."
"Alena pamit ya ma.
Assalamualaikum." Alena juga ikut mencium punggung tangan mama nya.
"Waalaikumsalam."
Mereka langsung pergi ke tempat yang dituju, yaitu markas Vano dan teman-temannya.
"Markas Lo jauh bar?" Tanya Alena penasaran.
"Enggak kok, bentar lagi sampai.
Oh iya, Lo nggak papa kan kalau
disana? Soalnya nggak ada cewek
disana."
"Nggak papa."
"Ok."
Alena mempererat pegangannya di pinggang Vano, menenggelamkan wajahnya di punggung Vano. Membuat sang empunya diam-diam tersenyum sambil memperhatikan tangan yang melingkar di pinggangnya, kemudian ia memegang tangan tersebut dan mengelusnya dengan lembut.
"Jangan tinggalin gue ya." Ucapnya yang masih mengelus tangan tersebut.
"Iya, gue nggak akan ninggalin Lo.
Gue janji." Jawab Alena yang masih berada di posisi seperti itu.
"Makasih, udah mau Nerima gue."
"Sama-sama." Alena melepas pegangannya dan ia berdiri kemudian berteriak, "ALENA SAYANG BARA!!" Teriak nya keras-keras, membuat Van- ralat Bara tertawa melihat tingkah Alena.
"BARA JUGA SAYANG ALENA!!" Vano juga teriak.
Alena langsung duduk kembali dan memeluk Vano dari belakang dan menenggelamkan wajahnya di punggung Vano, seperti posisi pertama.
"Gue cinta Lo bar." Ucapnya lirih dibalik punggung Vano, namun Vano mendengarnya.
"Gue juga cinta sama Lo." Balas Vano sambil memegang tangan yang melingkar di pinggangnya.