Sinar keabu-abuan dari bulan purnama yang tanpa malu memancarkan sinarnya menjadi satu-satunya penerang villa mewah tempat David dan Angeline yang sedang berbulan madu.
Keduanya terlelap tanpa selehai busana pun yang menutupi tubuh mereka. Semuanya begitu tenang, hanya suara napas yang teratur dari kedua pasangan yang belum lama menikah itu yang terdengar.
Hingga sesuatu membuat David membuka mata sepenuhnya dengan spontan.
Meskipun dalam keadaan tertidur, David bisa merakan cahaya sekecil apapun yang disorotkan ke matanya.
Sebuah pantulan sinar bulan yang sangat kecil dari sebuah teropong bidik tak sengaja mengenai kelopak mata David yang masih tertutup. Tanpa basa-basi David memeluk pinggang Angeline dan membawanya ke samping tempat tidur.
Dor ...
Benar saja, sebuah peluru dari senjata berjenis senapan runduk melesat melubangi tempat tidur mereka.
"Apa yang terjadi, David?"
David hanya mengisyaratkan Angeline untuk diam. Untung saja pakaian David tepat berada di samping tempat mereka mendarat. Dengan cepat David memakai celana pendeknya, namun sialnya Angeline hanya bisa melilit tubuh telanjangnya dengan selimut putih.
David menarik satu tangan Angeline yang bebas karena satu tangannya yang lain berusaha menahan selimut itu agar terus menutupi tubuhnya.
Dor ...
Sebuah peluru kembali melesat, hampir membuat lubang di lantai, hampir mengenai kaki Angeline.
Mereka bersandar di bawah meja dapur. Tubuh Angeline bergetar karena rasa takut mulai menguasainya. Ia melirik ke arah David. Lelaki itu mengeluarkan sebuah pistol beserta kotak amunisinya, mengisi pistol itu dengan cepat dan menarik bagian pelocok senjata sehingga peluru masuk ke ruang peluru dan siap untuk ditembakan.
David melihat ke arah Angeline. Wajar saja jika gadis itu ketakun. Bahkan seorang profesional pun akan kebingungan jika menghadapi seorang penembak runduk di malam hari hanya bermodalkan sebuah pistol berisikan tujuh butir peluru.
David mengambil sebuah gelas kaca dan mengangkatnya ke atas meja dapur yang mereka gunakan untuk berlindung.
Trangggg ...
Gelas kaca itu langsung pecah berkeping-keping, untungnya David berhasil melihat bayangan sang penembak yang bersembunyi di balik semak belukar di atas bukit yang berada di belakang villa.
David diam sejenak, berusaha berpikir tenang untuk memperkirakan jarak si penembak runduk hanya dari hasil bayangan semu sebuah gelas kaca.
Malam ini sedang bulan purnama, kondisi terbaik bagi semua penembak runduk untuk menembak. Itu sebabnya si penembak tidak memakai laser sebagai alat bantu untuk membidik David.
Dengan teliti David memperkirakan waktu terdengarnya bunyi tembakan dan gelas kaca yang dipegangnya. Mencoba menganalisa sudut tembakan dan juga seberapa besar lubang yang dihasilkan di lantai.
David pun membuka matanya. Ia menatap lekat-lekat mata Angeline.
"Kau bisa memercayaiku?" tanya David singkat yang langsung mendapat anggukan pelan dari Angeline. Tubuh gadis itu masih saja bergetar hebat, namun sorot matanya tak dapat membohongi David. Gadis itu memercayai David seutuhnya.
David menarik tangan Angeline dan berlari cepat keluar dari dapur menuju ruang tengah, sedangkan satu tangannya yang memegang pistol melepaskan tembakan tanpa melihat ke arah tembakan.
Satu tembakan dari David menggores telinga si penembak runduk, memberikan David dan Angeline waktu untuk pergi ke tempat yang lebih aman.
Si penembak runduk pun terdiam.
Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dari teropong bidik senjatanya ia melihat David--sang target sasarannya--melepaskan sebuah tembakan dari pistol di tangannya sambil berlari menggandeng wanitanya.
Yang membuatnya sangat terkejut adalah, David tidak menoleh sedikitpun untuk menentukan arah tembakan.
Awalnya si penembak misterius itu mengira bahwa David hanya akan memberikan tembakan perlindungan untuk mencari tempat berlindung yang lain.
Namun bukan itu yang David lakukan.
David melepaskan sebuah tembakan tanpa melihat arah tembakan, dan berhasil merobek telinga kanan si penembak runduk misterius.
Si penembak pun menekan alat komunikasi yang berada di telinga kirinya dan berbicara pada seseorang. "Hey wanita jalang, sebenarnya siapa orang yang harus kubunuh?"
"Memangnya kenapa?" tanya balik si wanita yang berada di seberang saluran komunikasi.
"Dia menembak telingaku dengan sebuah pistol kecil."
"Lalu?"
"Tanpa melihat ke arahku sedetikpun!" teriaknya yang sudah tidak peduli jika posisinya terbongkar karena memang posisinya sudah diketahui oleh David.
Si penembak itu hanya mendapat suara tawa yang cukup nyaring dari lawan bicaranya.
"Apakah itu sesuatu yang lucu? Aku belum pernah bertemu seseorang seperti ini dalam hidupku. Aku tidak terbang jauh-jauh dari Siberia untuk menghadapi alien seperti dia!"
"Lalu apa yang akan kau lakukan? Kau telah menerima bayarannya di awal dan yang kudengar kau sudah menghabiskan seluruh bayaranmu dalam satu malam. Apa kau masih memiliki harga diri untuk membatalkan misimu?"
"Kau meremehkanku, jalang sialan. Beri aku waktu sepuluh menit, dan akan kukirimkan gambar mayat mereka berdua kepadamu."
Si wanita di seberang saluran komunikasi pun kembali tertawa. "Baiklah, akan kutunggu."
Si penembak misterius mematikan sambungannya dengan wanita yang menyuruhnya untuk memburu David dan Angeline dengan geram. "Dasar jalang sialan, tunggu saja, aku tidak dijuluki Si Mata Elang dari Siberia tanpa alasan. Jika tidak bisa dengan cara sembunyi-sembunyi, aku hanya akan menghadapinya secara terang-terangan."
Si penembak runduk itu menaruh senapannya dan bangkit dari posisi tiarap.
Namun ia kembali terdiam saat merasakan sesuatu yang keras menempel di belakang kepalanya.
Ia pun tertawa renyah. Ia tahu betul apa yang sedang menempel di belakang kepalanya itu.
Yap. Itu adalah ujung laras dari senjata berjenis pistol.
"Aku lengah." ucap si penembak misterius.
"Aku juga tidak mengira bahwa kau bisa selengah ini, Anthony Dolohov."
Si penembak misterius kembali terdiam. Tanpasadar ia menelan ludahnya sendiri. Bukan karena kaget karena target yang harus ia bunuh mengetahui nama aslinya. Namun ia mengenali suara itu.
Ya, suara itu sudah sangat familiar di telinganya.
Suara seseorang yang menjadi idolanya dulu di medan perang. Suara seseorang yang sangat dikaguminya hingga beberapa tahun lalu.
"Kukira kau sudah mati bersama Hendrick Brasco, karena aku juga berada di sana pada saat itu."
"Haha ... " tawa David pelan dengan aksen mengejek. Ya, lelaki yang berdiri di belakang si penembak misterius sambil menodongkan pistol ke arahnya adalah orang yang menjadi target sasarannya sendiri. "Aku akan menentukan sendiri kapan aku mati, bukan tikus-tikus rendahan seperti kalian."
Si penembak misterius itu tersenyum puas. "Seperti yang diharapkan dari Sang Pangeran Iblis. Aku memang bukan tandinganmu."
"Sembah aku sesukamu. Anggap saja hadiah dariku sebelum melubangi kepala bodohmu ini."
"Apa kau tidak mau tahu siapa yang menyuruhku untuk memburumu? Dia adalah seorang wanita yang sangat menggoda. Sepertinya dia adalah mantan kekasihmu."
"Aku tidak punya mantan kekasih."
"Tidak tidak tidak. Dia adalah mantan kekasihmu. Jika tidak, untuk apa dia menato namamu di punggungnya, tepat di bawah tato bunga mawar hitam"
David membulatkan matanya. "Mawar hitam?"
"Ya, mawar hitam. Aku sangat ingat saat menggenjotnya dengan gaya doggie, dia adalah wanita yang sangat ganas di atas ranjang. Mungkin dia sengaja mengirimku kepadamu. Dia pasti tahu bahwa aku bukanlah tandinganmu. Mungkin sebagai pesan rindu?"
"Hentikan omong kosongmu. Katakan, siapa dia."
"David ... David ... kau yang paling mengerti bahwa aku selalu menjaga etika bisnis. Aku tidak akan membocorkan informasi tentang klienku walaupun nyawaku taruhannya."
Dor ...
Lelaki itu mengerang kesakitan dan jatuh berlutut saat David melesatkan peluru yang menembus persendian kaki kanan dan langsung bersarang di dalam tempurung lututnya.
"Katakan, sebelum kubuat kau lumpuh seumur hidup, bahkan kau tidak akan bisa membunuh dirimu sendiri."
"Haha, ancamanmu tidak pernah berubah. Selalu mengancam dengan kemungkinan terburuk. Sangat kejam, haha."
Dor ...
"Akkhh!" rintih si penembak yang tadinya pemburu kini menjadi buruan empuk mangsanya sendiri.
"Kau masih memiliki dua sendi utama lagi. Pilihlah yang mana duluan yang harus aku hancurkan. Siku kiri, atau kanan?"
"Tu-tunggu ... Aaakkhhh!" teriaknya saat David sudah menghancurkan siku kanannya tanpa aba-aba sedikitpun.
"Aku benar-benar tidak tahu namanya! Aku memang tidak pernah menanyakan identias klienku! Selama aku mendapatkan bayaran yang setimpal dengan mis!"
David diam sejenak, membuat si pria malang itu bernapas lega.
Dor ...
Lelaki itu jatuh terjerembab ke tanah dengan kondisi tak bernyawa saat David melepaskan peluru terakhirnya tepat di antara kedua bola mata orang yang tadi ingin membunuhnya.
"Saat kau mengancam keselamatan Angeline, saat itulah kau mati." ucap David dingin dan pergi meninggalkan mayat dengan kondisi yang mengenaskan itu. Membiarkannya menjadi makanan hewan buas yang mungkin bersembunyi di balik gelapnya malam.
Di sisi lain, seorang wanita dengan tubuh dipenuhi keringat sedang terbaring lemas di atas ranjang kamar hotel berbintang dengan tiga orang lelaki yang sama-sama terkulai di sampingnya. Kelihatan kehabisan napas tanpa mengenai busana sama sekali.
Wanita dengan tato bunga mawar hitam di punggungnya itu tersenyum lebar. "Semoga kau menyukai kirimanku, Davidku tersayang."