Leo mencium bibir Nabila dengan mesra namun lama kelamaan berubah menjadi liar. Dibaringkannya Nabila dan mencoba untuk membuka baju wanita itu. "Mm ... Leo, aku sedang hamil. Nanti ya kalau udah masuk trisemester kedua, kan sudah dibilang sama dokter kalau untuk sementara jangan berhubungan intim dulu."
Pria itu terpaku sebentar lalu menarik diri. "Baiklah kalau begitu aku ke kamar mandi ya." Leo pun bergegas meninggalkan Nabila yang kini tertawa geli akibat tindak suaminya.
Hanya mengorek beberapa informasi dan sebab itu dia berterima kasih pada Leo dalam hati. Kini, Nabila harus mencari tahu mengapa Cindy bisa setega itu padanya.
Mendadak matanya menjadi berat. Nabila menguap sebentar lalu membaringkan diri. Beberapa menit Leo keluar dengan raut wajah lega meski agak kecewa sebab Nabila tak memberikan nafkah batin.
Leo pun mendekat. Dia tersenyum mendapati bahwa istri kesayangannya tertidur dengan pulas. Tanpa berlama-lama, Leo mengambil kesempatan untuk mencium bibir Nabila lama.
Bibir Leo yang lunak nan hangat menciptakan sesuatu yang nyaman pada Nabila dan membuka matanya. Wanita itu agak terkejut melihat Leo menciumnya namun sesaat setelahnya dia tersenyum lalu membalas dengan pangutan lembut.
"Kau nakal." Leo terkekeh pelan dan kembali melumat bibir istrinya lagi seakan tak puas akan kiss morning mereka berdua.
Mendadak pintu terbuka dan tampaklah si pengganggu mengucapkan selamat pagi memakai nada ceria. "Selamat pagi!" seketika suasana canggung sangat terasa apa bila mata si pengganggu dan kedua orang yang bercumbu mesra di pagi saling menatap.
Leo memperdalam ciuman sebentar danq melepaskan bibir Nabila. Dia kemudian memandang pada Cindy (si pengganggu) dengan tatapan tajam. "Apakah kau tahu etika? Kau bisa, kan mengetuk pintu terlebih dahulu!"
Nabila lantas memosisikan dirinya duduk dan menarik perhatian dari suaminya itu. "Sudah jangan marah, Cindy tak sengaja melakukannya."
Meski Leo memasang wajah masam, dia sempat-sempatnya mencium kening Nabila kemudian berlalu masuk ke kamar mandi. Nabila bisa melihat sekilas kilatan kecemburuan saat melihat tindakan Leo terhadap Nabila dan langsung memberikan wajah sedih yang dibuat-buat.
"Maaf ya Leo kadang-kadang seperti itu."
"Tak apa-apa, aku mengerti kok. Aku seharusnya meminta maaf karena sudah lancang masuk ke kamar kalian berdua."
"Oh ya, kenapa kau datang? Apa ada masalah?"
"Cuma mau bilang sarapan telah siap aku yang memasaknya dengan bantuan beberapa pelayan."
"Wah maaf merepotkan. Kau ini, kan sedang hamil juga jangan terlalu memaksakan diri."
"Tak apa-apa kok. Aku pergi dulu ya cuma mau mengatakan itu." Cindy pun berjalan keluar dan seketika wajah ramah dari Nabila menghilang berganti menjadi datar.
"Berusaha mencari perhatian." gumamnya.
Tok tok
Nabila yang hendak mengambil handuk menoleh kembali pada arah pintu. Dia menemukan bahwa seorang pelayan memberikan senyuman tipis.
"Iya ada apa?"
"Nyonya bisa kita bicara sebentar, di balkon." ucap si pelayan dengan nada pelan.
"Tentu." Nabila berjalan diikuti oleh pelayan tersebut dan sampai di balkon Nabila membuka pembicaraan.
"Sekarang ayo bilang padaku. Ada apa? Sampai-sampai kita harus berbicara di tempat yang sepi."
"Ini tentang Nona Cindy."
"Memangnya kenapa dengan dia?"
"Dia ...." si pelayan memandang ke kanan dan ke kiri takut seseorang akan mendengarkan mereka utamanya mantan istri Leo itu.
"Tidak hamil." Lantas Nabila memasang wajah heran.
"Kenapa kau mengatakan hal itu? Apa kau punya bukti?"
"Memang saya tak punya bukti tapi saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Sebulan yang lalu saat saya sedang liburan dan jalan-jalan bersama dengan beberapa teman ... saya melihat Nona Cindy berada di mall dengan seorang pria dan perutnya tak seperti itu."
Nabila terdiam sambil berpikir. "Nyonya ini tidak masuk akal. Kalau diperhatikan Nona Cindy sudah layaknya hamil enam bulan kalau sebulan lalu dia benar-benar hamil maka saat itu kandungannya sudah lima bulan."
"Kau benar juga. Soal ini rahasiakan pada semua orang dan aku akan pastikan ucapanmu itu."
"Terima kasih Nyonya. Oh iya saya lupa bilang di antara kami ada seorang pelayan yang sangat dekat dengan Nona Cindy. Kemungkinan besar pelayan itu akan menjadi pelayan pribadi untuk Nona Cindy secara sukarela."
"Siapa namanya?"
"Kelly."
🌟🌟🌟🌟
Nabila melirik secara diam-diam pada Kelly. Benar apa yang dikatakan oleh pelayan dari tadi, dia terlihat sangat peduli dengan Cindy. "Kelly, bisakah kau memberikan minuman itu padaku?" tanya Nabila meminta.
"Baik Nyonya." Kelly cepat-cepat memberikan pada Nabila yang memberikan senyuman ramah.
"Kelly, nanti kita bicara berdua. Apa boleh?" Kelly kaget. Sekilas matanya melirik pada Cindy dan kemudian mengangguk pelan.
"Baik Nyonya."
"Saya tunggu di ruang kantor suami saya setelah ini." Leo melihat pada Nabila dengan tatapan menyelidik. Tentunya Leo tahu ada sesuatu ketika Nabila memanggil seseorang untuk berbicara empat mata tapi entah karena apa.
Wajah Nabila yang murah senyum dapat menutupi segala pikiran wanita itu. "Leo, apa kau sudah selesai?"
"Ya, aku pergi kerja dulu. Baik-baik ya di rumah dan jangan lupa selalu rutin olahraga." kata Leo sebelum akhirnya bangkit berdiri.
"Hati-hati ya dijalan."
"Ya, aku juga akan pulang agak lambat. Tak apa-apa bukan?"
"Iya asal kerja jangan menggoda wanita lain."
"Tidaklah, Nabila cuma kau satu-satunya istriku." Leo lantas memberikan kecupan di kening sekali lagi dan berjalan keluar dari kediaman De Monte.