"Mau bermain denganku?"
Seseorang mengatakannya, menahan langkah kaki seorang gadis yang dinyatakan bernama Yoon Rahee pada name tag yang terletak di bagian kiri bajunya.
Pria itu tersenyum.
"Kau hanya perlu berkata 'Ya' dan menikmati goyanganku." Senyumannya berubah miring.
Rahee tak paham dengan ini, kalimat yang pria itu katakan seolah mengajaknya untuk berkeliling.
"Maaf, Tuan. Bisakah Anda bergeser sedikit? Tubuhmu menutupi lubang pintu," katanya beramah tamah. Berusaha agar sosok jangkung itu mau membagi jalannya. Namun sayang, lelaki itu malah tertawa. Rahee mengeryitkan keningnya.
"Aku Sehun—Oh Sehun. Kurasa kau harus tahu namaku." Bariton tegas yang ia ucapkan dengan pandangan yang tak lepas dari Rahee. Sehun maju selangkah demi menghapus jaraknya, lalu ia berbisik, "katakan berapa harga yang harus kubayar untuk satu malam, Nona Yoon?"
Sangat kurang ajar!
Rahee mendorong kuat tubuh kekar itu. Ia layangkan tatapan tajamnya kepada lelaki yang mengaku dirinya sebagai Oh Sehun.
"Siapa pun dirimu, tolong jangan sembarangan berkata. Toleransiku berlaku untuk kali ini saja. Sayang sekali, aku bukan jalang."
Setelahnya Rahee berbalik meninggalkan Sehun yang tersenyum karena ucapannya. Mengambil jalan memutar daripada ia harus melewati tubuh tinggi pria itu.
Rahee tak habis pikir dengan Sehun si pria kurang ajar yang barusan merendahkannya. Berkata seakan-akan dalam jidatnya tertulis 'Please, buy my body'. Berengsek sekali dia!
🍭🍭🍭
Rahee menghempaskan bokongnya pada bantalan kursi. Jam istirahatnya sudah lewat 10 menit lalu.
Kini ia sedang menikmati waktu senggang di tengah kesibukannya sebagai seorang perawat. Rumah sakit Seoul Surgical Hospital adalah tempatnya bernaung mencari nafkah untuk menghidupi diri sendiri dan adiknya yang masih berstatus sebagai pelajar di University of Wisconsin, Madison, yang terletak di Amerika Serikat.
Dia memang bukan turunan manusia berdarah biru atau sejenis wanita kaya sedunia hingga mampu menyekolahkan si bungsu di Negeri Paman Sam. Namun, perlu diketahui bahwa Yoon Rahee adalah sosok pekerja keras yang sangat berambisi terhadap uang. Begitupun Yoon Saewoo, adiknya yang sangat pandai berprestasi sehingga berhasil diterima di sana dalam bantuan beasiswa. Patut dibanggakan bukan? Jadi, apakah ada alasan untuk Rahee berkata tidak mampu dalam menyekolahkan adiknya?
"Aku tak pernah tahu, jika kau memang takdirku."
Gadis Yoon itu terperanjat akan keterkejutan suara itu lagi. Masih ingat dengan jelas bagaimana tekstur dari nada bicara seseorang barusan. Ia menegakkan badannya dan bergeser satu kursi menjauh dari Sehun.
"Saya permisi," tutur katanya sebagai pemungkas. Rahee tak mau berbicara banyak dengan sosok itu. Namun, langkahnya terhenti ketika kalimat Sehun mampu membekukan sekujur tubuhnya.
"Kuharap, Yoon Saewoo tidak pulang malam ini dengan derai air mata."
Sangat datar, terkesan santai tanpa intonasi di balik pelafalannya. Tapi anehnya, Rahee merasa lelaki itu sedang mempermainkannya.
Jelas. Oh Sehun. Sama sekali Rahee tak mengenalnya. Namun, lagak pria Oh itu seakan-akan tahu betul tentang dirinya.
Kemudian Rahee berbalik, menatap penuh peringatan pada wajah tampan tersebut.
"Sepertinya kau salah orang, aku tidak mengenalmu. Bahkan aku baru tahu namamu lima belas menit yang lalu."
Sehun mengangguk. Itu benar.
"Tapi aku merasa tidak salah sama sekali," katanya.
Rahee geram, jika bukan di area rumah sakit ia ingin sekali meninju mulut lancar pria itu.
Sehun bangkit dari dudukkannya. Memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana dan memposisikan diri tepat di hadapan Rahee, lalu Sehun berkata, "menikahlah denganku."
Seolah berucap 'kucing itu lucu.'
Rahee menatap tak percaya ke arah Sehun. Ia menggeleng sambil berucap, "Dasar sinting!" kemudian ia beranjak dengan lagi-lagi Sehun yang tersenyum sebelah bibir mengiringi kepergiannya.
"Well, aku baru memulainya. Menemukannya dalam balutan seragam putih. Dia ... seksi," rancauan yang hanya ia dengar sendiri. Lantas Sehun pun turut beranjak pergi.
Dia hanya lupa. Nanti, akan kuingatkan lagi. Tunggulah hingga saat 'nanti' itu tiba ... cintaku yang memang tak pernah berubah, gumaman dari dewa batinnya Oh Sehun.
🍭🍭🍭
Hari sudah mulai senja dengan gumpalan awan putih yang masih setia menghias di tengah langit jingga. Sangat indah dan berkesan dengan bertemakan romantisme cinta, jika saja yang bersemayam di bawahnya adalah sosok pria dan wanita. Namun sayang, semua yang ada di sana justru bergender pria.
"Tarik beasiswa itu, dan lumpuhkan penghasilannya." Sehun berucap sambil sesekali menikmati hot lattenya.
"Siapa maksudmu?"
Itu Chanyeol, pemilik donasi terbesar dan sosok yang sangat berpengaruh dalam bea jasa di Universitas tempat Saewoo berkuliah. Dia lah si penyumbang dana sekaligus orang nomor wahid dalam program beasiswa tersebut.
"Memecat Yoon Rahee? Atau membuatnya susah dengan mencari kesalahannya saat bekerja, kau pikir itu mudah?" Kalau yang ini suara Kim Jongin. Pemilik kelab malam beserta penanggung jawab untuk para pekerja di Rumah Sakit Seoul Surgical Hospital.
Teman-temannya sangat berduit, bukan?
"Ya. Aku mau mereka jatuh--"
"Dan kau akan berperan sebagai pahlawan kesatrianya? Kau cerdas sekali!" Jongin berdecak setelah memangkas ucapan Sehun. Pria Oh itu mendelik dan menatap jengkel pada Jongin.
"Hidupku tidak sedramatis itu. Jangan katakan hal konyol, itu klise yang hanya terjadi dalam cerita," desisnya.
Chanyeol hanya diam sambil berpikir.
"Lalu, untuk apa?" Jongin sangat gemas ingin tahu banyak, ia melemparkan pandangan penuh tanya sambil berceloteh, "Rahee adalah salah satu dari sedikitnya perawat yang aku banggakan dengan kinerjanya yang baik, rajin, dan disiplin. Tidak ada alasan yang tepat untuk aku menyalahkannya, memecatnya sama saja dengan membuang penghasilan," katanya.
"Kau tak tahu apa pun."
"Untuk itu aku bertanya ... apa motifmu, Oh Sehun?"
Dan serangkaian kata meluncur begitu saja dari mulut manis Chanyeol. "Kau jatuh cinta? Tidak—tapi, kau menemukan cintamu yang lalu?"
Mendengarnya, sudut bibir Sehun berjingkat naik menampilkan simpul miring seperti biasa. Ia tak bisa tersenyum dengan benar.
"Nikahkan aku dengan dia. Bagaimanapun caranya, bantu aku untuk mengikatnya."
"Kau sudah gila!" Jongin tak mau pikirannya berkelana, tapi satu kata 'gila' itu ia rasa cukup untuk menjabarkannya.
Chanyeol menggeleng. "Jangan lagi, Sehun. Jangan membuat dia ingat padamu. Susah payah aku mencarikan psikiatri untuk dirinya."
Sayang sekali, seorang Oh Sehun tetap bulat pada pendiriannya.
Jika sudah bertekad, berlama-lama mencari dan setelah tanpa sengaja bertemu kembali, apa aku akan melewatkannya begitu saja? Aku tak sebodoh itu. Takdir tak pernah bermain-main denganku, tapi aku gemar sekali mempermainkan takdirnya. Sudah dikata, itu bukan salahku, Oh Sehun yang berkumandang dalam hatinya.
🍭
18+