Part belum di revisi.
Typo bertebaran.
Happy reading.
***
Ellina mengerucutkan bibirnya. Meletakkan kartu yang ia pegang di depan Ernest. "Aku tak menginginkannya,"
Ernest membelalakan matanya. "Kenapa?"
"Kenapa aku harus memiliki kartu yang dimiliki banyak orang," ujar Ellina sangat lirih, lebih mirip seperti gerutuan kesal. Namun Ernest dan empat pria di sampingnya dapat mendengar itu semua.
Ethan yang mendegar itu membelalakan matanya. Terkutuklah kata-kata itu. Ya Tuhan, kenapa dia mengatakan itu. Zacheo, ya, Zacheo. Saat ini aku butuh Zacheo.
Nero yang duduk tak jauh dari Ellina langsung meminum air dari gelas di depannya. Ah, aku tahu Tuan Muda E. V. sedikit gila. Tapi aku tak siap melihat kehidupan keluarga lain hancur.
Alvian yang melihat raut wajah Ernest tertawa tipis. Itu antara sedih dan khawatir. Ia benar-benar menatap Ellina lekat dan menggerutu dalam hati. Shit! Persetan dengan kecantikannya, tapi tidakkah dia tahu? Kata-katanya baru saja membangunkannya harimau yang tertidur. Lebih dari itu semua, kenapa aku juga memiliki salah satu kartu terbatas itu. Ah, aku ingin tenggelam saja rasanya!
Lykaios yang melihat keadaan tak begitu baik langsung bangun. "Aku memiliki panggilan telepon," ujannya sambil menaruh Handphonenya di telinga. Langkahnya menjauh, namun saat telepon itu tersambung, ia lanhsung berdiri dan menatap Ernest dari jauh. "Dengar, aku ingin kau mematahkan kartu hitam yang kuletakkan di dalam dompet di kamarku. Dompetku tertinggal, dan pastikan kartu itu tak dapat di gunakan!"
Di sisi lain, Ariella dan Valerie lebih memilih pergi diam-diam. Mereka berlari sejauh mungkin dan langsung pulang. Menceritakan semuanya agar keluarganya bersiap. Mereka sadar, siapa yang mereka singgung. Dan kehancuran sudah terbayang di mata mereka.
Sorot mata Ernest mendingin. Ia menatap wajah Ellina yang cemberut. Sungguh, di matanya, kecantikan gadis itu tak di ragukan. Tapi ekspresi yang baru saja Ellina tunjukkan, membuat senyumnya melebar. Gigi rapinya tampak terlihat sedikit, dan dengan satu sentuhan, ia meraih kartu di tangan Ellina. Mematahkannya, dan berujar pelan. "Maka aku akan membuatkan yang berbeda untukmu. Tak akan ada yang memilikinya selain dirimu."
Dan tiga pria lain yang mendengar itu tersedak. Mereka benar-benar tak menyangka bahwa Ernest akan melakukan itu.
Kepala Ellina mendongak. Ia tersenyum senang. "Benarkah?"
Melihat itu Ernest tersenyum. "Kau tak percaya padaku?"
Ellina menggeleng. "Bukan begitu. Aku hanya kesal, kenapa ada orang yang mengatakan bahwa ia memiliki banyak kartu yang sama di rumahnya."
"Lelucon! Kartu itu hanya di miliki oleh 7 orang! Di kota Z, hanya 7 orang yang memilikinya. Ethan," panggil Ernest cepat.
"Ya, Pak?" jawab Ethan cepat.
"Urus orang yang di maksud Ellina. Aku ingin mereka tak dapat hidup tenang mulai besok,"
Mendengar perintah Ernest, refleks tangan Ellina meraih tangan Ernest. "Oh Ernest," ungkapnya dengan menggeleng. "Tak perlu, aku hanya perlu mendapatkan kartu baru." elaknya tersipu.
Mendengar itu, Ernest menaikkan satu alisnya. "Baiklah, kau akan dapatkan segera."
Ellina melepaskan tangannya. Ia menoleh kebelakang dan memastikan bahwa Ariella tak ada di sana. Senyumnya terkembang. Ia hanya ingin menakuti Ariella. Sama sekali tak berniat menghancurkannya.
Namun senyum Ellina terlihat menyeramkan bagi tiga pria di sekitarnya. Mereka menjauh sedikit dan memijit kepala.
"Dia benar-benar berbahaya," ungkap mereka kompak di dalam hati.
***
Reegan World Grup, terlihat tegang siang ini. Kedatangan Kenzie dalam ruangan rapat menyuguhkan ketakutan. Tak ada yang berani bergerak atau menghela napas dalam. Sungguh, mereka lebih memilih melakukan perjalanan bisnis yang melelahkan dari pada dalam satu ruangan yang sama dengan direktur mereka.
Mereka semua menatap Kenzie yang masih menatap layar laptop di depannya. Tak ada jejak ekspresi di wajah tampan itu. Membuat mereka merasa sangat tetekan dan ketakutan. Peluh mulai keluar di kening mereka semua meski udara dalam ruangan itu sangat pas. Tak ada yang salah dengan Ac yang ada dalam ruangan, tapi mereka merasa kehidupan mereka seakan terancam bahaya.
Dan semua kian menakutkan saat melihat ketenangan di wajah pemimpin mereka. Itu lebih mirip seperti ketenangan sebelum badai besar. Menyeret dan menenggelamkan mereka dalam gulungan badai yang tak terkira.
"Luncurkan produk kita sekarang,"
"Ya?" jawab mereka kompak seperti rasa tak percaya saat perintah Kenzie turun.
Ekor mata Kenzie bergerak sedikit. Membuat seluruh nyali karyawannya menjadi ciut. "Kalian tak dengar! Luncurkan produk baru kita sekarang! Atau perusahaan kita collaps."
"Ba-baik, pak, " jawab mereka kompak. Mereka lalu berhamburan keluar ruangan. Saling berebut karena tak akan tahan untuk tinggal di dalam. Setelah perintah itu turinr, semua karyawan kembali sibuk untuk mengeluarkan produk baru yang telah mereka siapkan.
Kenzie yang melihat itu terdiam. Sedangkan Lander, yang berdiri di sisi Kenzie bernapas tertahan. "Tuan, kami telah melakukan untuk menekan informasi kita yang bocor. Namum seluruh laptop yang kami pakai untuk mengakses terserang jenis virus yang sama."
Mata Kenzie memicing. "Lanjutkan,"
Lander bernapas lega. Tangannya bergerak untuk menggerakkan laptop di depan Kenzie. Namun saat tombol exit terpencet dan mereka kembali masuk dalam server internet, sebuah video yang tengah ramai tertampilkan karena jari Lander tak sengaja memutarnya.
Wajah Kenzie bergeser, melihat video yang tengah terputar.
"Maaf, Tuan." ujar Lander merutuki jarinya.
Namun tangan Kenzke tergerak keatas. "Aku ingin melihatnya."
Lander mundur dan berdiri di sisi Kenzie. Ia juga menatap video yang tengah di putar dengan tajuk "Sang Dewi kecantikan IT."
Video itu telah di lihat lebih dari satu juta orang dalam waktu kurang dari dua jam sejak di upload. Terlihat jelas, wajah Ellina yang tersenyum dengan lebar tengah memasuki sebuah kelas. Lalu selanjutnya wajah tampan yang pucat terlihat. Pandangan mereka terlihat sangat tulus dan saling merindukan. Di sana, suasana tak ada yang lebih romantis dari setiap gerak-gerik keduanya yang terlihat sangat bahagia.
Kenzie yang melihat itu terpaku. Pada senyum tulus yang sangat anggun dengan wajah cantik yang begitu akrab di matanya. Ada rasa menyeruak tak jelas yang tak dapat ia deskripsikan. Namun wajahnya menggelap saat wajah pria lain terlihat. Lalu interaksi keduanya membuat moodnya terengut paksa.
Jadi begini?
Lander yang melihat perubahan itu menutup mata frustasi. Astaga, apakah aku tak salah lihat? Bukankah itu calon Nona masa depan kita yang dulu? Astaga, kenapa semua menjadi seperti ini?
Video selanjutnya, sebuah ruangan cafe yang terlihat tenang. Ada riak kebahagian yang tak surut di mata gadis cantik itu. Sudut mata Kenzie menatap dengan wajah datar. Namun jelas, pergolakan di dalam tubuhnya mulai terasa. Ia hanya bisa menonton saat satu persatu wajah-wajah yang familiar di matanya terlihat. Di mulai dari Lykaios lalu Alvian. Mereka semua telah dalam satu meja dengan percakapan yang tak ia tahu. Namun jelas terlihat, kerlingan nakal Ellina hingga membuat moodnya kembali mengamuk.
Tidak, ia tak tahu bahwa gadis itu juga dapat betingkah seperti itu. Dengan senyum dan wajah yang terlihat imut. Membuat siapa saja yang menatapnya ingin menyentuhnya. Dan hal itu membuat wajahnya menggelap.
Lalu kenapa saat denganku kau lari ketakutan? Huh, sungguh menggelikan!
Lander yang menyadari itu mengutuk tangannya. Kini ia merasa badai itu akan benar-benar datang. Dengan ekspresi tak suka yang cukup jelas di mata Kenzie, ia sangat tahu bahwa tuannya tengah mengamuk saat ini.
Video selanjutnya saat semua orang menoleh, lalu sosok yang sangat familiar di matanya terlihat. Pria itu tersenyum manis menunjukkan ketampanannya. Hati Kenzie tercubit. Matanya menatap tajam saat Ellina melangkah lalu sebuah tangan menarik tubuh gadis mungil itu ke belakang.
Hela napas panjang. Kenzie memijit kepalanya pelan. "Kau tahu siapa pria itu?"
Lander mendekat, mengamati video itu lalu berujar pelan. "Yang menarik Calon Nona Masa depan adalah Nero, Tuan Muda. Dia adalah Putera tunggal keluarga Prinz. Saya mendengar, Tuan Muda keluarga E. V. yang menghancurkan keluarga tersebut. Lalu pria itu,"
"Aku sudah tahu,"
Mereka berdua kembali menatap layar laptop. Di mana pertengkaran tengah terjadi hingga akhirnya tubuh Ernest melindungi tubuh Ellina. Mata Kenzie bergeser, manatap adegan itu tak berkedip. Senyum muak terlihat di wajahnya. Namun saat video itu selesai, Kenzie menggenggam erat tangannya.
Jadi, berapa banyak lelaki yang menyentuhmu? Kau menolakku, apa itu karena kau pikir aku tak sebanding dengan mereka?
Kenzie terdiam. Dan Lander pun merasa salah. Ia menoleh ke arah lain dan mengelus dadanya.
Ya Tuhan, demi surga yang kau ciptakan. Kumohon, jangan ada badai hari ini.
"Tinggalkan aku sendiri," perintah Kenzie terdengar dingin.
Lander menoleh dan tetap berdiri. "Tapi Tuan, keamanan akun kita --"
"Aku yang akan menyelesaikannya!"
Lander terbelalak. Ia mengangguk patuh dan keluar. Kenzie berpikir sejenak, sebelum tangannya menyentuh keyboard dan mulai berselancar.
"Mari kita lihat, dari mana berasal virus ini."
Mungkin sudah sangat lama, Kenzie tak melakukan hal seperti ini. Namun tangannya tetap beradaptasi dengan cepat. Menari di atas keyboard dan angka-angka yang terus berganti membuat matanya fokus. Ruangan itu tampak sepi, dan dingin, namun Kenzie merasa gerah saat mengetahui melalui jaringan cadangan yang dulu sempat ia ciptakan. Tangannya menarik dasi yang terpasang rapi agar longgar. Dengan mata yang tetap fokus, ia seakan tertarik ke dunia yang berbeda.
Ding!
Bunyi itu membuat Kenzie bernapas lega. Hal utama yang ia lakukan adalah memulihkan sistem keamanan perusahaan. Lalu jaringan perusahaan yang rusak. Berkali-kali keningnya menaut, saat mencoba menarik kembali informasi yang bocor namun gagal. Kepalanya mulai berdenyut nyeri, namun matanya tetap fokus. Tangannya terus bergerak hingga angka-angka itu terus berganti cepat.
"Siapa yang melakukan ini?" ujarnya pelan.
Ding!
sebuah helaan napas lega. Kenzie akhirnya bisa menarik kembali informasi yang bocor dan menggantinya dengan informasi produk baru yang ia luncurkan. Semua membutuhkan waktu lebih dari setengah jam. Namun semua sahamnya kembali bergerak naik. Itu semua karena ia juga telah menutupi kekurangan perusahaan.
Kenzie beristirahat sejenak. Ruangan rapat itu terlihat sangat sepi namun tatapan ingin tahu dari semua karyawannya cukup membuat gerah. Hingga ia beranjak dengan laptop di tangannya. Memasuki ruangannya sendiri dengan melempar jas yang terpasang di tubuhnya.
Ia kembali menghidupkan layar laptopnya, dan saat sebuah virus mulai menyerang, tangannya pun bergerak sangat cepat. Mencoba melawan virus tersebut dengan membuat virus baru. Hal itu cukup membuatnya aman untuk beselancar dan memasuki informasi lawan.
Sebuah name id 'Legend443' muncul di layar laptopnya. Ia mencoba memasuki informasi id tetsebut dengan mode aman. Dengan keahlian yang ia miliki, beberapa informasi masuk. Dan itu cukup membuatnya terusik.
"Kau, melawanku?" tanyanya dingin. "Oh, sebuah kejutan? White Fox?"
Mata Kenzie tertegun saat sebuah id lain terlintas di layar laptopnya. Itu sebuah id yang berhasil ia tarik namun saat ia mencoba masuk, tak ada satupun informasi yang ia dapatkan. Senyum Kenzie terlintas tipis. Dunia ini sangat menghibur untuknya saat menemukan lawan yang sebanding. Ia berkali-kali mencoba menyelam, namun selalu gagal hingga ia akhirnya ia menyerah.
"Siapa dirimu? Kenapa aku baru tahu bahwa ada seseorang yang hebat dalam dunia ini?"
Ia bersandar di kursi yang ja duduki dan menatap layar laptopnya. Kata id 'White Fox' itu melekat di kepalanya. Namun ia tersadar satu hal, hingga mulutnya bergerak dingin.
"Lander...!"
Lander yang bekerja di luar ruangan langsung menyahut. "Ya, Tuan?"
Kenzie menatap Lander yang melangkah mendekat. Tangannya menunjuk layar laptop yang masih hidup. "Cari tahu kedua id tersebut. Dapatkan informasi segera mungkin,"
Lander mengangguk dan menarik laptop di meja Kenzie. Membawanya bersamanya dan meninggalkan Kenzie sendiri. Menyisakan ekspresi yang di wajah Kenzie. Dan saat video itu terlintas di pikirannya, tanpa sadar, ia menarik lepas dasinya. Lalu membuka satu kancing kemeja putihnya. Membuka jendela ruangannya dan menatap datar pemandangan diluar sana dengan dingin.

***