2 April 2008 di kediaman Surya Adinata sedang terjadi kebakaran. Penyebab kebakaran tersebut diduga dari tabung gas yang bocor. Korban yang meninggal 1 orang yaitu Silvia Putri istri pertama Surya, korban yang kritis 3 orang yaitu Zahra Almaira Rahman anak kedua Surya, Atiqa Fairuz Khalisa anak ketiga Surya dan Jihan Talita Ulfa teman dari kedua anak Surya. Ketiga korban buru-buru dibawa ke rumah sakit Harapan Jaya.
Diruang UGD terdapat 3 pasien yaitu Zahra, Atiqa dan Jihan.
Seorang anak laki-laki berumur 11 tahun terlihat begitu memendam rasa bencinya, dia mengempalkan tangannya. Rasa-rasanya ingin meninju sesuatu. Dia bernama Azka Aldric, matanya merah menahan amarah karena harus kehilangan ibunya dan juga adiknya tengah kritis.
"Zahra, gara-gara kamu aku harus kehilangan ibuku" Batinya.
Amira istri kedua Surya yang sedari tadi duduk disebelah Azka merasa begitu pilu melihat anaknya yang baru saja kehilangan ibunya dan kini adiknya pun ikut kritis. Dia mencoba memeluk tubuh kecil itu namun dengan cepat Azka menghempaskan tangannya.
"Sekarang tante puaskan, setelah apa yang tante lakukan pada keluargaku" Ucapnya dengan begetar namun Amira sama sekali tidak menjawabnya, dia hanya menunjukkan air mata tulusnya.
"Jika saja tante tidak hadir dalam kehidupan kami, ini semua pasti tidak akan pernah terjadi" Ucap Azka dengan menekankan suaranya.
Ucapan yang begitu menyakitkan jika didengar, anak yang selama ini sudah dianggap Amira sebagai anaknya sendiri bisa dengan mudah mengucapkan kata-kata yang begitu menusuk hati.
"Azka, tante tidak pernah berfikir seperti itu? Tante sayang sama ibu kamu, adik kamu dan kamu nak" Ucap Amira dengan air mata yang berlinang.
"Tante bohong, simpan saja air matamu"
Amira menghembuskan nafasnya, berusaha untuk tidak emosi dan berusaha menerima kenyataan jika anaknya tidak menyukainya.
Zahra pov
Silaunya, ini dimana? Mengapa ini semua gelap dan cahaya apa itu?
Aku berjalan mendekati cahaya itu, jauh sekali.
"Hai gadis kecil kamu mau kemana?" Aku mendengar suara yang entah itu berasal dari mana, tidak ada orang sama sekali disini hanya sinar itu yang saat ini terlihat.
"Kamu siapa?" Tanyaku dengan mengedarkan pandanganku disekitarnya namun nihil tidak kutemukan seseorang.
"Aku adalah malaikat yang akan mengambil nyawamu" Apa?
"Kamu berbohongkan"
"Tidak"
Tidak ini tidak mungkin, aku masih ingin hidup. Aku berlari kearah cahaya itu.
"Seberapa kamu pergi menjauh aku akan segera mendapatkamu"
Aku membuka mataku dan ku edarkan pandanganku. Ini dimana? Mengapa semuanya serba putih.
"Zahra kamu sudah sadar nak" Siapa dia? Kenapa dia memanggilku Zahra?
"Kamu siapa?" Tanyaku.
Wanita itu terkejut karena aku sama sekali tidak mengenalinya.
Dia menekan tombol untuk memanggil dokter.
Seorang pria berpakain dokter menghampiriku dan memeriksaku.
"Bagaimana keadaan putri saya dok? Kenapa dia tidak mengenaliku?"
"Sepertinya putri ibu mengalami amnesia, untuk sementara tolong jangan buat dia untuk mengingat masa lalunya, cukup biarkan dia mengingat ingatannya sendiri karena kondisinya masih sangat lemah mengingat dia koma selam 1 minggu"
"Baik dok"
----
11 tahun kemudian...
Namaku Zahra anak kedua dari Bapak Surya Adinata dan Ibu Amira Nurahman.
Aku mempunyai 1 kakak laki-laki yang bernama Azka Aldric. Laki-laki tampan yang banyak digandrungi para wanita diluar sana. Banyak yang mengira jika menjadi adiknya itu adalah suatu kebahagiaan tapi perlu diingat kak Azka itu orangnya super duper cuek, dingin dan dia itu nggak suka sama aku, yah aku sendiri nggak tau penyebab dia sangat membenciku karena aku mengalami amnesia.
Aku juga punya 1 adik perempuan dia cantik dan sangat disayang sama kak Aldric. Namanya Atiqa Fairuz Khalisa. Yang menjadi pertanyaanku saat ini itu bagaimana bisa aku dan dia hanya berbeda beberapa hari aja? Apa dia kembaranku ataukah papa punya selingkuhan? Nggak ada yang mau menceritakan tentang kejadian lampau.
Ini adalah kisahku...
Hari ini seperti biasa sebelum berangkat sekolah aku melakukan ritual makan bersama dengan keluarga. Disini ada papa, mama, kak Aldric dan Atiqa.
Aku selalu iri melihat mereka begitu menyayangi dan memanjakan Atiqa, apalagi melihat kedekatan kak Aldric dengan Atiqa. Hanya membayangkannya saja hatiku sakit dan air mataku mudah keluar.
"Pa aku berangkat dulu, hari ini aku ada jadwal piket" Tak lupa aku bersalaman dengan kedua orang tuaku.
Dan seperti biasa yang mengantarkanku kesekolah itu kak Irsyad sahabat dari kak Azka. Karena kak Azka nggak mau nganterin aku kesekolah padahal aku dan Atiqa satu sekolah hanya beda kelas dia tetap tidak suka jika aku ikut dengannya.
Hanya kak Irsyad yang selalu ada untukku.
"Maaf ya kak lama" Aku langsung masuk kedalam mobilnya.
"Nggak kok aku baru aja nyampai" Jawabnya santai dan melajukan mobilnya.
"Huh" Aku mencoba menenangkan hatiku.
"Kenapa lagi?" Tanyanya.
"Biasalah kak, aku merasa terasingkan ha... ha... ha..." Aku tertawa untuk menutupi kesedihanku.
"Kamu ini" Ucapnya dengan tersenyum.
"Apa nanti kamu les?"
"Iya kak"
"Apa kamu sebodoh itu? Kamu kan baru kelas 1 SMA"
"Ya dari pada dirumah nggak ada kegiatan kak"
"Ya terserah kamu saja"
Akhirnya sampai sekolah juga.
"Thank you kak irsyad" Akupun keluar dari mobil dan segera kekelas.
Bersambung...